PredatorMenjelang tengah malam, Jonas sedang dalam perjalanan pulang ke rumah bedeng. Sementara Yusnanto masih menunggu sampai pria itu pulang. Jonas terkadang marah besar, jika dia pulang lalu melihat Yusnanto sudah terlelap tidur. Dia ingin Yusnanto selalu menyambutnya, setiap kali ia pulang.Hampir setiap malam, Jonas selalu tiba di rumah bedeng dengan mulut bau minuman keras, sepertinya hidup pria tersebut, tidak bisa lepas dari minuman memabukkan tersebut.Dua kantong plastik besar berwarna hitam di genggam di kedua tangannya, dan dilemparkannya ke dipan kasur, tepat di depan Yusnanto yang masih duduk menunggu."Mulai besok malam, kau bantu aku cari uang," ucapnya, sembari membuka bajunya.Sedikit bingung, Yusnanto membuka isi dalam kedua plastik besar itu, dan semuanya berisi pakaian wanita lengkap plus sepatunya."Ini buat apa, Bang?" tanya Yusnanto, belum paham dia. Sambil melihat-lihat dan mengeluarkan sebagian isi kantong tersebut."Itu pakaian dan sepatu, buat kau cari uan
Tersadar Yusnia di dalam kamar yang berwarna suram. Ternyata wanita gendut yang di belakang hari dipanggilnya Mami Merry yang telah merawat dan mengobati luka-lukanya. Yusnia berhutang Budi padanya.Bahkan Muncikari tersebut memberikan tempat tinggal dan menawarkan pekerjaan untuknya. Mendidik dan merawat anak asuh Mami. Anak-anak balita dari orang yang sengaja menjualnya kepada si raksasa gendut tersebut. Dengan berbagai ragam cerita dari mana asal anak-anak itu, dan bagaimana cara mendapatkannya. Tetapi Mami hanya mau membeli anak-anak yang berjenis kelamin wanita. Jika berkelamin pria, Mami Merry mentah-mentah menolaknya.Yusnia mendengar pintu kamarnya diketuk sedikit kencang, dengan suara-suara yang memanggil-manggil namanya. Bergegas ia membuka pintu, ternyata anak-anak belia belasan tahun penghuni tempat penyekapan ini yang mengetuk pintu kamarnya, untuk member tahu jika Mami Merry memanggilnya sekarang juga. Yusnia langsung secepatnya menemui bos besarnya itu."Hei, Banci! Cob
Di keluarga Darmawan ternyata, tempat Sumi bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Darmawan sendiri, sudah ditinggal mati ibunya sejak lima tahun yang lalu. Papanya lalu memutuskan menikah lagi, setelah dua tahun menduda, dengan janda ber'anak satu, Sonya namanya.Baru saja empat bulan kemarin, Tuan Sudirman, papanya Darmawan meninggal dunia karena serangan jantung. Jadi saat ini, hanya ada tiga orang yang mendiami rumah sebesar ini. Darmawan, Nyonya Sonya, dan Diaz, anak dari suami Sonya sebelumnya, yang sekarang baru berusia enam tahun. Sumi, baru saja seminggu memulai bekerja di keluarga ini, saat Darmawan pulang dengan membawa seorang gadis kampung yang cantik dan lugu. Dikenalnya saat melakukan survei di daerah pedalaman Jawa barat, bahkan sudah dinikahinya secara siri di kampung sang istri.Kabar mengejutkan itu jelas terlihat dari wajah Nyonya Sonya, yang merasa tidak dihormati dan dimintakan ijin oleh Darmawan saat memutuskan untuk menikah. Nyonya Sonya, sudah menunjukkan ra
Penderitaan KhalilaKhalila memeluk erat tubuh Darmawan, seperti tidak ingin melepaskan. Sweater yang dipakai Darmawan, sudah basah pada bagian dada oleh air matanya. Sejujurnya, ada ketidak-relaan di dalam hati Khalila, jika harus terpisah dengan suaminya selama itu.Entahlah ... batinnya merasa, ini seperti kebersamaan yang terakhir bagi mereka berdua. Ingin dia menceritakan tentang firasatnya itu kepada Darmawan, tetapi dia juga tidak ingin, malah akan menjadi beban pikiran buat suami tercintanya nanti. Karena keberangkatan Darmawan, di malam menjelang pagi ini, sudah tidak mungkin lagi dibatalkan."Hati-hati ya Kang, jaga diri Akang baik-baik di sana. Selalu jaga kesehatan ya Sayang." Sembari bibirnya mencium punggung tangan suaminya, sebagai tanda hormat dan takjim seorang istri kepada imam dalam keluarganya."Kamu juga harus menjaga kesehatan ... ya, Honey." Diusapnya lembut kedua pipi Khalila, lalu mencium lembut kening istrinya. Sepasang matanya pun sudah mulai berkaca-kaca. S
Kehamilan Khalila sudah semakin membesar. Kecintaannya terhadap Darmawan, yang membuat perempuan itu kuat bertahan di dalam tekanan Sonya. Sejujurnya ... Khalila sudah merasa tidak sanggup dengan keadaan yang dia alami sekarang ini. Keberadaan darah dagingnya dan kesetiaannya untuk menunggu suaminya pulang, yang membuatnya kuat dan semakin tegar. Sonya sudah menyadari itu.Hari itu, di saat Khalila baru saja selesai membersihkan rumah, terlihat Bik Sumi menghampirinya."Neng Khalila, itu di depan ada tamu, ingin bertemu dengan Eneng, penting katanya," ucap Bik Sumi memberi tahu."Siapa, Bik?" tanya Khalila, lalu mulai bangun dari kursi, perutnya sudah terasa semakin berat."Bilangnya, teman sekantor dari Den Darmawan, Neng. Mau memberi tahukan kabar penting katanya," jelas Darmawan.Khalila pun mulai menuju ruang tamu, untuk menemui rekan sejawat Darmawan. Terasa senang Khalila, semoga Darmawan memberi tahukan kabar baik lewat rekan sekerjanya.Dengan ditemani Bik Sumi, Khalila pun mu
Ternyata, kabar tentang kematian Darmawan adalah sebuah konspirasi jahat Sonya, dibantu dengan Pak Soyfan. Anwar adalah seorang tukang ojek tetangga dari Sofyan. Setuju untuk bersandiwara.karena Faktor imbalan uang yang jumlahnya jauh dari sekedar lumayan.Sonya, si nyonya besar berakal jahat dan licik. Dia ingin menghancurkan mental Khalila, ingin membuat istri dari Darmawan itu depresi dan hilang semangat hidupnya. Segala cara dilakukan, termasuk berkonspirasi dengan melibatkan orang lain dalam mensukseskan rencana jahatnya.Khalila baru saja tersadar dari pingsannya. Terjaga Khalila, dan langsung menangis histeris dipelukan Bik Sumi. Dia merasa hidupnya sudah tidak punya harapan lagi. Selama ini dia bertahan, atas segala perlakuan jahat Sonya terhadapnya, karena keberadaan suaminya, kesabaran dan ketabahannya dalam menunggu Darmawan kembali pulang. Lalu ... setelah sekarang Darmawan sudah tidak ada, apa lagi yang harus diharapkannya. Apalagi emak juga sudah tiada. Empat bulan sete
Sofyan memarkirkan kendaraan yang dibawanya di sisi tanggul sungai yang minim lampu penerangan, tidak jauh dari sebuah tenda penjual jamu yang masih ramai pembeli di tengah larut malam seperti ini. Pembeli jamu yang kebanyakan pria dewasa, membeli jamu untuk penambah vitalitas pria juga minuman anggur beralkohol, yang bila diminum secara berlebihan bisa sangat memabukkan. Penjual jamu seperti ini lumayan banyak, di sekitaran jalan sepanjang tanggul ini. Karena tepat diseberang jalan, adalah tempat lokasi prostitusi itu berada. Tempat ini layaknya seperti pasar malam. Pergerakan kesibukan para pelaku usaha, pengunjung, dan penyedia jasa birahi, memang berkisar di atas jam sembilan malam, hingga menjelang pagi. Sofyan segera menyebrang jalan, lalu masuk ke dalam gang, yang tidak jauh dari tempat mobilnya terparkir. Bayi mungil itu digendongnya erat. Wajahnya tertutupi kain. Anteng sekali bayi merah ini selama di dalam perjalanan. Sekitar 20 meter masuk ke gang, aura maksiat m
"Non Amira, memakai kalung?""Bik! Ada Amira tidak di dalam?" belum sempat Amira menjawab pertanyaan Bik Sumi, Terdengar suara Darmawan, tepat di depan kamar si bibik."Ada, Den, ini lagi sama Bibik di dalam," jawab Bik Sumi. Lantas mereka bertiga, segera ke luar dari dalam kamar, untuk menemui Darmawan."Aku, Om," jawab Amira, pas di depan pintu kamar Bik Sumi."Mari ikut, kita pergi jalan-jalan sebentar," ajak Darmawan."Kak Hanum boleh ikut, Om?" tanya Amira. Hanum terdiam, sedikit memerah wajahnya, tidak menyangka, Amira malah ingin mengajak nya."Oh, boleh, Mbak Hanum mau ikut juga kan?" ajak Darmawan."Boleh, Mas. Jika tidak merepotkan." Sembari tersenyum."Tentu saja tidak, malah enak kan, bisa lebih ramai. Bik Sumi mau ikut juga?" ajak Darmawan."Tidak usah Den, Bibik sedang kurang enak badan, sekalian ingin ijin sama Den Darmawan, jika bibik ingin istirahat sebentar," jawab Bik Sumi."Bik Sumi, mau pergi ke dokter? Jika mau, nanti saya mintakan Pak Danu untuk mengantarkan," t