Carlen membeku di tempatnya saat Gian memanggil. Dia berdebar-debar, apakah dirinya akan bernasib sama seperti Zohan yang terkapar di lantai?“Cepat buatkan aku es teh! Si pecundang satu itu tak becus melakukan tugasnya!” Gian menatap tajam ke kakak pertamanya.Membuatkan teh? Tapi Carlen baru saja pulang kerja dan sangat lelah. Ingin segera mandi karena risih dengan tubuh lengketnya.Karena tidak mendapatkan respon dari Carlen, Gian membentak, “Kau mau kubuat kejang juga, heh? Dasar banci pesolek! Cepat buat es teh!”Terkesiap dengan bentakan Gian, Carlen tak memiliki opsi lain dan bergegas melangkah sambil menyahut, “I—iya, Gian! Ini aku buatkan! Aku buatkan!”Melinda menangis lirih sambil membantu Zohan yang mulai tersadar bangun dari lantai dan membawa anak keduanya ke sofa.Tak pernah ada dalam bayangan Melinda bahwa Gian akan membalas dendam pada dia dan kedua putranya dengan cara menyakitkan begitu, meski tindakan mereka pada Gian terdahulu pun sama menyakitkannya.Tak berapa
Ketika Carlen dan Zohan mendatangi Gian di kamarnya, remaja itu sedang berbaring di kursi malas panjang yang dibeli beberapa minggu lalu.“Kalian berdua, lekas pijat kakiku.” Gian memberi perintah sambil dia memejamkan mata.Carlen dan Zohan kembali saling pandang. Apakah mereka tidak salah dengar? Mereka berdua diperintahkan untuk memijat adik mereka? Bukankah itu sesuatu yang keterlaluan bila adik menyuruh kakaknya melakukan itu?“Ayo! Tunggu apa lagi? Ingin kusetrum, heh? Ingin jadi daging gosong dan jelek, heh?” ancam Gian sembari membuka matanya.“I—iya, Gian!” Carlen dan Zohan melonjak dan bergegas datang ke kaki kanan dan kiri Gian untuk memulai memberikan pijatan di sana. Kedua pemuda bersimpuh di lantai untuk memudahkan aksinya.“Harus enak atau kalian tak akan kembali ke kamar!” Gian memejamkan mata lagi, menikmati pijatan Carlen dan Zohan.Kedua kakaknya tak bisa berkutik dan melakukan saja apa perintah sang adik yang kini menjadi penguasa di rumah. Mereka kalau jauh dari s
Sore itu, sepulang sekolah, Gian menggunakan mobilnya untuk mengintai Alicia. Dia ingin mengawasi kencan Alicia dengan pacar barunya.Gian sudah mendapatkan jadwal kerjanya dari Gunawan bahwa dia harus ke tempat bos baru nanti malam jam 9. Maka, kini dia memiliki banyak waktu.Mobil sudah dihentikan sedikit lebih jauh dari gerbang rumah Alicia. Dia rela ada di sana sejak jam 5 sore. Dia tak boleh kecolongan! Harus mengawasi secara ketat!Gian sudah bertekad untuk merebut kembali Alicia menjadi miliknya. Dia tak tahan jika mantannya itu dimiliki lelaki lain. Rasa cintanya masih berkobar pada sang cinta pertama.Meski dia memiliki banyak selir dan pelampiasan, tak ada yang bisa menandingi Alicia di lubuk hati terdalam.Saat ini, Gian sudah berdiam di dalam mobilnya—mobil yang dia dapatkan dari hasil memenangkan adu panco dengan Logan—sembari mengunyah camilan. Dia sudah mempersiapkan banyak camilan dan minuman instan dari minimarket sebelumnya.Ketika masih mengawasi gerbang rumah Alici
Terus menunggu di tempatnya, ternyata sosok yang dikhawatirkan Gian tidak juga muncul. Rupanya Alicia hanya makan malam dengan kedua orang tuanya saja.Betapa leganya perasaan Gian melihat itu. Bahkan ketika mobil keluarga Alicia melaju pulang, dia masih terus mengikutinya, hanya untuk benar-benar yakin bahwa setelahnya tidak akan ada pemuda Timur Tengah muncul nantinya.Setelah mobil keluarga Alicia masuk ke rumah mereka, Gian mendadak saja memiliki pemikiran, “Aku akan berjaga dulu sebentar di sini sampai jam kerjaku datang.”Maka, dia tetap bertahan di dekat rumah Alicia hingga jam menunjukkan pukul 9 malam dan waktu bagi dia memulai kerja.Gian lega dan yakin di jam seperti ini, tak mungkin orang tua Alicia membiarkan anak gadis mereka didatangi lelaki mana pun.Sesampainya di tempat Gunawan, lelaki yang menjadi bos baru Gian segera memberikan perintah kerja kepada semua anak buahnya termasuk Gian.Lantas, setelah itu, Gian memarkirkan mobilnya di tempat Gunawan dan pergi dengan r
Pemuda yang berusia sekitar 25 tahun lebih itu menatap Gian yang hendak merebut keranjangnya. Melihat bahwa yang merebut ternyata memiliki penampilan seperti bocah remaja, orang itu mendelik kesal. “Kau ini! Sana pilih punyamu sendiri!”“Ingin melawanku?” Gian menggenggam pergelangan tangan pemuda itu, mengalirkan setruman di sana.“Arghh!” Pemuda itu mau tak mau melepaskan pegangannya di keranjang dan lekas diambil alih oleh Gian. Kemudian, dia menatap heran sekaligus takut usai mendapatkan setruman dari Gian.Gian tersenyum menyeringai, senang bahwa pekerjaannya berhasil dengan cepat. Lalu, dia bayar keranjang itu ke petani sebelum dia bawa itu ke mobil pengangkut milik Gunawan.Masing-masing dari anak buah Gunawan memang sudah dibekali uang yang cukup untuk membeli buah.Salah satu rekan Gian menoleh ke arahnya yang baru saja menaruh keranjang berisi buah naga. “Wah, cepat belajar juga kau, Bocah!” Dia menyeringai kagum ke Gian.Gian membalas dengan senyum kecil meski hatinya dipen
Mengetahui bahwa Alicia saat ini hanya sendirian saja di rumahnya tanpa orang tua yang sedang pergi, mendadak saja akal sehat Gian menghilang secara cepat.Dia sudah mencoba bersabar dan terus membujuk Alicia untuk kembali menjadi kekasihnya, tapi Alicia menolak dan justru menerima cinta pemuda lain.Mana mungkin Gian tidak berang? Dia yang lebih kuat dan lebih hebat dari pemuda manapun, justru ditolak!Maka dari itu, mengabaikan pengusiran Alicia, dia justru makin melangkah maju dan mendorong pintu sehingga gadis itu terhuyung ke belakang.“Gian … lebih baik kamu pulang saja, yah! Mama dan papa sebentar lagi pulang. Aku mohon, Gian.” Nada suara Alicia bergetar melihat ada kilatan misterius di mata Gian yang sepertinya tidak menandakan sesuatu hal yang baik.“Kenapa buru-buru menyuruhku pulang? Ingin mengundang pacarmu itu? Kau begitu mencintai dia? Lebih memilih dia ketimbang aku, Cia?” Ada denyut sakit di hati Gian ketika mengucapkannya. Padahal ini ucapannya sendiri.“Gian, jangan
Gian makin menggila dan ingin selekasnya memiliki Alicia, apapun caranya!Ketika dia sedang mencoba mengarahkan miliknya ke area terlarang Alicia, gadis itu menangis lirih.“Gian … hiks! Kamu kenapa sejahat ini padaku? Hiks!” Wajah Alicia sudah banjir akan lelehan air mata.“Kamu yang memaksa aku begini, Cia. Andai kamu menerima aku lagi dan tidak berpacaran dengannya. Kau dan dia juga pasti sudah sejauh ini, ya kan?” Gian meluapkan apa yang bercokol di kepalanya.“Hiks! Gian … mana mungkin aku semudah itu menyerahkan diriku pada lelaki? Hiks! Apakah aku di matamu begitu rendahan? Jangankan aku menyerahkan diri ke dia, berpacaran dengannya saja tidak, hiks! Mana mungkin aku semudah itu disentuh lawan jenis, Gian? Kamu tega, Gian … kamu keji … hiks!” Alicia menutupi wajah basahnya dengan kedua tangan, tangisnya makin memilukan. Dia mau tak mau harus bersiap akan sesuatu yang sangat buruk terjadi pada dirinya.Seketika, Gian mematung. Matanya membeku dengan mulut ternganga usai mendenga
“Me—menantu?” Mata Gian membesar ketika mendengar ucapan Wina.Gadis itu mengangguk sembari mengulum senyumnya, lalu berkata, “Ya! Papa dan mama sudah tahu hubungan kita dan mereka merestuinya.”“Tapi, aku masih anak SMA, aku belum lulus, Win!” Gian mengatakan hal masuk akal. Bagaimana mungkin dia yang belum lulus SMA malah hendak dijadikan menantu?Wina tertawa ringan menampilkan deretan gigi rapi dan putih dia yang terawat. “Tentu saja kita tidak perlu menikah dalam waktu dekat. Kita bisa bertunangan dulu, Gian.”Meski dikatakan tidak perlu menikah dalam waktu dekat, tetap saja Gian terdiam merenungkan ucapan Wina.Memiliki pasangan secantik dan menawan seperti Wina, lelaki mana yang tidak ingin? Gian juga tak mungkin menolak keberuntungan itu. Cantik, molek seksi, cerdas, baik, sopan, juga dari keluarga kaya! Kurang sempurna apa Wina?Tapi … justru Gian yang merasa dirinyalah yang tidak sempurna untuk Wina.Meski dia kuat dan mengagumkan, namun dia tak akan bisa membahagiakan Wina.