Alicia kemudian menjawab dengan sikap malu-malu, “Y—yah … kamu memang ganteng, sih sekarang. Apa kamu pakai skin care secara rutin?”Gian buru-buru menggeleng sembari menjawab, “Mana mungkin aku paham hal semacam itu, Cia. Ini … kamu tahu kan itu aku.” Dia seakan memberi kode dengan bahasa tersamar.Alicia tadinya tak paham tapi kemudian dia mengerti, “Oh … kekuatanmu?” Suaranya melirih agar tidak didengar orang di sekitarnya.Kepala Gian mengangguk mengiyakan tebakan Alicia. “Iya, gara-gara itu.”“Wah! Luar biasa sekali, Gian! Karena hal semacam itu bisa mengubah penampilan kamu! Skin care jadi merugi kalau semua orang punya itu, yah! Ha ha ha!” canda Alicia.Gian tertawa ringan. “Ha ha ha! Semoga hanya aku saja agar pabrik skin care tidak merugi.”Tak berapa lama, pesanan datang.“Kamu tak apa-apa makan lagi, Gian?” tanya Alicia sambil bersiap makan usai mencuci tangannya.“Tak masalah. Aku ini kan lelaki, maka harus kuat makan!” Gian mengangkat lengannya seperti binaraga sambil men
Gian meneguk ludah, menanti jawaban Alicia. Apakah gadis itu bersedia menjadi pacarnya? Atau ….“Kita keluar dulu dari sini, yuk!” Alicia mendadak mengatakan itu.Hati Gian mencelos seakan baru dihantam godam raksasa. Apakah ini artinya dia ditolak? Wajah penuh harapnya berangsur-angsur meredup cahayanya.“Baiklah, ayo!” Gian berjuang menata remuk hatinya. Dia ternyata tak berhasil.Keduanya lekas keluar dari toko buku dan Gian sudah mulai lunglai saat berjalan di sisi Alicia. Tapi, gadis itu justru tersenyum simpul.“Aku ingin main di taman rekreasi, boleh Gian?” tanya Alicia sambil menoleh ke Gian di sisinya.Gian membalas tatapan Alicia dan mengangguk lemah, “Ahh, ya, tentu boleh. Ayo!”Motor dilajukan Gian ke sebuah taman rekreasi malam yang masih ramai oleh beberapa pengunjung. Orang-orang itu suka menaiki kincir raksasa sambil memandangi panorama malam di kota dari ketinggian.Namun, Alicia tak mau naik kincir angin dan ingin menyusuri dulu jalanan di taman rekreasi.Menoleh ke
Gian masih termangu sambil memegang pipi yang baru saja dikecup Alicia. Namun, dia segera tersadar ketika kekasihnya memanggil lagi agar dia bergegas ke wahana kincir raksasa. Saat keduanya sudah berada di salah satu kapsul kincir raksasa, Gian mengamati Alicia yang asyik menatap panorama kota dan juga sesekali kepalanya menengok ke bagian bawah melihat pemandangan di bawah kincir sana. Setelah puas, Alicia mendongak ke Gian yang duduk di depannya. “Gian, kamu suka naik kincir raksasa begini?” “Suka. Tapi … ini adalah kali kedua aku naik hal seperti ini.” Gian sembari tersenyum kecut ketika mengatakannya. “Baru dua kali? Kapan saja?” Alicia tidak menahan rasa terkejutnya. Dia saja sudah puluhan kali naik kincir raksasa, tak hanya di Indonesia tapi juga kincir raksasa di wahana luar negeri jika dia berlibur dengan keluarganya. “Pertama, dengan ayahku saat aku berumur … mungkin 5 atau 6 tahun, aku agak lupa. Dan yang kedua adalah ini, denganmu.” Sekali lagi, senyum kecut itu muncul
Sudah belasan menit Gian bergelantungan di besi kincir raksasa menggunakan satu tangan sementara tangan lainnya memeluk Alicia yang menempel padanya seperti koala. Dia belum berhasil mencapai tempat untuk kakinya berpijak.Mungkin jika dia tidak membawa Alicia, dia dengan mudah bergelantungan dari satu besi ke besi lainnya seperti monyet pada dahan pohon. Tapi tentu saja dia tidak bisa begitu karena Alicia pasti akan menjerit ketakutan.Maka, yang bisa Gian lakukan hanya menggeser pelan, inci demi inci pegangan tangannya dengan cara dipantulkan perlahan-lahan. Itupun Alicia sudah mulai mengerang ketakutan tanpa berani memindahkan wajahnya dari ceruk leher Gian.Tak berapa lama, mobil pemadam kebakaran datang. Para petugasnya menatap ngeri ke Gian yang masih di atas berpegangan satu tangan pada besi.“Bocah! Tahan, ya! Kami segera ke sana!” Petugas pemadam kebakaran segera memanjangkan tangga untuk menggapai mereka, namun ternyata itu masih kurang panjang sehingga tidak menjangkau temp
Gian memberikan sangkalan ketika teman-temannya bertanya apakah dia berpacaran dengan Alicia. Dia dan Alicia memang sepakat untuk merahasiakan hubungan mereka dari teman-temannya agar tidak menimbulkan kehebohan.Selain itu, keduanya juga sepakat hanya akan menunjukkan kemesraan mereka di luar jam sekolah saja dengan kencan-kencan nantinya.Mendengar penyangkalan Gian, ada yang bernapas lega, ada juga yang masih mengerutkan kening karena belum yakin sepenuhnya.“Tapi, aku sungguh merasa Gian ini sangat hebat. Katanya kamu sampai hampir satu jam bergelantungan di atas kincir, yah Gian?” Imelda menatap penuh rasa kagum.“Oh itu, iya, he he ….” Gian menggaruk belakang kepalanya dengan sikap canggung.“Ya ampun, idolaku ini!” seru Sonia sambil memberikan tatapan memuja ke Gian. “Sudah ganteng, eh ternyata kuat pula! Benar-benar idola kesayangan!”“Lenganmu kuat sekali, ya ampun!” Emilia tanpa ragu memegang lengan Gian dan meremas-remasnya. Yang lain segera mengikuti tindakan itu, malahan
Seminggu berlalu, hubungan Gian dan Alicia baik-baik saja tanpa ada ketegangan atau friksi lainnya.Hanya saja, Gian semakin populer di sekolah. Surat cinta kian banyak diberikan untuknya entah secara diam-diam maupun terang-terangan. Dari siswi kelas 1 sampai kelas 3, semua ingin mendapatkan perhatiannya.Sebagai kekasih yang tidak terungkap di publik, Alicia benar-benar harus meluaskan samudera kesabarannya. Matanya harus diupayakan selalu sejuk setiap melihat para gadis terus menempeli kekasihnya.“Cinta, hati, dan perhatian aku hanya untukmu saja, kok Cia!” Gian kerap mengatakan ini setiap mereka bertemu di luar sekolah.Seperti malam ini, Gian pergi ke rumah Alicia untuk mengajak gadis itu makan malam. Karena dia pernah melindungi dan menyelamatkan Alicia dengan begitu dramastis di kincir raksasa, kedua orang tua Alicia tidak keberatan dengan kedatangan Gian setiap malam menemui Alicia.“Cia, malam ini ingin makan apa?” tanya Gian sambil menoleh ke samping ketika mereka sudah ber
Meski begitu, tetap saja Marsel merasa kaget sekaligus sakit ketika punggungnya mendapatkan sensasi setruman. “Arrghh!” Dia berteriak sambil menjauh dari Gian.Tatapan mata Marsel ganas ketika dia menoleh ke Gian. “Kau! Berani kau denganku, yah! Cari gara-gara dengan anak kampung ini, hah?”Pengunjung lainnya tidak mengambil peduli dengan apa yang sedang terjadi di meja Alicia. Entah mereka sungguh tidak peduli, atau takut terlibat saja.Marsel mengira, Gian membawa alat kejut listrik semacam stungun atau taser. Dia begitu marah dirinya dilukai dengan setruman.Dayat dan Alex ikut melotot ganas ke Gian. Mereka tak terima kawan mereka dipecundangi.“Tolong menyingkir dari sini, kakak-kakak sekalian.” Gian berkata pada ketiga pemuda itu. Setelah dia mengamati sekeliling dan mendapati sikap diam pengunjung dan pemilik warung, dia segera memiliki asumsi bahwa orang-orang di sini takut pada ketiga pemuda itu.Bisa jadi Marsel, Dayat, dan Alex sudah biasa mengganggu pengunjung di area ini,
Wajar bila Alicia takut, karena si kakak besar itu memang tak hanya sebutan saja melainkan tubuhnya juga besar dan kekar, penuh akan tato di semua lengannya, menambah seram penampilannya ketika hanya mengenakan kaos singlet begitu.Sementara, ketiga pemuda preman dan anak buah si kakak besar diam menanti pertunjukan menarik ketika pemimpin mereka akan menggilas Gian dengan benar.“Salam, Bos Gian!” Si kakak besar malah membungkukkan badan ke Gian. Benar-benar membungkukkan badan sampai 90 derajat dengan sikap tegas mirip seperti orang Jepang ketika memberi salam hormat kepada seseorang yang sangat dijunjung tinggi.Pemandangan itu tidak bisa diterima akal waras semua anak buahnya di sana, bahkan ketiga pemuda itu menangis darah di hati mereka. Kenapa kakak besar kebanggaan mereka malah bersikap demikian pada bocah yang bahkan lengannya saja berukuran sepertiga dari lengan kakak besar mereka?“Benu.” Gian mengucapkan sebuah nama.“Ya, Bos Gian!” Benu sekali lagi membungkuk hormat ketik