Di motel, Gian tidak bisa tidur. Dia membuka tasnya dan mengeluarkan Elang yang mengomel.“Aku sudah hendak tidur, tapi bisa-bisanya kau malah membawa pergi paksa begini. Mana bantalku tidak kau bawa pula! Kau ini idiot atau apa, sih?” Elang mencicit sambil memarahi Gian.“Maaf, maaf, Elang, aku terlalu terburu-buru dan tak sempat membawa bantalmu. Lagipula, tasku tak muat untuk itu.” Gian mencoba menenangkan kemarahan Elang. “Nanti, kalau kita keluar, aku akan membelikanmu bantal baru, yah!”Elang mendengus keras dan kemudian segera merebahkan dirinya di atas satu-satunya bantal di sana karena Gian memesan kamar dengan single bed saja.Gian menghela napas dan membiarkan Elang tidur. Justru itu bagus, karena dia tidak perlu mendengar omelan si tikus putih itu lagi.Kini, dia memeriksa tasnya. Dia keluarkan isinya. Ada emas batangan dan uang dolar milik Gunawan. Selain itu, juga ada rekening bank. Di dalamnya ada cukup banyak uang dari sang ayah dan juga uang hasil penjualan vila milik
Pada petang hari, Gian sudah berada di kedalaman hutan. Dia berlari terus hingga bertemu dengan sungai kecil. Akhirnya, dia beristirahat sebentar di tepi sungai sambil minum air sungai yang untung saja jernih.Elang keluar dari tas kecil Gian, dia mengomel, “Kau ini! Untuk apa kau punya kekuatan super kalau kau malah seperti tikus dikejar kucing?”Gian melongo mendengar ucapan Elang. Bukankah Elang sendiri merupakan tikus? Kenapa malah mengucapkan perumpamaan yang memperburuk citranya?Sadar akan kesalahan memilih perumpamaan, Elang berdehem dan sedikit menurunkan suaranya, “Bocah, kau ini kan sangat kuat, untuk apa malah lari dari mereka?”“Elang, mereka membawa pistol! Aku tak tahu apakah tubuhku kebal akan senjata api atau tidak. Tak mungkin aku menjajal terlebih dahulu mengenai itu, kan?” Gian menemukan alasan terbaik yang sangat masuk akal untuk dikemukakan pada Elang.“Hghh!” Elang sepertinya tidak memiliki sanggahan atas kalimat telak Gian. Memang benar, Gian tidak mungkin haru
Sebenarnya, Gian sendiri juga heran kenapa begitu ingin menghubungi Alicia. Padahal, itu merupakan langkah yang sangat berisiko karena bisa saja gadis itu akan melaporkan dia ke polisi usai dia hubungi.Tapi ….Ponsel sudah ditempelkan ke telinga, menunggu suara nada tunggu di seberang sana sembari hatinya berdebar-debar kencang. Gian akan ambil risiko itu jika memang harus. Yang penting, dia ingin mendengar suara Alicia.Ketika panggilan akhirnya diangkat, suara lembut Alicia berkumandang. “Halo? Halo?”Lidah Gian kelu seketika. Meski mulut membuka, namun tak bisa mengucap apapun. Sementara, di seberang sana, Alicia terus menyapa berulang kali hingga akhirnya Gian yang menutup panggilan lebih dulu.Dia menatap ponselnya sambil termenung. Andaikan saja dia masih bersama Alicia, pasti hatinya bisa lebih tenang karena Alicia pandai menenangkan dia.Tapi, kenapa dulu dia begitu ingin lepas dari Alicia? Oh, itu karena dia ingin gelar idola yang baru dia dapatkan tidak luntur. Dia memilih
Pada sore harinya, Gian masih ingin berdiam diri di hotel kecil itu sambil menyusun rencana sembari menyalakan televisi.Ketika televisi menayangkan sebuah acara bincang sore yang memiliki host beberapa selebrita, pandangan mata Gian langsung terfokus pada acara tersebut karena dia mengenali suara bintang tamunya.“Ya, saya mamanya Gian.” Itu adalah Melinda.Mata Gian membelalak ketika melihat layar di depannya. Ibunya ada di televisi? Untuk apa? Gian penuh tanda tanya.“Saya kakak pertama Gian. Nama saya Carlen.” Bahkan si sulung Carlen ada di sana pula.“Saya Zohan, kakak kedua Gian.” Terlebih, putra kedua.Satu demi satu anggota keluarga Gian memperkenalkan diri di depan kamera. Hanya Cheryl saja yang tidak ada di sana.Gian meletakkan ponselnya agar bisa fokus pada acara tersebut.“Kami … kami sangat menderita di bawah tekanan Gian.” Melinda mulai bernarasi, kemudian dia berlagak menyusut air matanya. “Kami hidup dalam ketakutan setiap harinya. Gian benar-benar tidak mengampuni ka
Andai tidak ingat akan jasa Elang padanya sebagai mentor, mungkin Gian akan melempar Elang ke jalanan sambil berkendara.Baiklah, tikus putih itu ingin tempat tidur empuk dan nyaman beserta camilan enak. Baiklah! Gian akan penuhi itu semua!Maka, dia kembali berkendara, namun bukan mencari hotel, melainkan mendatangi toko peralatan bayi.“Ya, Mas? Ingin beli apa?” tanya pramuniaga saat melihat Gian memasuki tokonya.“Saya ingin beli bantal bayi kualitas bagus, alas plastik yang bagus dan selimut yang halus lembut.” Gian tidak pernah melepas masker warna hitam yang menutupi setengah wajahnya setiap dia berinteraksi dengan orang lain dalam pelarian ini.“Oh, baiklah.” Pramuniaga segera mencarikan apa yang diminta Gian. Setelah itu, semua barang dibayar dan dibawa pergi si remaja.Setelah dari toko peralatan bayi, Gian beralih ke sebuah petshop untuk membeli makanan kucing kering kualitas terbaik.Karena mencium bau sesuatu yang disuka, Elang menyembul keluar dari tas dan naik ke bahu Gi
Di layar ponselnya, terlihat Wina sedikit kesal dan tak nyaman ketika dia malah dikejar informasi oleh wartawan yang mengerubunginya.“Tolong, jangan begini. Aku dan dia sudah lama berpisah, dan tak ada kaitan lagi. Tolong jangan kejar aku karena aku tak tahu apa-apa mengenai dia.” Lalu, Wina bergegas masuk ke dalam mobil dan meninggalkan wartawan.Gian cukup berterima kasih karena Wina tidak menjelek-jelekkan dia, tidak seperti teman-teman sekelasnya yang menggunakan ajang ini untuk merendahkan dan membuat nama Gian makin buruk.Kemudian, tak sengaja dia melihat postingan video lainnya ketika kedua kakaknya mulai diundang di beberapa stasiun televisi dan berbagai podcast. Mereka semua berkicau mengenai betapa biadabnya Gian dalam memperlakukan mereka.Tangan Gian terkepal erat. Bisa-bisanya mereka memutarbalikkan fakta! Mengatakan Gian bocah aneh sejak kecil, Gian yang kasar dari kecil dan selalu ingin dituruti?Sialan!Gian tak tahan dan dia berlari ke atas atap dan meraung kesal. S
Sulur listrik Gian sudah menempel di atas meja besar tadi dan berniat mengangkatnya. Ketika meja terangkat, alangkah senangnya Gian. Dia tersenyum lebar.Elang masih terus memperhatikannya dengan lekat.Gian kini berjuang memindahkan meja itu ke sudut lain ruangan seperti perintah Elang. Namun, baru saja meja melayang di pertengahan jalan, Gian sudah tak kuat.Bumm!Meja berdebum ketika jatuh ke lantai, mengakibatkan debu beterbangan ke sekelilingnya.Gian merosot ke lantai sambil terengah-engah. Rupanya dia sudah mencapai batas limit kekuatan fisiknya saat ini.“Huh! Latih lagi yang benar nanti setelah kau makan dan mengumpulkan tenaga!” Elang kembali ke rooftop dan mendapati tempat itu sudah bermandikan cahaya matahari.Ketika Gian tiba di rooftop, Elang berkata, “Bocah, sediakan tempat berlindung yang nyaman! Atap ini hanya nyaman ketika malam saja, tidak ketika matahari sudah muncul!”“Ya.” Dengan tenaga lemas, Gian menyahut, lalu membereskan tempat tidur Elang untuk dicarikan tem
Menjadi monster.Memang tidak sampai berubah fisik seperti monster yang ada di film-film, tapi ini lebih ke karakter dan kemampuan saja.Gian mengirup napas panjang. Dia sudah sangat disalahpahami oleh banyak orang. Dia telah dihujat sebagai anak durhaka dan disebut monster.Tak ada lagi celah baginya untuk menjelaskan mengenai dirinya di hadapan masyarakat yang telah terlanjur tercuci otak oleh orang-orang yang membenci dia.Hm, sepertinya saran dari Elang tidak ada salahnya juga.“Nah, kau sudah paham sekarang, Bocah?” Elang melirik Gian yang sepertinya telah menelan dengan baik nasehatnya.Gian mengangguk, dia memang tidak bisa menghindari takdir menjadi monster apabila keadaan sudah sejauh begini.“Kalau begitu, kita tidak perlu lagi bersembunyi seperti tikus got, tak perlu lagi bersembunyi seperti pengecut dan pecundang, kau mengerti, Bocah? Kau ini spesial dan hebat, untuk apa malah mengalah pada mereka yang ingin merendahkanmu? Apakah kau ingin seumur hidup direndahkan?” Elang