Merasakan kehangatan tangan Ruster. Air mata Romeo langsung jatuh dari kedua matanya. Ia menggenggam jemari Ruster dan mengecupnya berkali-kali. Karena kesedihan kali ini tidak di buat-buat olehnya. Romeo merasa sungguh lega dan bahagia, melihat Ruster membuka kedua matanya.
Melihat nampan di atas nakas, Ruster bisa menebaknya. Jika ia harus makan, agar bisa mempunyai tenaga lagi.
“Aku bisa sendiri,” ucap Ruster lemah.
Romeo menggeleng pelan, lalu mengambil mangkuk dan mulai menyuapi Ruster makan. Melihat Ruster yang sangat lemas membuat hati Romoe tersakiti. Apa yang ia lakukan, hingga Ruster sakit dan ia terlambat mengetahuinya. sesat ia memaki dirinya sebagai suami yang tidak berguna. berbeda dengan Raven yang cepat menyadari.
Ruster memandangi suaminya yang telaten menyuapinya, di pandanginya tubuh atletis Romeo yang hanya di balut kaos biru muda. Entah mengapa, melihat Romeo yang di depannya. Semakin membuat Ruster semakin panas.
Otot len
“Ven, kau marah?” tanya Romeo yang tidak nyaman dengan perasaanya atas sikap Romeo. “Marah? Kenapa harus marah?” balas Raven dengan acuh tak acuhnya. Ia langsung masuk ke dalam kamar mandi. Romeo duduk di pinggiran ranjang dengan mengusap wajahnya dengan kasar. “Ven… kenapa kau berubah," batin Romeo. Di dalam kamar mandi, Raven semakin merencanakan segala rencana liciknya untuk membuat Ruster mengakuinya. Sebelum Romeo terjerat cinta dan akan berakhir menyedihkan. Nafas Raven semakin memburu dan hal ini membuat dadanya terasa sesak. ia semakin sakit kepala, setiap kali mengingat prilaku Romeo padanya. *** Berapa hari kemudian, Ruster perlahan-lahan sembuh dari demamnya. Ia sudah mulai beraktivitas seperti biasanya dan bersyukur ia tidak perlu melihat iparnya. Karena belakangan ini, iparnya pulang tengah malam dan keluar sangat pagi-pagi. entah apa yang di lakukan oleh iparnya, Ruster sama sekali tidak mahu tahu. Untuk m
Di luar dugaan Ruster, Raven benar-benar menunggu dirinya di luar toilet wanita dengan pandangan tajam. Mengawasi dirinya agar tidak melarikan diri kemanapun. Meskipun banyak wanita yang terpesona padanya, Raven tidak perduli. Karena yang incar hanya satu yaitu Ruster. Wanita yang harus ia singkirkan dari sisi Romeo. sebelum Romeo menjauhinya karena wanita ini. Tatapan mata Raven ke arah Ruster yang sudah keluar dari dalam toilet wanita. Ia langsung berjalan mendekati Ruster dan merangkul pinggulnya. Kemudian berjalan kesalah satu toko yang menjual lingerie sexy. Dengan cepat, Raven menarik langkah Ruster dan membawanya masuk ke toko lingerie. Pipi Ruster memanas, ketika melihat begitu banyak pakaian seksi di depannya yang menurutnya sungguh tidak pantas ia kenakan. “Kamu boleh ambil dan beli apapun yang kamu mau di sini,” bisik Raven ketika berdiri di belakang Ruster. Tubuh Ruster menegang, ia tidak mau membeli pakaian seperti ini. “B
“Makan dulu, aku ingin makan berdua denganmu. Kita tidak pernah makan di luar bersama-sama,” ujar Ruster yang merangkul pinggang Romeo untuk menghilangkan kecurigaan Romeo terhadap dirinya yang kenapa bisa bersama dengan Raven. Romeo memikirkan apa yang di katakan oleh Ruster memang benar. Ia tidak pernah mengajak Ruster untuk makan berdua di luar selama menjalani pernikahan palsu. “Maaf, aku lupa. Lain kali tidak akan lagi,” ujar Romeo lirih dengan mengecup kening Ruster sebagai permintaan maafnya yang tidak pernah bersikap romantis kepada Ruster. “Tidak apa, aku tahu kamu pasti sibuk,” balas Ruster dengan mencium rahang Romeo dengan ciuman mengoda. Dari toko pakaian pria, Raven melirik keduanya dengan tangan mengepal kuat sampai mengeluarkan bunyi-bunyi. “Sialan, Devan Holland mengagalkan rencanaku. semua yang aku persiapkan gagal semua,” maki Raven dalam hati. Secara bersembunyi-sembunyi Raven mengikuti keduanya dari belakang. Tetib
Romeo menarik pelan puncak dada Ruster yang masih terbungkus bra. Menyubitnya sesekali sampai membuat Ruster mendesah kuat. "Ah Meo..." ucap Ruster yang meremas rambut Romeo. sentuhan dan tarikan rambut di kepala semakin membuat kobaran api gairah yang ada pada Romeo membara hebat. Tanpa berlama-lama lagi, Romeo segera melepaskan pakaian Ruster dengan cepat. Kemudian membuangnya secara asal. Kedua matanya seindah biru langit menggelap. Tubuh Ruster memang paling membuatnya bernafsu seperti ini. "Kau siap, Sayang?" ucap Romeo yang mengusap salah satu paha Ruster pelan, lalu semakin lama semakin naik. Membuat mata Ruster reflek terpenjam untuk menikmati sensasi yang di berikan oleh Romeo yang merupakan suaminya. Hingga akhirnya, Romeo berhasil meloloskan kedua jarinya ke dalam liang inti Ruster. Mengocok intinya dengan tempo pelan hingga ke tempo cepat, lalu semakin cepat dan cepat tanpa jeda, membuat Ruster mendengus kenikmatan. Bibir Romeo men
“Semua data sudah di ruang kerja anda, termasuk tiket pesawat dan hotel. Lebih baik anda mandi sekarang. Supaya tidak ketinggalan pesawat untuk ke Hawai,” perintah Jack dengan nada menekannya. Mata Raven terbelalak dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh asisten pribadinya barusan. "Kau serius?" tanya Raven yang sulit percaya dengan perkataan Jack. "Apa saya pernah bercanda dan lalai mengerjakan tugas?" tanya Jack balik dengan wajah dinginnya. Raven tahu Jack selalu sempurna dalam mengerjakan sesuatu. "Jika anda tidak jadi pergi juga tidak apa," ucap Jack yang berjalan menjauh dari hadapan Raven. Raven segera berlari cepat ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari bau keringat dan saat ia keluar dari dalam kamar mandi. Semua baju sudah rapi termasuk isi koper. Raven tersenyum memuji kehebatan Jack. Tanpa di perintah, Jack bisa mempersiapkan segala keperluannya. Tidak salah, ia menarik Jack ke Los Angels untuk beke
“Tiga hari aku tidak melihatmu, kau ada di sini bersama Romeo. Pasti dia sudah memuaskan mu berkali-kali di atas ranjang dengan beronde-ronde dan berbagai sudut ruangan ini. Seharusnya, sekarang giliran aku untu memberikan kenikmatan pada tubuhmu yang sungguh menambahkan setiap sentuhan dari aku. aku yakin kau pasti akan mendesah dengan merdu,” ucap Raven dengan bersiul panjang mengatakan apa keinginanya saat ini. Lelaki itu maju selangkah dan Ruster mundur dengan waspada. Ruster memeluk tubuhnya sendiri semakin erat. Siap jika jika lelaki itu akan menyakitinya lagi dengan cara memperkosanya. Lelaki yang selalu mencari kesempatan untuk memperkosanya berkali-kali di saat suaminya sedang tidak ada di dalam rumah atau di dalam kamar hotel saat ini. “Jangan mendekat, Ven!” perintah Ruster lirih bercampur ke takutan. Raven tertawa mendengar nada suara takut dalam diri Ruster yang sok kuat. “Kenapa, Honey? apa kau takut padaku?” ucap Raven dengan menaikkan
“Ven… Raven…. Aku belum mandi,” ucap Ruster gugup sambil memeluk dada Raven. Karena ia belum siap melakukan lagi dan ingin secepatnya kabur dari genggaman iparnya dengan alasan tidak masuk akal. Raven menarik tangan Ruster dan membawanya ke dalam mulutnya. Lalu di ciumnya dengan lembut hingga wajah ruster yang sebelumnya merona semakin merah padam. “Aku lebih senang dengan aroma alami tubuhmu, Honey!” ucap Raven yang mendekatkan wajahnya ke arah Ruster hingga kening dan hidung mereka berdua menempel satu sama lain. “Aku membutuhkan-nya, Sayang!” Raven mengucapkannya dengan suara sedikit serak. Ruster merasa jantungnya akan berhenti berdetak. Wajah Raven semakin dekat dengannya. Tubuh mereka semakin menempel erat dan aroma Woody bercampur mint yang maskulin milik iparnya itu. tercium jelas di indera penciumannya. "Ta-tapi.... aku tidak ma-" perkataan Ruster tergantung, saat Raven membukam bibirnya dengan ciuman lembut dan sangat lembut. yang be
*** Raven yang kembali ke dalam kamarnya, melihat deretan pesan dari Romeo yang bertanya banyak hal bersamaan. Malas membalas pesan Romeo, Raven segera melakukan panggilan video call yang tentu saja mengaketkan Romeo yang hendak keluar dari salah satu restoran. Tempat ia makan bersama kliennya di hawai. “Aku di sini dan aku sudah tidak mau lama bermain dengan trik tidak berguna ini,” ucap Raven dengan memperlihatkan wajah seriusnya yang ingin secepatnya mengakhiri permainan yang menurutnya merupakan permainan yang sudah membosankan sekali yang tarik undur berkali-kali. Romeo menghela nafas panjangnya. “Aku juga setuju, kita selesaikan hari ini dan bagaimana kondisi tubuhmu. Jack mengatakan padaku, kau di rawat di rumah sakit berapa hari ini. Aku juga merasakan keanehan pada tubuhku, saat kau demam tinggi?” tanya Romeo dengan sederet pertanyaan yang membuat Raven berdecak kesal. “Jack memang, mulut ember.” “Bukan salah Jack, aku yang te