Gita sangat menyukai Gerry, pria muda yang menurutnya sangat baik dan menyenangkan. Dia menuntun Gerry untuk duduk di atas sofa, kemudian dia mengambil amplop coklat berisikan uang dari dalam lemarinya dan memberikannya kepada Gerry."Ini gaji aku, Tan? Beneran gaji aku?" tanya Gerry.Gerry merasa jika uang yang Gita berikan sangatlah banyak, dia bisa berkata seperti itu karena amplop yang diberikan Gita terlihat begitu tebal.Dia merasa jika dirinya tidak pantas mendapatkan uang sebanyak itu, gaji sopir pribadi atau asisten pribadi rasanya tidak akan sebanyak itu.Apalagi dia hanya bekerja paruh waktu, rasanya Gita terlalu berlebihan terhadapnya. Gerry merasa tidak enak hati, walaupun nyatanya dia adalah kekasih dari wanita itu."Iya! Ambillah, Gerry. Buat keperluan kamu yang lainnya," ucap Gita mengiyakan.Gerry kembali melihat amplop yang diberikan oleh Gita, rasanya dia tidak pantas mendapatkan uang sebanyak itu. Selama satu bulan ini, Gerry hanya menjadi sopir dari Gita. Dia juga
Ah! Gerry benar-benar merasa tidak percaya dengan apa yang ditanyakan oleh Gita, karena bisa-bisanya wanita itu mengatakan hal yang tidak terduga baginya.Gita yang melihat Gerry hanya diam saja merasa kesal, dia langsung menggoyang-goyangkan pinggulnya karena merasakan milik Gerry yang sudah menggeliat dari tidurnya.Gerry memejamkan matanya, dia sedang merasakan kenikmatan yang baru saja dia rasakan. Walaupun tidak bersentuhan secara langsung, rasanya sangat nikmat. Lebih dari saat dia melakukan solo karir.Otak kecilnya bahkan langsung bertraveling memikirkan hal yang selalu dibicarakan oleh Gilang, hal yang bahkan belum dia cicipi sama sekali dan belum dia ketahui rasanya seperti apa."Gerry! Kamu mau, nggak nikahin Tante?" tanya Gita untuk yang kesekian kalinya.Buyar sudah lamunan Gerry, dengan cepat dia membuka matanya dan menatap wajah cantik Gita. Wanita yang dia suka dan dia sayang, wanita yang dia cintai.Gerry memang tulus mencintai Gita, tetapi untuk menikah, dia belum me
Gita benar-benar merasa tidak sabar, dia sudah seperti anak abege yang banyak maunya dan banyak menuntut. Tidak sabar dan apa yang menjadi keinginannya harus segera terpenuhi."Kenapa harus siang kenapa tidak pagi aja? Kalau nggak sekarang aja, bisa nggak?" tanya Gita yang terlihat tidak sabar.Gerry langsung tertawa mendengar apa yang Gita katakan, ini sudah malam rasanya tidak baik jika Gita datang ke rumah Ibunya. Sikap Gita benar-benar seperti anak kecil yang tidak sabar, tidak sabar dalam meminta dibelikan mainan baru."Bukannya seperti itu, ini sudah malam. Waktunya kamu istirahat, kalau pagi-pagi emak sibuk jualan gorengan sama mie rebus. Kadang banyak yang mesen kopi, jadi siang aja oke?" pinta Gerry.Selepas subuh mak Odah sudah sangat sibuk dengan kegiatannya, jika Gita datang di pagi hari. Gerry khawatir jika kekasihnya itu akan mengganggu kegiatan ibunya.Gita mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju, dia paham jika Ibu dari Gerry di pagi hari akan sangat sibuk. Karena
"Loh, tabungan dari mana? Selama ini ongkos kamu aja cuma gocap doangan loh, bagaimana bisa kamu punya tabungan?" tanya Mak Odah penasaran.Mendengar akan hal itu, mak Odah benar-benar takut jika Gerry melakukan hal yang tidak tidak di belakangnya. Dia takut jika putranya melakukan dosa yang menghasilkan uang di belakangnya.Terlebih lagi ketika dia teringat akan Gerry yang pernah melakukan hal yang tidak baik di dalam kamar mandi, hal itu membuat mak Odah takut jika putranya menjadi seorang pria pemuas.Maka dari itu putranya bisa menghasilkan banyak uang, ketagihan dari hal yang awalnya hanya coba-coba menjadi sebuah profesi yang menghasilkan uang banyak."Beneran? Kamu tidak melakukan hal yang aneh-aneh, kan?" tanya Mak Odah memastikan.Dia benar-benar takut jika Gerry melakukan hal yang salah, Gerry adalah putra semata wayangnya. Dia tidak mau Gerry terjerumus ke dalam jurang kenistaan.Zaman sekarang bukan hanya anak perempuan yang rela menjadi ayam kampus dan menjajakan dada dan
Selepas kepergian Gerry, Gita yang sudah tidak sabar datang dengan wajahnya yang begitu ceria. Dia duduk dengan anggun di bangku rotan yang ada di depan rumah mak Odah.Gita sempat bertanya kepada tetangga mak Odah, kenapa rumah calon mertuanya itu sangatlah sepi. Setelah tahu jika mak Odah sedang ke pasar, dia menunggu kedatangan mak odah dengan sabar."Seharusnya aku tidak perlu bertanya, karena Gerry sering bercerita tentang ibunya. Kalau pagi-pagi seperti ini pasti wanita itu sedang ke pasar, aku saja yang terlalu terburu-buru."Sesekali dia terlihat menelpon sang kekasih hatinya, sayangnya tidak diangkat juga. Gita sempat menyangka jika Gerry masih tidur, tetapi itu tidak masalah baginya.Karena tujuan Gita datang ke sana, memang untuk menemui mak Odah. Dia akan bersungguh-sungguh untuk meminta restu kepada Ibu dari Gerry tersebut.Gita bahkan sudah bertekad di dalam hatinya, dia tidak akan pulang sebelum mendapatkan restu dari mak Odah. Karena wanita itu benar-benar bersungguh-s
Semuanya dirasa begitu rumit bagi mak Odah, semuanya serba mendadak dan mengagetkan. Sungguh dia merasa tidak percaya jika kali ini putranya meminta restu kepada dirinya untuk menikah.Padahal, dia berharap jika putranya itu akan kuliah terlebih dahulu dengan benar. Dia ingin melihat putranya menjadi sarjana, bukan menikah di saat masih kuliah.Namun, mak Odah kembali berpikir. Jika dia melarang Gerry untuk menikah, dia takut jika putranya justru akan melakukan hal yang tidak tidak di belakangnya bersama dengan Gita."Iya, Mak. Jadi, apakah boleh Gerry menikahi tante Gita?" tanya Gerry.Gerry menatap wajah ibunya dengan lekat, sungguh dia takut jika mak Odah akan mengatakan hal yang tidak diinginkan.Mak Odah menghela napas berat, lalu wanita itu teringat akan anak dari Gita yang umurnya sama dengan Gerry. Karena mak Odah masih sangat ingat jika Gita memiliki anak dengan usia yang sama dengan putranya."Emak sih boleh saja, bagaimana dengan neng Gendis?" jawab Mak Odah disertai pertan
Gita ingin terlihat cantik dan juga sempurna, dia juga ingin mendapatkan pengakuan dari Gerry kalau dirinya cantik."Tante cantik nggak, Sayang?" tanya Gita dengan antusias. Mendengarkan pertanyaan dari Gita, Gerry nampak memindai penampilan Gita dari atas kepala sampai ujung kaki. Gerry terlihat mengerutkan dahinya dengan bibir yang mengerucut, hal itu membuat Gita was-was dibuatnya.Gita benar-benar takut jika Gerry tidak menyukai penampilannya, terlebih lagi memang usianya lebih tua dari Gerry. Dia bahkan sempat ilfil jika Gerry akan memutuskan pernikahan mereka, karena menyesal sudah memilih wanita tua seperti dirinya."Cantik ngga, ya?" tanya Gerry seraya mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuknya.Mendengar pertanyaan seperti itu dari Gerry, hati Gita benar-benar ketar-ketir. Dia takut jika Gerry akan mengatakan dirinya tidak cantik, dirinya sudah tidak pantas menjadi pengantin.Seharusnya Gita menikahkan Gendis dengan pria muda seperti dirinya, bukan dia yang menikahi Ger
Gendis merasa jika inilah waktunya untuk Gita berbahagia, jika dia membiarkan Gita pergi berduaan saja dengan Gerry, dia yakin Gita bisa benar-benar memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya bersama pria yang kini menjadi ayah sambungnya itu.Pria muda yang kini menjadi ayah baginya, teman dan juga tempat sharing baginya. Gerry, pria yang dia rasa lebih baik dibanding dengan ayah kandungnya.Karena pria yang bernama Ganjar itu tidak pernah sama sekali berusaha untuk mendekati dirinya, setidaknya untuk menyapanya walaupun hanya sesekali saja."Hem, Mom berangkat ke puncak dulu," pamit Gita.Setelah mengatakan hal itu Gita langsung menolehkan wajahnya ke arah Gerry, dia tersenyum lalu berkata."Ayo, Sayang," imbuhnya seraya menarik lengan Gerry dengan lembut."Ya, Sayang."Baru saja Gita hendak pergi dengan Gerry, seorang pria bertubuh tinggi tegap dengan perut yang sedikit menonjol menghampiri Gita dan juga Gerry."Gita, aku datang. Selamat atas pernikahan kamu, aku harap kamu bisa baha