Denan yang berdiri di dekat tempat tidur Flara pun tak kalah syok dengan apa yang baru saja diambil Zaki. Bagaimana tidak syok? Barang yang ia simpan dengan baik dan rapat bisa diambil oleh Flara. Rasa terkejut Denan bukan pada barang-barang itu, tapi lebih kepada bagaimana caranya Flara mendapatkan barang itu."Ini pasti rekayasa, kan? Ini pasti nggak bener, kan? Rencana apa lagi yang sedang kau rencankan Flara? Kau tahu aku menjunjung tinggi harkat dan martabat keluargaku, lalu kau buat ini untuk menghilangkan rasa percaya dan tidak hormat kepada orang tuaku, iya? Ini kau lakukan untuk membalas rasa sakit hatimu, kan?""Reaksi orang bodoh akan selalu seperti itu. Kau lihat kertas ini bagaimana rupanya? Kau lihat di sini tanggal berapa tes DNA ini keluar."Zaki tak percaya dengan apa yang ia lihat tapi semua bukti tidak mungkin bisa ia sangkal. Foto pernikahan ayahnya dan juga seorang perempuan, foto ayahnya dengan seorang wanita yang hamil, foto ayahnya dengan gendongan seorang bayi
Semua hal masih berjalan dengan lancar setelah kejadian pertengkaran itu. Semua nampak sama seperti tak terjadi apapun. Zaki dan Flara pun kembali satu rumah setelah Bu Nia di rawat di rumah sehat mental, yayasan milik teman Denan. Tinggal satu rumah kembali tidak serta merta membuat hubungan mereka menjadi hangat. Justru keduanya semakin terang-terangan menunjukan bahwa mereka tak saling butuh satu sama lain, mereka sudah transparan akan hubungan mereka dengan orang lain. Baik Flara dengan Denan, dan juga Zaki dengan Rania. Mereka sudah tak lagi main kucing-kucingan. Untuk hubungan Flara dan Denan sebenarnya mereka tak menyepakati apapun mengenai nama hubungan mereka. Enta pacaran, pertemanan, atau sepasang kekasih, mereka tak menyebutnya dengan detail. Namun, perhatian dan tingkah mereka tak kalah romantis dan mesra dari Zaki dan Rania. Seperti pagi ini, Denan yang statusnya mantan kekasih Flara, justru ia bertingkah seperti suaminya Flara saja. Ia dengan rutin setiap satu bulan
Setelah sadar bahwa Denan melihat Pak Burhan di tempat yang sama, ia mengajak Flara untuk cepat-cepat pergi dari sana."Kenapa buru-buru, kan belum selesai?""Mall bukan di sini aja, kita cari tempat lain. Atau kalau lebih mudah lagi kamu bisa belanja lewat online, kan? biar kamu juga nggak capek-capek. Ya udah kita pulang."Denan mendorong pundak Flara agar segera berjalan meninggalkan bangunan besar itu.Namun, begitu sampai di parkiran, keinginan yang ingin segera pergi dari tempat itu harus tertunda karena panggilan dari sang ayah. "Kalian ada hubungan apa? kalian ngapain berdua di sini? Flara Kamu perempuan bersuami tidak seharusnya kamu keluar dengan laki-laki lain.""Ayah juga pria beristri, kenapa masih jalan dengan wanita lain? Beberapa bulan yang lalu saya melihat Ayah sedang memilih lingerie dengan asisten pribadi Zaki. Jangan lupa saya tahu rahasia Ayah! Tidak bermaksud untuk kurang ajar, saya begini juga karena anak Ayah juga. Rania, wanita simpanan Ayah itu, dia juga me
Denan memasuki rumah dengan bersiul-siul santai. Ia berjalan dengan memutar-mutar kunci mobilnya seakan semua yang terjadi sudah seperti keinginannya. Ia sudah siap untuk berperang dengan ayahnya kembali. Kata-kata umpatan pun sudah ia persiapkan dalam kepala. "Oh ada tamu rupanya." "Apa mau kamu Denan?" "Mauku?" Denan nampak pura-pura berpikir. "Nggak ada, emang ada apa? Kenapa tiba-tiba kau bertanya mengenai keinginanku?""Kelakuan kamu benar-benar kurang ajar Denan. Kamu tidak pantas disebut sebagai anak! Binatang saja tidak melakukan ini pada orang tuanya."Pak Burhan benar-benar murka kali ini, wajahnya dan matanya nampak memerah, urat-urat kemarahan nampak tergambar jelas di setiap inci wajahnya. Raut wajah sebaliknya di tunjukkan Denan. "Kau membandingkan aku dengan binatang? Lalu katakan, aku harus membandingkan kau dengan apa? Apa kau pikir ada seekor binatang yang tidak menganggap anaknya? Aku bertingkah seperti binatang karena juga punya ayah seperti binatang." Wajah ya
Wartawan yang tadinya sibuk dengan obrolan dan juga penyiapan kamera mengalihkan perhatian ke arah mobil yang baru datang. Akhirnya pria yang mereka tunggu muncul juga, para pemburu berita berhamburan mendekati mobil Pak Burhan. Beberapa pertanyaan yang tadi sempat dipertanyakan saat di rumah makan kembali mereka lempar. Respon yang sama mereka dapat, sama sekali tidak ada jawaban dari mulut pria yang sedang santer dibicarakan. "Permisi, saya mau lewat. Saya tegaskan sekali lagi berita yang beredar luas di media sosial tidak benar. Saya tidak memiliki anak dari wanita manapun."Setelah perjuangan beberapa saat, Pak Burhan akhirnya bisa terlepas dari lingkaran wartawan yang mengelilinginya. Beberapa langkah keluar dari kerumunan, langkah Pak. Burhan kembali terhenti karena melihat mobil Zaki. Beberapa detik terdiam di tempat, Pak Burhan kembali melangkah dengan cepat-cepat memasuki rumahnya mengunci pagar dan entah apa yang beliau lakukan selanjutnya. Zaki masih terdiam mengamati d
"Aku mau kamu jujur satu hal padaku, Denan." "Apapun. Minta apapun padaku, pasti aku akan melakukannya." Tangan Denan masih bergelantungan di wajah Flara. Jika tadi jarinya sibuk memindahkan anak rambut ke belakang telinga, kini jarinya sibuk mengelus pipi ranum wanita itu. "Kamu mengenal Rania?"Pertanyaan sederhana yang membuat Denan sedikit kelabakan. Biar bagaimanapun, ia tetap menyadari bahwa apa yang ia lakukan pasti salah di mata Flara. Ia seperti sengaja merusak rumah tangga wanita yang di depannya, dan ia khawatir kalau wanita ini akan membenci dan menjauhi dirinya untuk yang kedua kalinya. Sedangkan perasaan itu sudah kian membara. "Fla... Aku.""Aku hanya butuh jawaban iya atau tidak," sela Flara dengan cepat, seakan ia tahu apa yang akan menjadi jawaban dari Denan. "Iya aku kenal dia. Kamu tahu dari mana?""Sosial media kamu, ini."Flara mengarahkan ponselnya di depan wajah Denan. Nampak ada gambar Rania dan beberapa orang temanya di sana, mereka sedang menikmati hidan
Flashback dua puluh sembilan tahun yang lalu. Hari yang seharusnya membahagiakan untuk Lisa berubah menjadi hari yang kelam untuknya. Pagi itu, ia mendatangi rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya yang tiba-tiba saja merasa mual, lemas, letih dan mudah lelah. Wanita itu curiga bahwa dirinya sedang berbadan dua. Itulah sebabnya kenapa setelah Burhan meninggalkan rumah untuk bekerja, ia juga keluar rumah untuk memeriksakan diri. Jika memang ia hamil, ia akan memberikan surprise untuk suaminya itu. Itulah alasannya kenapa Lisa memeriksakan diri sendirian. Dan yang benar saja, dugaan wanita itu tepat sasaran. Ia sudah mengandung selama enam minggu. Masuk ke dalam ruangan dokter kandungan dengan perasaan was-was dan harap-harap cemas, namun saat keluar ruangan, senyum mengembang begitu saja di bibir ranum Lisa. Memang kehamilan ini bukan kehamilan yang pertama. Namun, kondisi seperti ini sudah ditunggu Lisa sejak dua tahun yang lalu. Keinginan Burhan untuk memiliki anak laki-laki m
"Simpan saja cintamu itu, aku mau pergi! Jangan halangi aku, Mas. Aku ingin sendiri. Berikan aku waktu untuk berpikir, berikan aku waktu untuk diriku sendiri."Salma melenggang pergi dari rumah sakit. Burhan tak mampu mengejar, ia ingin melakukannya, tapi ia sadar semakin ia mengejar Salma maka wanita itu akan semakin marah. Burhan memutuskan untuk kembali ke rumah sakit, menemui istrinya yang entah kenapa tiba-tiba saja tidak sadarkan diri. Pria itu berjalan dengan tergesa-gesa dan pikiran yang bercabang-cabang. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itulah peribahasa yang pas disematkan pada Burhan. Kedua wanita yang berada dalam genggamannya gini sama-sama sedang merajuk. Keadaan bertambah runyam saat ia tahu bahwa Lisa hamil anaknya yang kedua. "Aku mau cerai! Setelah anak ini lahir kita harus berpisah.""Lisa, nggak Lisa. Aku nggak mau. Aku khilaf, aku minta maaf.""Mana ada khilaf sampai punya anak?""Lisa kau janji nggak akan nemui dia lagi. Kalau perlu, aku akan melakukannya di