Mentari terlihat cukup bersemangat hari ini. Meski sudah cukup lama kota tidak diguyur hujan namun Angela merasa kedinginan tadi malam.Saat memandangi taman di balik jendela besar di kamarnya, tiba-tiba ia merindukan kabut pagi. Ia merindukan musim dingin. Musim yang selalu mengingatkannya pada Ibunya dan juga pada Garvin.Tadi malam ia tidak tidur dengan nyenyak. Ia mencoba mengurangi ketergantungan pada obat tidur. Sejak ia melihat rekaman CCTV yang mempermalukan dirinya sendiri saat meminum obat tidur membuatnya segera membuang semua obatnya."Argh! Andai kejadian itu bisa aku hapus dari ingatanku!"Jam di dinding sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Seharusnya, ia sudah berada di ruang makan bersama Sebastian sekarang. Namun ia tidak sanggup. Bahkan hanya sekedar memandang wajah Sebastian saja membuat bayangan kejadian malam itu langsung terbayang jelas di pelupuk matanya. Sangat memalukan. Tubuhnya membuat harga dirinya runtuh seketika. Ia masih tidak habis pikir, bagaimana b
#14"Apa yang membuatmu berpikir bahwa aku mau pergi bersamamu?!"Angela memandang pria di depannya dengan tatapan penuh kebencian. Jika bukan karena pelayan yang sengaja tidak mengantarkan makanannya ke kamar, ia tidak sudi duduk satu meja dengan pria menyebalkan ini.Jam di dinding sudah menunjukkan pukul dua siang namun Angela masih memakai piyamanya. Semua kegiatan di media sosial di hentikan olehnya. Dengan mental seperti ini, ia tidak yakin kuat menghadapi pertanyaan yang menyakitkan seperti waktu itu.Kesibukan yang padat dan tiba-tiba terhenti membuat suasana hatinya makin kacau. Ia ingin keluar, menikmati keindahan danau Toronto yang memukau. Tapi ia terlalu takut. Ia takut ada yang mengenalinya dan berkata semaunya sedangkan hatinya tidak siap dengan itu.Padahal musim panas adalah waktu terbaik menikmati matahari di pantai atau sekedar piknik kecil di tepi danau Ontario.Sambil menghentakkan kaki Angela berdiri, hendak kembali ke kamarnya. Ia sangat kesal melihat wajah Seba
Sebastian menegakkan punggungnya, ia terlihat berusaha dengan maksimal agar terlihat gagah di depan Angela. Sesekali sudut matanya mencuri pandang ke arah wanita yang duduk tepat di sampingnya. Aroma parfume kombinasi bunga oriental dan tuberose meninggalkan kesan khusus di hatinya. Sejak awal mereka bertemu, perfume ini sudah lekat di ingatannya.The Ritz-Carlton, Toronto terletak tidak jauh dari rumah Sebastian. Hanya berjarak 0,3 meter, menghadap Danau Ontario dan cakrawala kota sebagai ikon kota Kanada. Merupakan salah satu hotel bintang lima terbaik dikelasnya.Pada malam itu, salah satu ballroom andalan mereka sedang dipesan oleh Yayasan Future Foundation. Yayasan yang dikelola ayah Angela berfokus pada kegiatan sosial dan pendidikan terutama bagi anak-anak di pinggir jalan. Kegiatan lain yang dilakukan Yayasan ini juga berfokus pada partisipasi pembangunan sarana dan prasarana pendidikan akibat bencana alam.Acara amal atau penggalangan dana memang rutin dilakukan setahun sekal
Indah dan menawannya dekorasi, suara musik yang mendominasi ruangan, beberapa orang berkerumun dengan topik pembicaraan masing-masing. Angela menghirup udara malam yang terasa segar begitu masuk melalui hidungnya. Pesta yang sudah sangat lama ia hindari kini menyapanya kembali.Ia sedang bersandar di pembatas balkon, menikmati udara malam dari lantai 10 dengan pemandangan yang sangat menawan. Ketika sedang asyik menikmati semilir angin, tiba-tiba seseorang menyenggol pundaknya."Oh my God! Maaf, Nona..."Saat ia menoleh dan menatap wajah laki-laki di depannya. Kedua manik mata Angela langsung membulat tak percaya, tangannya gemetar, gelas yang berisi shampanye seketika terlepas dari tangannya.PRANG!!Suara pecahan gelas kaca yang begitu nyaring tidak sepadan dengan rasa terkejut yang dirasakan oleh Angela. Ia tanpa sadar melangkah, menginjak pecahan gelas lalu berniat memegang wajah pria di depannya. Tangannya hampir saja menyentuh wajah pria itu namun segera ditariknya saat mendeng
"Ada apa ini?!!" suara hentakan langkah kaki Claire terdengar nyaring, membuat seluruh pasangan mata menuju ke arahnya.Lavenska segera berlari ke arah ibunya, "Mommy...! Lihat, Angela mengejekku lagi!"Kelopak mata Claire yang dihiasi riasan wajah smoke eyes nampak membulat menatap Angela, sudut bibirnya menyeringai kesal, "Astaga Angela, mengapa kedatanganmu selalu saja membuat orang lain terlibat masalah?!"Sebastian mengepalkan tangannya kuat-kuat, ia tidak percaya Claire justru semakin memperburuk keadaan. Hela nafas Sebastian semakin berat. Matanya memerah penuh kobaran amarah. "Apa anda tidak bisa melihat siapa yang terluka disini?!"Claire memincingkan matanya, wajahnya terangkat, menatap Sebastian dengan penuh angkuh, "Maaf Tuan Sebastian, apa anda tidak bisa menjaga istri anda dengan baik?!"Sebastian menghela nafas panjang, kemudian menegakkan punggungnya dan menatap Claire. Tatapannya dingin, bagai sebilah jarum kecil yang di lempar begitu kuat, menusuk kedalam, menggetark
Rumah ini terlihat biasa dari luar, tidak ada yang istimewa. Namun ketika melangkahkan kaki masuk kedalam, mata kita akan disambut dengan pemandangan yang manis.Dari luar hingga kedalam semua tampak putih dengan list hitam sebagai aksen pemanis. Dinding rumah, furniture, semuanya di dominasi warna putih. Selain dua warna itu, ada juga perabot dengan warna soft seperti abu-abu muda dan coklat sebagai warna pendamping. Entah mengapa, semua dekorasi dan perpaduan warna terasa sangat pas.Apakah karena pilihan Angela tidak pernah salah?Ya, rumah ini adalah rumah yang dibangun Angela dengan susah payah. Memang tidak semewah rumah Sebastian, bahkan terkesan sederhana. Namun jika itu milik Angela, semua nampak menawan di mata Lavenska."Aarrgghhh!!! Apa kamu tidak bisa menjadikan dirimu lebih berguna, Freddie?!" Lavenska berteriak marah, membanting tubuhnya ke atas sofa.Freddie menarik nafas panjang lalu dihembuskannya perlahan. Seolah tidak terjadi apa-apa ia berjalan santai mengambil se
Kalimat Sebastian seperti mantra yang dilafalkan dengan penuh penghayatan. Sorot matanya penuh sihir, yang akhirnya berhasil membuat kedua manik mata Angela terpaku ke arah wajah tampan pria di depannya. Hanya beberapa detik, sampai efek mantra itu menghilang dan Angela segera mengalihkan tatapannya."Bukankah ayahmu meminta kamu untuk mencari wanita yang 1000 kali lipat lebih baik daripada aku?""Apa?""Malam hari setelah perayaan pernikahan kita."Perkataan Angela yang samar-samar menarik kedua sudut bibir pria berwajah datar itu ke atas, menyimpulkan seulas senyum, "Oh, kamu mendengarnya.""Aku hanya tidak sengaja mendengar obrolan kalian.""Lalu kamu mau melepaskanku begitu saja?"Seketika bibir Angela terkatup rapat. Muncul gejolak perdebatan yang sengit di dalam hatinya. Sebagian besar hatinya menolak keras namun bagian yang lain berteriak memaki hatinya yang selalu lemah tiap berada dalam bius tatapan mematikan Tuan Sebastian.
Hari telah berganti, malam telah berlalu. Kini mentari mulai merangkak naik dari ufuk timur. Cahaya mentari yang bersinar, membawa harapan baru pada beberapa manusia.Ditempat yang sama, di posisi yang sama Sebastian membelalak, memandangi kamar yang masih gelap tertutup tirai.Ia perlahan bangun, dengan ingatan yang masih samar kembali ke beberapa jam lalu. Menggerayangi mata dan pelipisnya.Beberapa hal gila kembali terbayang. Tentang setiap sentuhan, kecupan, ciuman, hisapan bahkan ah... pipinya yang terasa panas karena tamparan.Ya, tadi malam Angela keluar kamar dengan marah. Ia merasa dipermainkan. Padahal Sebastian hanya memberikan gadis itu waktu untuk benar-benar menerima dirinya.Bagi Sebastian, ia tidak bisa menyerahkan dirinya begitu saja kepada wanita yang belum ia ketahui bagaimana perasaannya.Walau bagaimanapun, ia masih menyisakan sedikit harga dirinya. Bukankah ia sudah sangat lugas mengutarakan perasaanya dan gadis itu bah