Share

Jangan Menyentuh Gadisku!

"Tidak akan ada yang membebaskan aku dari tempat ini. Aku berharap ada yang menolongku."

Valia berucap sedih. Kedua matanya menatap jauh lautan lepas yang telihat sangat gelap si subuh hari.

Sejak dua jam yang lalu, lebih tepatnya pukul tiga dini hari Valia terbangun dan keluar dari dalam kamar milik Aaron.

"Aku ingin pulang," lirih Valia duduk memeluk kedua lututnya. "Aku tidak mau hidup berlama-lama di sini."

Saat Valia menangis, tiba-tiba saja sesuatu mengendus dan menjilati pipinya dengan sangat lembut.

Sontak Valia mengangkat wajahnya, ia terjingkat kaget mendapati siapa yang mendekatinya.

"Astaga!" teriaknya terkejut. "Li-lizer, apa yang kau lakukan?"

Valia mengembuskan napasnya pelan mendapati anjing Siberian Husky yang ternyata menjilati wajah cantinya.

Sejenak Valia menatap wajah lucu hewan itu sebelum ia tersenyum. Jemari Valia terangkat mengusap bulu-bulu lembut kepala anjing itu.

"Kenapa kau tidak tidur, Lizer? Ini masih petang. Udaranya sangat dingin di sini," ujar Valia menatap anjing itu. "Kau tahu Lizer, aku ingin pulang. Aku tidak betah berada di sini, aku ingin pergi."

Valia tertunduk memeluk kepala besar anjing Siberian Husky yang diam saja tanpa ada perlawanan.

Sementara di dalam mansion.

Aaron yang baru saja terbangun, ia kebingungan tidak mendapati Valia di sampingnya. Padahal semalam mereka berdua tertidur bersama.

Seketika Aaron beranjak dari atas ranjang, ia membuka gorden kamar dan melihat hari masih petang.

"Sial! Ke mana dia?!" umpat Aaron kebingungan dengan sendirinya.

Laki-laki itu keluar dari dalam kamarnya dengan cepat. Aaaron melangkah mendekati kamar Valia, dibuka pintu kamar itu dan kosong.

Kedua tangan Aaron mengepal kuat-kuat. Di dalam mansion pun kini masih gelap karena semua penerangan memang dimatikan.

"Valia, tidak mungkin dia kabur," ucap Aaron, kesal dan bingungnya sudah bukan main.

Aaron berjalan ke lantai satu. Ia mendapati pintu samping mansion itu sedikit terbuka.

Perlahan-lahan Aaron melangkahkan kakinya. Angin dingin berhembus cukup kencang menyapanya.

"Aku ingin pulang... Kenapa semua orang sangat jahat padaku, Lizer? Kenapa? Bahkan Mama tiriku juga melakukan hal sejahat ini padaku, kenapa..."

Suara isak tangis terdengar di telinga Aaron. Langkahnya perlahan mendekati sebuah pilar besar di samping anak tangga teras menuju taman.

Di sana ia melihat Valia terduduk memeluk Lizer, peliharaannya yang terkenal cukup galak, tapi sepertinya hewan itu cukup menyukai Valia.

"Apa kau ingin aku kurung lagi?!"

Valia menghentikan tangisannya, ia memeluk erat leher Lizer. Gelengan kepala menjadi jawaban atas pertanyaan Aaron.

Laki-laki itu bersedekap di belakang Valia dan mengembuskan napasnya berat.

"Kau sangat merepotkan, Valia!" kesal Aaron.

"Aku tidak memintamu mencariku, apa kau takut kalau aku pergi dari sini?" Valia mendongakkan kepalanya menatap Aaron.

"Jangankan keluar dari tempat ini, ke ujung dunia pun kau akan tetap aku temukan!" ketus Aaron masih bersedekap angkuh menunduk menatap Valia.

"Kau sangat jahat padaku," lirih Valia.

"Ya, itulah takdir yang harus kau terima." Aaron mengulurkan tangannya dan menarik lengan Valia untuk berdiri.

Terpaksa Valia berdiri, ia pun sudah pasrah begitu Aaron mengurung sisi tubuhnya.

Tatapan mata tajam menelisik wajah sedih Valia yang tidak peduli.

"Apa kau lupa dengan apa yang pernah kau lakukan, Valia?" bisik Aaron lirih di telinga Valia.

Valia beralih menatapnya dan menggeleng. "Aku tidak pernah melakukan apapun."

"Munafik. Kau adalah gadis yang licik yang diberkahi wajah polos!" ujar Aaron mundur perlahan-lahan.

"Aku tidak munafik. Aku juga tidak licik," jawab Valia menggelengkan kepalanya dengan air matanya yang kembali menetes.

Aaron tersenyum tipis membalikkan badannya. Laki-laki itu sudah diselimuti rasa kesal tiap melihat Valia menangis.

Ia melangkah menaiki beberapa anak tangga hendak meninggalkan Valia.

"Aaron," panggil Valia pelan.

Langkah Aaron pun terhenti, namun laki-laki itu tidak membalikkan badannya.

"Katakan padaku kalau aku punya salah padamu. Di mana salahku, apa kau punya dendam dengan keluargaku? Katakan, Aaron?"

Valia menatap punggung tegap laki-laki itu dengan air matanya yang terus berlinang.

Nyatanya Aaron tidak menjawab dan tetap melanjutkan langkahnya.

Valia menggeram kesal, ia menghentak-hentakkan kakinya dan kembali duduk menangis menjambak-jambak rambut panjangnya dengan kedua tangannya sendiri.

"Kenapa aku takdirku buruk sekali? Kenapa? Aaarrgghhh... Menyebalkan!"

**

Sebuah mobil masuk ke dalam pekarangan mansion megah milik Aaron. Dari dalam, turun seorang laki-laki tampan berbalut stelan formal dengan langkah tegas.

Laki-laki itu berjalan di lorong sayap kiri mansion dan nampak mencari-cari. Sebelum akhirnya tatapannya bertemu dengan Valia yang tanpa sengaja membuka pintu samping.

"Astaga..." Valia memekik, pintu itu nyaris mengenai sosok tampan di hadapannya.

Kedua mata laki-laki itu menyipit menatap Valia, ia sedikit mencondongkan badannya.

Begitu pula Valia yang mundur dan menghindar.

"Siapa kau, hah? Kenapa aku tidak pernah melihatmu?" tanya laki-laki itu.

Valia meremas tali merah panjang yang berujung mengikat leher anjing Siberian Husky milik Aaron.

"A-aku Valia... Aku-"

"Oh, aku tahu. Kau pasti gadis yang dibawa Aaron, bukan?" tanya laki-laki itu tersenyum tipis dan mengusap pucuk kepalanya. "Hai cantik, perkenalkan, aku Sam. Sahabat dekatnya Aaron."

"Ba-bagaimana kau tahu? Apa kau bisa membantuku pulang dari sini?" tanya Valia, wajahnya berubah antusias saat laki-laki di depannya ini terkesan ramah.

Sam menyeringai sekilas. 'Bagaimana bisa Aaron menyembunyikan gadis cantik dan polos di dalam mansion ini?! Sialan sekali dia tidak mau berbagi denganku!' batin laki-laki itu.

"Tolonglah," lirih Valia, kali ini ia memegang lengan Sam dengan tatapan penuh permohonan.

Dehemen terdengar dari bibir lelaki itu. Ia mengangguk kecil dan mendekatkan wajahnya di hadapan Valia, ia meletakkan telapak tangannya di atas pucuk kepala Valia.

"Tentu saja."

"Hah, yang benar?!" pekik Valia berbinar-binar.

Sam diam menatap kedua mata indah Valia, hidungnya kecil mancung, pipi putih memerah yang bulat dan bibir tipis merah muda alami.

Namun tiba-tiba saja tubuh Valia limbuh dan jatuh dalam pelukan seseorang. Seketika Valia mendongak, ia memekik menutup mulutnya.

"Jangan menyentuh apa yang sudah menjadi milikku!" seru Aaron menatap penuh permusuhan pada Sam.

"Oh... Santai saja, brother! Aku hanya berkenalan dan tidak ada niatan lain," jawab Sam tertawa pelan.

"Kau pikir aku bodoh, hah?!" Aaron memberang kesal.

Valia menunduk menatap satu lengan Aaron yang melingkar posesif di pinggangnya. Dan satu tangan Valia mencekal punggung tangan Aaron.

"Jangan marahi dia, aku... Aku yang salah," cicit Valia mendongak menatap Aaron.

Iris biru itu menusuk tajam, Aaron memperhatikan Sam yang kini berlagak baik-baik saja.

"Sergio!" panggil Aaron pada anak buahnya.

"Iya Tuan," jawabnya.

"Bawa gadis ini dan kunci di dia kamarnya! Jangan biarkan ada satu orang pun yang melihat Valia!" seru Aaron dengan sinis, namun tatapannya masih pada Sam.

Sergio pun mengangguk. "Baik Tuan."

Valia mengembuskan napasnya pelan, tangannya melepaskan lengan Aaron yang memeluknya.

Gadis itu naik ke atas bersama Sergio dan anjing Siberian Husky yang membuntuti Valia.

"Ah gila, kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau punya gadis secantik dia, Aaron?!" seru Sam mengusap wajahnya.

"Lalu, apa maumu?!" Aaron duduk bersedekap angkuh.

Seketika Sam tersenyum. "Berikan padaku kalau kau sudah bosan dengannya. Atau... Aku bisa membelinya dua kali lipat kau mendapatkan dia, deal?"

Aaron menyeringai kejam, ia menegakkan tubuhnya dan menarik cepat krah tuxedo hitam yang Sam pakai.

Tatapan matanya tajam penuh perhitungan. "Sekali aku lihat kau menyentuhnya, aku akan mencabut nyawamu, Sam! Tidak peduli siapapun kau! Camkan itu!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status