Penderitaan KhalilaKhalila memeluk erat tubuh Darmawan, seperti tidak ingin melepaskan. Sweater yang dipakai Darmawan, sudah basah pada bagian dada oleh air matanya. Sejujurnya, ada ketidak-relaan di dalam hati Khalila, jika harus terpisah dengan suaminya selama itu.Entahlah ... batinnya merasa, ini seperti kebersamaan yang terakhir bagi mereka berdua. Ingin dia menceritakan tentang firasatnya itu kepada Darmawan, tetapi dia juga tidak ingin, malah akan menjadi beban pikiran buat suami tercintanya nanti. Karena keberangkatan Darmawan, di malam menjelang pagi ini, sudah tidak mungkin lagi dibatalkan."Hati-hati ya Kang, jaga diri Akang baik-baik di sana. Selalu jaga kesehatan ya Sayang." Sembari bibirnya mencium punggung tangan suaminya, sebagai tanda hormat dan takjim seorang istri kepada imam dalam keluarganya."Kamu juga harus menjaga kesehatan ... ya, Honey." Diusapnya lembut kedua pipi Khalila, lalu mencium lembut kening istrinya. Sepasang matanya pun sudah mulai berkaca-kaca. S
Kehamilan Khalila sudah semakin membesar. Kecintaannya terhadap Darmawan, yang membuat perempuan itu kuat bertahan di dalam tekanan Sonya. Sejujurnya ... Khalila sudah merasa tidak sanggup dengan keadaan yang dia alami sekarang ini. Keberadaan darah dagingnya dan kesetiaannya untuk menunggu suaminya pulang, yang membuatnya kuat dan semakin tegar. Sonya sudah menyadari itu.Hari itu, di saat Khalila baru saja selesai membersihkan rumah, terlihat Bik Sumi menghampirinya."Neng Khalila, itu di depan ada tamu, ingin bertemu dengan Eneng, penting katanya," ucap Bik Sumi memberi tahu."Siapa, Bik?" tanya Khalila, lalu mulai bangun dari kursi, perutnya sudah terasa semakin berat."Bilangnya, teman sekantor dari Den Darmawan, Neng. Mau memberi tahukan kabar penting katanya," jelas Darmawan.Khalila pun mulai menuju ruang tamu, untuk menemui rekan sejawat Darmawan. Terasa senang Khalila, semoga Darmawan memberi tahukan kabar baik lewat rekan sekerjanya.Dengan ditemani Bik Sumi, Khalila pun mu
Ternyata, kabar tentang kematian Darmawan adalah sebuah konspirasi jahat Sonya, dibantu dengan Pak Soyfan. Anwar adalah seorang tukang ojek tetangga dari Sofyan. Setuju untuk bersandiwara.karena Faktor imbalan uang yang jumlahnya jauh dari sekedar lumayan.Sonya, si nyonya besar berakal jahat dan licik. Dia ingin menghancurkan mental Khalila, ingin membuat istri dari Darmawan itu depresi dan hilang semangat hidupnya. Segala cara dilakukan, termasuk berkonspirasi dengan melibatkan orang lain dalam mensukseskan rencana jahatnya.Khalila baru saja tersadar dari pingsannya. Terjaga Khalila, dan langsung menangis histeris dipelukan Bik Sumi. Dia merasa hidupnya sudah tidak punya harapan lagi. Selama ini dia bertahan, atas segala perlakuan jahat Sonya terhadapnya, karena keberadaan suaminya, kesabaran dan ketabahannya dalam menunggu Darmawan kembali pulang. Lalu ... setelah sekarang Darmawan sudah tidak ada, apa lagi yang harus diharapkannya. Apalagi emak juga sudah tiada. Empat bulan sete
Sofyan memarkirkan kendaraan yang dibawanya di sisi tanggul sungai yang minim lampu penerangan, tidak jauh dari sebuah tenda penjual jamu yang masih ramai pembeli di tengah larut malam seperti ini. Pembeli jamu yang kebanyakan pria dewasa, membeli jamu untuk penambah vitalitas pria juga minuman anggur beralkohol, yang bila diminum secara berlebihan bisa sangat memabukkan. Penjual jamu seperti ini lumayan banyak, di sekitaran jalan sepanjang tanggul ini. Karena tepat diseberang jalan, adalah tempat lokasi prostitusi itu berada. Tempat ini layaknya seperti pasar malam. Pergerakan kesibukan para pelaku usaha, pengunjung, dan penyedia jasa birahi, memang berkisar di atas jam sembilan malam, hingga menjelang pagi. Sofyan segera menyebrang jalan, lalu masuk ke dalam gang, yang tidak jauh dari tempat mobilnya terparkir. Bayi mungil itu digendongnya erat. Wajahnya tertutupi kain. Anteng sekali bayi merah ini selama di dalam perjalanan. Sekitar 20 meter masuk ke gang, aura maksiat m
"Non Amira, memakai kalung?""Bik! Ada Amira tidak di dalam?" belum sempat Amira menjawab pertanyaan Bik Sumi, Terdengar suara Darmawan, tepat di depan kamar si bibik."Ada, Den, ini lagi sama Bibik di dalam," jawab Bik Sumi. Lantas mereka bertiga, segera ke luar dari dalam kamar, untuk menemui Darmawan."Aku, Om," jawab Amira, pas di depan pintu kamar Bik Sumi."Mari ikut, kita pergi jalan-jalan sebentar," ajak Darmawan."Kak Hanum boleh ikut, Om?" tanya Amira. Hanum terdiam, sedikit memerah wajahnya, tidak menyangka, Amira malah ingin mengajak nya."Oh, boleh, Mbak Hanum mau ikut juga kan?" ajak Darmawan."Boleh, Mas. Jika tidak merepotkan." Sembari tersenyum."Tentu saja tidak, malah enak kan, bisa lebih ramai. Bik Sumi mau ikut juga?" ajak Darmawan."Tidak usah Den, Bibik sedang kurang enak badan, sekalian ingin ijin sama Den Darmawan, jika bibik ingin istirahat sebentar," jawab Bik Sumi."Bik Sumi, mau pergi ke dokter? Jika mau, nanti saya mintakan Pak Danu untuk mengantarkan," t
"Tidak apa-apakan, jika saya merokok?" tanya Darmawan."Tidak apa-apa Mas, tetapi ... jangan juga terlalu sering, tidak baik buat kesehatan," jelas Hanum, sedikit tertawa. Darmawan pun ikut tertawa, lantas mulai menyalakan rokoknya, dan mengisapnya perlahan."Saya merasa menjadi penyebab kematian Istri saya, seandainya dulu saya tidak pergi kerja keluar negri, mungkin Khalila masih ada mendampingi saya." Darmawan membuang pandangannya ke arah gedung museum.Hanum hanya diam mendengarkan, masih terus menatap Darmawan."Tetapi, pertemuan saya dengan Amira, sedikit banyak merubah sudut pandang saya. Kegigihannya dalam merubah jalan hidupnya, memberikan saya pelajaran. Jika saya pun harus terus menjalani hidup walau tanpa Khalila. Dan harus memulai kehidupan yang baru," jelas Darmawan, lalu kembali meminum kopinya. Ditatapnya Hanum lekat."Tapi saya tidak menyesali waktu yang sudah terlewat, saya anggap itu adalah bagian dari perjalanan hidup," jelas Darmawan lagi."Mas, wajah Amira, miri
"Tidak terlalu jelas terlihat, Mas. Kejadiannya cepat sekali, di saat saya sedang jatuh terjungkal karena didorong keras, mereka secepatnya menyergap dan menyeret Amira masuk ke mobil." Hanum lalu menoleh ke arah pintu ruang UGD. Dia benar-benar dibuat bingung dan khawatir, dengan kejadian yang menimpa Darmawan dan Amira.Tidak beberapa lama, dokter UGD keluar ruangan, Hanum dan Dimas, segera bergegas mendekat."Bagaimana Dok, keadaan pasien atas nama Darmawan," tanya Dimas."Alhamdulillah, sekarang sudah mulai sadar, hanya tinggal sedikit menghilangkan rasa pusing saja, karena akibat dari hantaman. Tetapi tidak lama lagi juga akan hilang," terang dokter, menjelaskan."Alhamdulillah," Hanum dan Darmawan, mengucap rasa kelegaan dengan hampir bersamaan."Jadi ... tidak perlu dirawat ya, Dok?" tanya Hanum."Tidak perlu, selepas rasa pusingnya nanti hilang, juga bisa langsung pulang," jelas dokter wanita berkaca mata itu lagi, dan beliau segera undur diri, meninggalkan Hanum dan Dimas.Ha
Part 32Dalam PenyekapanAmira masih tertunduk pasrah, saat derap langkah kaki itu berhenti tepat di depannya.Dia tidak tahu, siapa yang ada di hadapannya."Amira." Suara yang memanggilnya terdengar pelan, bahkan seperti berbisik. Perlahan, Amira yang terduduk di lantai, mendongakkan kepalanya, ke arah asal suara yang memanggilnya."Tante Yusnia....." panggil Amira lirih, menyebut nama orang yang ada di depannya. Yusnia mengangkat tubuh Amira dari lantai, lantas mendudukkannya di satu-satunya bangku yang ada di situ. Terlihat lemah badannya, bersandar ia pada senderan bangku kayu tersebut."Amira ... Amira ... Kamu masih sadarkan?" Tante Yusnia memastikan, sembari menepuk-nepuk pelan pipi Amira. Mata gadis itu mulai sedikit mengerjap-ngerjap."I-iya, Tante. Badanku hanya masih terasa lemas," jawab Amira. Yusnia lalu memberikan botol air mineral yang dibawanya, setelah dibukanya terlebih dahulu, Amira langsung meminumnya, layaknya orang yang sedang kehausan."Amira ... Tante mau tanya