Ucapan Yang MenyadarkanRuangan di mana Amira terkurung, benar-benar menebarkan aroma mencekam. Kejadian mengerikan yang pernah dia saksikan di kamar ini, membuat seolah-olah memori kenangan pahit tersebut berputar kembali.Hal-hal yang sebenarnya sangat ingin ia lupakan.Ketakutan terbesarnya saat ini bukanlah pada soal kematian, tetapi ternoda dengan cara yang tidak benar. Cara-cara yang tidak disukai siapapun yang sudah bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang tidak, walau dengan alasan terpaksa sekalipun.Kembali terduduk Amira di lantai, dengan bangku kayu berwarna kusam sebagai sandaran kedua tangan dan kepalanya. Setelah lelah menangis membuatnya tertidur, berharap terbangun di tempat yang berbeda, tempat yang lebih baik dari kamar jahanam ini. Kamar tidurnya di rumah Darmawan.Menjelang tengah malam, Yusnia kembali ke tempat penyekapan. Setelah selesai menemui Amira, ia terlihat langsung masuk ke kamarnya. Hanya duduk terdiam dan merenung. Lalu Seperti tersadar,
"Belum tahu, Ra. Yang pasti Tante tidak akan kembali ke tempat Mami Merry lagi, Tante ingin mencoba jalan baru, Ra. Jalan yang lebih baik, kasihan bapak," jawabnya pelan."Kamu harus jadi manusia yang berhasil dan sukses, Ra. Buktikan kepada orang baik yang sudah menolongmu, jika kamu bisa membanggakannya," pesan Yusnia"Insya Allah, Tante. Amira akan berusaha keras," janji Amira, terhadap Yusnia."Ini terakhir kalinya kamu panggil saya, Tante. Semoga jika kita dapat bertemu lagi, kamu akan memanggil aku, Om." Ucap Yusnia.Sampaikan salam rinduku pada Hanum, dan permintaan maafku pada emak, dan jangan lupa, kasihkan surat itu pada emakku ya, Ra," harap Yusnia. Mulai tersenyum ia, walaupun sorot matanya masih menyimpan kerinduan."Insya Allah, Om. Nanti akan saya sampaikan." Kembali tersenyum Yusnanto."Sebentar lagi kita akan sampai, aku akan turun di depan komplek tempat kamu tinggal, nanti taxi ini yang akan mengantarkan kamu sampai rumah."" Terima kasih ya, Om Yusnanto," sembari t
"Amira!!" Teriak Hanum, langsung berdiri dan menghambur ke arah Amira, memeluknya erat sembari menangis. Begitupun Amira, dia malah terisak-isak.Senyum kelegaan terlihat dari wajah Darmawan dan Dimas, yang juga langsung berdiri dan ikut menghampiri.Bik Sumi yang mendengar suara Hanum pun, sembari membawa kopi, berjalan dengan agak cepat, lalu segera meletakkan kopi tersebut di atas meja."Kamu tidak apa-apa, Ra?" tanya Hanum, sembari melepaskan pelukannya, sembari kedua telapak tangannya, memegangi wajah Amira. Tangisan kebahagiaan menyelimuti mereka berdua. Amira pun seperti tidak mampu menjawab pertanyaan Hanum, dia hanya mengangguk saja. Masih tidak percaya ia, jika bisa kembali ke rumah ini lagi. Amira merasa ini benar-benar sebuah keajaiban yang Tuhan berikan untuknya.Bik Sumi segera bergabung, memeluk Amira, dia pun menangis, bahkan sampai terisak-isak.Ketakutannya adalah tidak bisa bertemu Amira kembali, sama seperti yang dirasakan Hanum.Amira mendekati Darmawan yang berdi
Rahasia Besar Yang TerungkapSelepas subuh, kawasan di mana tempat lokalisasi itu berada mulai berangsur sepi. Para pedagang mulai banyak yang merapikan barang-barang dagangannya. Langit masih terlihat gelap. Rumah dua lantai dengan cat warna putih itu terlihat seram, walaupun dibangun dengan megah. Aura ketidakbaikan terasa jelas jika sedang melewati ataupun mendekati rumah itu. Bangunan megah di mana tempat Merry, sang muncikari tinggal.Mami Merry baru saja terbangun, kepalanya masih sedikit terasa pening, akibat dari banyak minum semalam. Sebuah pesan penting dari langganan kelas kakapnya, pemenang tender atas keperawanan Amira, itu yang membangunkannya. Pesan mengingatkan jika pagi nanti, Amira akan dibawa serta oleh si bos pergi keluar kota. Masih dalam keadaan serba berantakan, Merry mulai menghubungi Yusnia.Berkali-kali panggilannya terhadap Yusnia tidak tersambung, hanya sebatas pemberitahuan jika no yang hendak dihubungi ada di luar jangkauan."Si Banci kurang ajar, handpho
Terbongkarnya Semua Kebohongan"Pagi ini, kita akan ke makam ibumu, ucap Darmawan, mendengar permintaan Amira. Gadis lugu putri Darmawan itu mengangguk."Maaf, Den, jika bibik juga harus bercerita tentang ini." Bik Sumi kembali menangis."Kenapa, Bik?" tanya Darmawan."Makam yang dibilang Nyonya Sonya adalah makam Khalila, itu semua tidak benar, Den," jelas Bik Sumi."Maksudnya, Bik?" tanya Darmawan kembali."Bibik mendengar perbincangan Nyonya Sonya dan Sofyan, jika makam yang ditunjukkan ke Aden itu adalah makam orang yang sudah tidak terurus, tidak ada sanak saudaranya," jelas si bibik lagi sembari terisak."Ya, Allah ... jadi selama ini, yang kukunjungi selama ini, bukan kuburan istriku," lirih suara Darmawan, dia bingung harus berkata apa."Jadi di mana sekarang kuburan ibu, yah? tanya Amira kepada Darmawan. Darmawan terdiam, dia benar-benar tidak bisa berpikir, shock mendengar penjelasan dari Bik Sumi."Satu-satunya cara, kita harus menemukan keberadaan Pak Sofyan," usul Dimas,
"Bapak bersedia 'kan, mengantarkan kami ke sana," harap Darmawan."Saya bersedia Tuan, tetapi saya harus mengambil arit dan pacul terlebih dahulu, karena terakhir kali saya membersihkan kuburan yang bernama Khalila itu, sekitar setahun yang lalu," jelasnya lagi."Jadi terkadang, bapak juga suka membersihkan kuburan tersebut?" tanya Darmawan lagi, sambil menyeka air matanya. "Iya, Tuan." Pria tua itu mengangguk pelan."Sebentar, Tuan. Saya mau mengambil cangkul dan arit dulu," ijinnya pada Darmawan."Jauh tidak, Pak?" tanya Dimas."Itu rumah saya Tuan." Bapak itu menunjuk salah satu rumah kayu yang terlihat agak kumuh, dibanding rumah-rumah yang lain di sekelilingnya. Pak tua itu lalu permisi sebentar untuk mengambil peralatan yang dibutuhkan.Darmawan segera mengambil handphone dari sakunya dan mulai menelpon Hanum.[ Dek Hanum lebih baik kemari saja ya, dengan Bik Sumi, saya tepat di samping tembok lapangan ini, dan tolong bawakan tas kecil saya, di bawah kursi kemudi ][ Baik, Mas.
"Ko, Mami Merry bisa kenal dengan Tante Sonya, ya, Yah?" tanya Amira kepada Darmawan. Sedikit agak bingung juga Darmawan menjawab pertanyaan dari putrinya tersebut, dia juga sedang berpikir, dari mana ibu tirinya itu bisa mengenal muncikari seperti Mami Merry, dan apa hubungannya di antara mereka berdua. "Apakah dua kali peristiwa penculikan yang hampir dialami Amira, ada hubungannya dengan Tante Sonya, Bang?" kali ini Dimas yang bertanya kepada Darmawan. Ayahnya Amira itu terdiam, logikanya pun berpikiran seperti itu. "Karena tidak mungkin sepertinya, jika tidak ada yang memberitahu atau membocorkan tentang keberadaan Amira. Karena dua kali Amira keluar rumah, dua kali juga Amira hampir ditangkap lagi oleh Muncikari itu." Dimas terus mengungkapkan analisanya, menyangkut hubungan antara Sonya dan Mami Merry. "Sepertinya, pendapat Dimas ada benarnya juga, Mas Darmawan." Hanum menambahkan, karena saat kita sedang di kota tua waktu itu, kenapa mereka bisa mengetahuinya, padahal Jakarta
Kejahatan Tante SonyaDarmawan yang posisi duduknya membelakangi Tante Sonya dan Mami Merry, segera berdiri untuk menghampiri Tante Sonya. Dimas pun bergerak cepat untuk segera menemani Darmawan, karena untuk mencegah, sepertinya sudah terlambat. Setelah sebelumnya, Dimas meminta Amira, Hanum dan Bik Sumi untuk tetap bersembunyi, agar tetap tidak diketahui oleh si Tante dan si muncikari tersebut. Terlihat oleh Darmawan, jika Tante Sonya dan si muncikari tersebut hanya memesan minuman saja, tidak ada yang lainnya dan mereka masih terus berbincang."Selamat siang, Tante? Dua hari Tante tidak pulang, ternyata sedang berada di sini," sapa Darmawan kepada Tante Sonya, mencoba bersikap seramah mungkin, Dimas pun sudah berdiri di samping Darmawan. Darmawan memang dari sejak almarhum papanya menikah dengan Tante Sonya, tidak pernah dia memanggil ibu kepada perempuan tersebut.Terkejut Tante Sonya melihat kehadiran Darmawan dan Dimas di restoran ini, Tante Sonya juga mengenal Dimas, karena jug