"Tolong, jangan hakimi dia." Saya sudah ikhlas. Yang terpenting sudah tau orangnya," Ucap Agus. Ia tampak kasihan kepada Bunga."Kamu ini tolo* sekali. Sudah jelas-jelas dia melakukan, hal yang tidak manusiawi. Kalau cuma anakmu yang jadi korban nggak masalah. Gimana kalau anak kami nanti juga ikut dibuatnya seperti itu!" Pekik warga."Aku nggak salah! Aku dijebak Atika." Pekik Bunga. Dirinya sudah terpental-pental dihujami batu, dan tanah. Bahkan ditendang."Sudah, kubur dia hidup-hidup. Tidak usah dibakar. Karna kalau dibakar nanti kita, yang repot." Ucap mereka serempak."Bunga sudah mengeluarkan darah, dari jalan lahirnya. Sepertinya akibat benturan, dan tendangan, yang warga lakukan. Termasuk ibu-ibunya."Kubur saja." Pekik mereka. Setelah lubang digali, mereka mencampakan Bunga kedalam lubang itu. "Brukhh," Bunga berhasil mereka campakan kedalam lubang itu. Tubuhnya tidak berdaya sama sekali. "Jangan dibakar!" Pekik seseorang, kepada salah satu warga yang menyiram minyak tanah
"Ayok sebaiknya kita bawa Mail," Diwan segera mengeluarkan mobilnya, dari bagasi rumahnya."Mas, maafkan aku ya! aku sudah membuatmu repot." Lirih Atika. Ia duduk disebelah Diwan.Sesampainya di rumah Atika! Ia segera turun, dan menggendong tubuh munggil Mail. Atikapun segera mengemas barang-barang Mail, yang dibutuhkan disana."Sudah kamu siapkan semua?" Tanya Diwan."Sudah Mas, sebaiknya kita pergi sekarang." "Mail mau dibawa kemana?" Tanya Mail. Matanya terbuka saat Diwan, menggendongnya."Kita kerumah sakit besar ya!" Lirih Diwan."Mang! Mail nggak apa-apa kok. Mail cuma mau ditemani ibuk aja." Lirih Mail.Seketika Atika, dan Diwan saling bertatap mendengar penjelasan Mail. "Ibu akan menjagamu nak. Ada Mang, Diwan juga kok." Ucap Atika. Mereka segera membawa Mail.Mail ditidurkan dikursi belakang, sedangkan Atika duduk didepan, disamping Diwan. "Kamu sudah makan?" Tanya Diwan. Setelah sekian puluh menit hening."Sudah! Mas." "Syukurlah. Aku minta maaf ya!" Ucap Diwan. Namun pand
"Mbah! tolong jangan ganggu saya. Saya nggak akan melanggar janji Mbah." Atika berucap sembari menutup matanya."Atika!" Tiba-tiba Diwan sudah berada disampingnya. "Mas!" Atika memeluk Diwan dengan sangat erat. Tubuhnya keringat dingin, dan gemetar."Kamu kenapa?" Diwan terheran."Eh, maaf Mas! aku nggak sengaja. Itu tadi aku lihat ada kecoak." Ucap Atika bohong."Kecoa?" Diwan mengeryitkan keningnya. Baru kali ini, ia melihat Wanita takut dengan kecoak. "Kamu lapar?" Diwan mengalihkan pembicaraan. Ia begitu risih dipeluk Atika. Karna ia memang bukan tipe lelaki yang sembarangan memperlakukan wanita."Aku!" Atika menghentikan kata-katanya. Belum sempat menjawab cacing diperutnya sudah berbunyi. Karna memang dari sore ia belum makan."Tuh, kan! kamu lapar. Kita makan dikantin saja ya!" Diwan menarik lengan Atika.Atika tidak bisa menolak. Karna nyatanya memang ia, sangat nyaman bila tanganya digenggam Diwan."Mas! aku mau tanya." Ucap Atika serius."Tanya apa?" Ucap Diwan sembari men
"Kamu gila? jangan-jangan kamu sekongkol, dengan Atika, dan bukan wanita kemarin pelakunya?" Pekik Agus."Pelakunya emang dia. Maksut aku kalau ada, yang niat beli lagi aku mau Carikan," Ujar Dara."Nggak usah Gila kamu Dek! kamu itu sudah keterlaluan. Anak sendiri dikorbankan." Pekik Agus lagi."Aku bukan mengorbankan anak. Tapi aku cuma mau, yang terbaik untuk anakku. Kalau nggak begitu kamu Nebus dia kemarin di bidan pakai apa? kamu punya uang." Timpal Dara."Terbaik untukmu. Bukan untuk, anak kita.""Sudahlah Mas, aku males debat denganmu. Nggak guna banget.""Sabar ya, nak! besok Bapak akan bawa kamu berobat."Lirih Agus. Ia terus menimang anaknya, yang masih tetap menangis."Pagi-pagi""Anak ibu sudah boleh pulang! panasnya sudah turun. Tolong pola makanya dijaga, dan jangan dulu kecapean," Ucap Dokter, yang menangani Mail."Terimakasih Dok!" Atika segera mengemas pakaian Mail, dan barang-barang yang ia bawa kemarin."Makasih ya Mas! aku sudah merepotkan mu." Lirih Atika. Ia mer
"Rasain dia. Kalau perlu jangan menikah lah, tapi diusir. Aku yakin dia lebih baik pergi daripada menikah, dengan Diwan, karna aku tau dia pasti Orangnya nggak enakan," Ucap Yuni. Ternyata Yuni sekongkol, dengan Wanda. Atika, yang mendengar ucapan Yuni segera menghampiri Yuni kewarung itu. "Siapa bilang aku nggak akan menikah? aku akan menikah, dengan mantan suamimu. Aku dan mantan suamimu saling menyukai," Sahut Atika.Wanda, Yuni, dan yang lain terpelongo saat mendengar ucapan Atika barusan. "Jangan kurang ajar kamu! mending kamu pergi sari sini." Bentak Yuni."Kamu itu sudah ditalak 3 kenapa masih mengurusi hidup kami? mau kami mesum, mau kami kasmaran, nggak ada urusan lagi sama kamu. Kamu itu cuma mantan, yang udah ditalak 3, atau kamu mau aku suruh Diwan menalakmu 10," Ucap Atika datar."Berani sekali kamu." Jemari Yuni mengepal, dan hampir saja melayang kewajah Atika."Ayo, bikin agar aku mudah menuntutmu." Ancam Atika."Sombong! baru kaya sebentar sok," Pekik Atika."Aku waja
"Mas, aku mohon jangan menikah, dengan Atika. Aku masih sayang sama kamu Mas," Yuni menarik lengan Diwan, dan berlutut dikakinya. "Lepas! aku nggak bisa Yun. Kamu ini kenapa sih? kemaren kamu itu sudah membuat aku kecewa, dengan sikapmu. Sekarang kamu mengemis seperti ini." Jawab Diwan. Ia tidak menatap Yuni sama sekali. "Sudahkah Mas, bairkan dia. Itu penghulunya sudah menunggu kita," Ucap Atika. Ia tampak cantik sekali, menggenakan kebaya putih, hasil jahitan ya sendiri."Aku nggak izinkan Ti! dia suamiku," Pekik Yuni. Matanya menatap tajam kearah Atika. Buliran bening mengalir diwajahnya."Apa hak kamu? kamu itu cuma sampah. Ingat ya. Sekali lagi kamu buat kerusuhan, aku nggak segan-segan mengehempaskanmu dari sini." Lirih Atika datar."Mas, tolong Mas! jangan menikah dengannya. Kita bisa omongkan baik-baik," Ucap Yuni. Belum sempat Diwan membalas ucapan Yuni, tiba-tiba Sandi datang, dengan wajah yang tidak dapat diartikan."Atika, kamu mau menikah?" Sandi menatap penuh, dengan r
3 Hari Kemudian"Kamu harus hati-hati. Karna saat ini ada yang sedang memata-mataimu."Ucap Mbah Rondo. Atika, dan Mbah Rondo sedang berada dikamar rahasia Atika."Siapa Mbah?" Tanya Atika. Ia begitu ingin tau, dan penasaran."Nanti kamu akan tau sendiri. Saya cuma ngingatkan. Jangan sampai kamu mau berhubungan lebih, dengan suamimu itu. Atau kamu akan tau akibatnya. Saya tidak suka denganya, dan saya menyetujui permintaanmu waktu itu, hanya untuk sekedar suka, dan bukan menikah." Jawab Mbah Rondo."Baik, Mbah. Saya tidak akan melanggarnya.""Dan ingat kamar ini hanya untuk, saya. Tidak boleh ada yang masuk selalin kamu. Bisik Mbah Rondo.Setelah Mbah Rondo pergi, Atika segera keluar dari kamar itu. Namun tidak sengaja melihat Diwan yang sedang duduk di sofa ruang tengah Atika.Jantung Atika deg-degan, ia berharap tadi Diwan tidak mendengar obrolanya."Ngapain Mas? kok belum tidur?" Tanya Atika.Diwan hanya diam, ia duduk membelakangi Atika. "Mas! Atika lagi-lagi heran karna tidak ada
Setelah pulang dari kota, Atika merebahkan tubuh, moleknya disofa rumahnya. Sembari menatap langit-langit rumahnya yang sudah selesai sempurna. Ia teringat kepada Dimas. Selama ini ia selalu pandai menyembunyikan rasa sakitnya saat kehilangan Dimas. Namun ia bukan wanita yang terlalu kuat, saat malam hari tiba ia juga sering menangis, dan teringat kepada Dimas. Apalagi saat terahir Dimas menghembuskan nafas terakhirnya dirumah lamanya, dengan cara teragis."Andai saja kamu masih ada nak! kamu sudah bahagia sekarang. Kamu anak baik, dan layak mendapat kasih sayang lebih." Lirih Atika. Tidak terasa buliran beningpun ikut serta menemani kesedihannya.Dari ujung pintu, Diwan menatap kesedihan Atika. Ia sedikit binggung, kenapa Atika pulang-pulang menangis. "Kamu baik-baik saja?" Tanya Diwan."Eh, aku baik-baik saja Mas. Kamu nggak kerja?" Atika mencoba menyapu buliran beningnya."Aku barusan dapet telepon dari kantor. Katanya aku diliburkan 2 hari ini." Ucap Diwan."Ooh, kamu sudah makan?