Di antara guguran daun mapel yang sedang menguning dan cahaya matahari yang mengintip dari celah-celah ranting kering, Jeremy Loghan terlihat masih berjongkok di depan makam James, menyentuh batu nisannya yang berukir dengan tinta emas di atas marmer hitam. Entah apa yang sedang di pikirkan Jeremy, karena dia hanya diam tanpa mengucapkan satu patah katapun. Geby duduk di samping undakan tangga memperhatikan suaminya dan sesekali melihat tingkah Lily yang lalu-lalang di sekitarnya untuk menangkap guguran daun yang terbawa angin.
Cuaca sudah lebih teduh, meskipun matahari masih nampak cerah tapi sudah tidak terik lagi. Hati Geby juga ikut teduh ketika melihat suaminya. Akhirnya dia bisa melihat kerelaan Jeremy untuk memaafkan, meskipun sampai sekarang Geby masih belum tahu apa sejatinya masalah di antara mereka. Tapi apapun itu Geby yakin pasti ada hubungannya dengan kepergian Jeremy kema
YUK VOTE DULU BIAR SEMANGAT LAGI YANG NULIS ^.^
Geby sedang berkaca dan memperhatikan lagi tato di punggungnya. Sejak Geby curiga Jeremy juga memberi tato serupa pada semua wanitanya, tiba-tiba Geby jadi ingin menghapus tato tersebut dari punggungnya dan tak luput Geby juga jadi semakin penasaran dengan arti kata-kata di tato milik Jeremy. Sebenarnya sudah sejak lama dia ingin mencari tahu apa arti dari tulisan terebut dan sepertinya Geby harus segera memikirkan caranya, karena tiap katanya saja terlalu sulit untuk dia eja. Ketika Geby turun untuk mencari Lily ternyata menurut pelayan gadis itu sedang berada di dapur bersama Jared. Geby langsung menyusul ke sana dan menemukan mereka berdua sedang duduk saling berhadapan di meja makan untuk meniupi sup hangat. Aroma daging domba asap yang di buat bibi Beatris juga langsung memancing indra penciuman Geby untuk menegang sampai ke pusar. Geby mual karena sepertinya dia masih belum
"Jangan sembarangan mengirim foto bugilku ke semua orang!" tegur Jeremy yang ternyata belum benar-benar tertidur.Geby langsung berdesis antara jijik memikirkan tuduhan Jeremy dan menyadari kebodohannya sendiri yang lupa mematikan blitz dan suara kameranya."Aku suka tatomu." Buru-buru Geby melilit lagi ke tubuh Jeremy kemudian menciumi sisi pinggang lelakinya untuk membujuk agar pria itu tidak curiga. Tubuh Jeremy benar-benar seperti bongkahan balok, keras , liat dan manis dengan aroma maskulin yang juga sangat menggoda untuk disentuh dan ditelusuri. Kulitnya yang kecoklatan seolah menguapkan energi panas sepanjang waktu membuat Geby merasa nyaman utuk merapat di musim dengan suhu udara yang sudah semakin turun seperti ini."Tidurlah jika kau lelah," bisik Geby ketika ciumannya meraya
Geby berdiri di dekat jendela ruang baca memperhatikan guguran daun yang tertiup angin dan menimpa guguran daun kemarin yang sudah menempel di rumput lembab. Semuanya pasti akan gugur dan tergantikan lagi pupus yang baru, bahkan yang sudah gugur pun akan tertimbun oleh guguran yang lain, begitu seterusnya tiap generasi berlalu. Geby sedang coba mengosongkan segala pikiran di kepalanya sambil memeluk perutnya sendiri tapi tangannya yang lain masih meraba tepat ke sisi punggung di mana tepat inisial nama Jeremy telah diabadikan di sana. Geby memejamkan mata sejenak untuk meresapi perasaannya yang ternyata masih tak tertembus oleh akalnya sendiri. Karena jika Geby berpikir masuk akal rasanya mustahil ia cemburu dengan masa lalu suaminya, tapi kenapa setiap teringat dengan tiap kata-kata yang diabadikan Jeremy di kulitnya itu Geby tetap merasa seperti tidak mengenal suaminya dalam sisi tertentu. Geby menggeser bingkai jendela di depannya membiarkan aroma tanah basah dan spora ja
Jeremy kembali duduk setelah puas mengganggunya, sebenarnya saat itu Geby ingin bertanya apa sebenarnya masalahnya dengan James karena jika dari cerita sekilasnya tadi sepertinya mereka sebelumnya baik-baik saja. Jeremy masih duduk dengan sangat tenang, membantu kembali mengancingkan beberapa kancing pakaian teratas Geby yang tadi sempat dia buka. "Aku ingin membesarkan mereka di sini." Kali ini Jeremy menyentuh perut Geby. Geby mengangguk tidak keberatan karena dia juga mencintai Yorkshire, Geby tahu di tempat ini lah dulu James dan Jeremy juga pernah di besarkan. Sudah bisa Geby bayangkan bagaimana rumah ini akan kembali ramai dengan kehadiran kelima anak mereka. "Kau ingin mereka laki-laki atau perempuan?" tanya Geby ketika iku
"Mereka adalah milikku, bagaimana kau bisa berpikir aku tidak akan menginginkanmu karena keberadaanya?" Jeremy merunduk untuk mencium perut Geby yang sedang berbaring lembut di bawah naungan tubuhnya dengan begitu polos. "Kupikir kau tidak akan menyukai kehamilan." "Aku yang ingin membuatmu hamil, dan mengandung benihku bukan wanita manapun!" "Kehamilan akan membuat pinggangku semakin membesar dan jelek." "Kau juga semakin sesak dan panas," balas Jeremy dengan tatapan matanya yang seketika ikut menembus ke jantung Geby. Geby hanya tidak berharap Jeremy akan begitu terus terang mengatakannya. Geby sampai harus kembali menghela napas sejenak sebelum berani bicara.
Bagi Geby, Jeremy bukan hanya sekedar pria yang dia cintai, tapi juga suami, ayah dari anak-anaknya, dan juga keluarganya. Dengan predikat sebanyak itu rasanya mustahil Geby bakal mau mengalah hanya karena wanita murahan yang berkeliaran di sekitar suaminya. Pria seperti Jeremy Loghan pasti tidak akan luput dari godaan wanita di manapun dan sampai kapanpun. Tapi Geby benar-benar sudah tidak perduli ada berapa banyak wanita yang memakai inisial nama Jeremy di punggung, di dada, di perut atau di pusar. Pria itu adalah miliknya dan Geby berhak menyingkirkan siapapun yang mengganggu seperti hama. Sejak sore Geby sudah menunggu kepulangan suaminya dengan perasaan tidak sabar. Dua hari saja rasanya sudah seperti tidak tertahankan untuk mereka saling berjauhan. Tapi mendadak Jeremy malah memberitahu jika tidak bisa pulang malam ini karena sudah terlalu larut. Sebenarnya Geby kecewa tapi
"Untuk apa kau membawanya kemari!""Ovelia akan tinggal utuk dua hari sampai penerbangannya besok lusa.""Kau tidak harus membawanya pulang ke rumahku!" tegas Geby yang sedang tidak mau basa basi untuk menghadapi wanita manja macam Ovelia.Sebenarnya Ovelia juga terkejut dengan keberanian Geby menentang Jeremy di depan semua orang."Mr. Papkins. Antar Nona Ovelia ke kamar tamu." Jeremy masih terdengar cukup tenang ketika bicara pada pelayannya.Geby sudah benar-benar ingin mencakar wanita di sebelah suaminya itu apa lagi ketika ia melihat kesombongan Ovelia yang sedang merasa lebih dibela.Setelah Ovelia pergi mengikuti Mr. Papkins
Jeremy tidur sampai hampir sore dan sama sekali tidak bergerak seandainya saja bukan karena Geby yang mengganggunya. "Bangunlah bayi besar..." bisik Geby di dekat telinganya. Kau sudah mendengkur seperti raksasa dan membuat mereka semua takut. "Aku tidak mendengkur saat tidur," ternyata Jeremy mendengarnya. "Dari mana kau tahu?" Geby memang berbohong masalah dengkurannya tapi seharusnya memang Jeremy tidak tahu. Jeremy mengangkat sedikit kepalanya, membuka sebelah matanya sambil mengeryitkan dahi karena masih malas. Dengan tubuh besarnya yang masih tertelungkup Jeremy mengulurkan tangannya untuk meraih perut Geby.