Lucian segera membuka berita online, dan matanya memperbesar ketika dia melihat headline besar yang dengan judul yang membuatnya sulit percaya."Kekuatan berita di internet benar-benar luar biasa. Bagaimana mereka bisa merilis dalam Waktu beberapa jam," ucap Lucian dengan suara tegang."Sepertinya apa yang di foto itu memang benar adanya ya. Kau juga pindah dan tinggal bersamanya. Ingatlah, walau tidak banyak orang yang mengetahuinya, tetapi dia tetep keponakanmu, jangan buat dia seperti wanita yang biasa kau kencani." Tuan Gu kembali berbicara di telepon. "Papa, tidak semua yang tertulis itu benar. Aku memang berada di mobil bersama dengan Leanna, tetapi kami tidak melakukan hubungan seperti yang diberitakan. Aku menyayangi Leanna sebagai keponakan, bagaimana bisa aku menghancurkan masa depan keponakanku?" Lucian mengelak. "Jika begitu maka pergilah kencan buta dan mulailah melakukan hubungan yang serius. Lucian, kau sudah tidak muda lagi."Lucian merasa tertekan. "Papa, aku bisa m
Leanna merasa cemburu dan kesal. Wanita itu tersenyum arogan. "Hallo, aku Sarah adalah teman masa kecil Lucian. Aku tidak sengaja bertemu dengannya di swalayan, dan dia menawariku makan malam, tapi Lucian, sepertinya pacar kecilmu tidak menyukai keberadaanku." Wanita itu menunjukkan ekspresi kecewa. Lucian menanggapinya. "Jangan salah paham, Keponakan hanya tidak menyukai kedatangan orang lain selain keluarga. " "Keponakan?Aku pikir dia adalah pacarmu. Sebenarnya aku sedikit tidak percaya saat berpikir kau berpacaran dengan seorang gadis ingusan yang tidak berpengalaman." "Cukup! Aku mengundangmu datang bukan untuk memberi komentar buruk." Lucian menegur Sarah. Dia beralih pada Leanna yang menatapnya dengan mata merah. "Leanna, maafkan aku karena mengundang seorang teman tanpa bertanya padamu, tapi kau tidak keberatan jika menyediakan tambahan 1 porsi lagi, kan?" Leanna menekuk tangannya. "Aku tidak mau memasak untuk orang lain selain Paman. Wanita itu biarkan dia tidak maka
"Sarah, jangan membahas hal yang tidak masuk akal. Tidak mungkin bagi kita sampai ke tahap seperti itu." Sarah masih tidak menyerah. "Bagaimana mungkin tidak bisa? Keluarga kita sudah saling mengenal dan jika kita bersama, bisnis juga akan semakin berkembang. Lucian, tidakkah ini menguntungkan bagi kita?" Lucian menghela nafas. "Sarah, kau tahu seperti apa diriku, kan? Apa kau pikir aku adalah orang yang rela mengorbankan diri demi keuntungan keluarga?" "Tapi, bagi anak yang terlahir di keluarga terpandang seperti kita sudahi pasti menikah dengan mempertimbangkan keuntungan. Lucian, daripada kita menikah dengan orang asing, kenapa kita tidak bersama saja? Aku pasti akan menjadi istri yang baik." Sarah menatap Lucian dengan penuh harap. "Lupakan! Sarah, jangan buat hubungan kita selama bertahun-tahun menjadi hancur. Aku menghargaimu sebagai teman sekaligus patner kerja. Tidak lebih dari itu!" ucap Lucian dengan tegas. "Apa kau begitu mencintai keponakanmu itu sehingga kau ti
Lucian berdiri di ambang pintu dengan tatapan terkejut saat melihat Leanna berbaring di atas tempat tidurnya. Dia menyingkirkan rasa kagetnya dan berjalan mendekat. "Leanna, apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan heran. Leanna masih belum terbangun walau Lucian mengguncangkan tubuhnya sedikit. Namun, hanya ada sedikit pergerakan dari jari Leanna. Matanya masih terpejam. Lucian menghela nafas. Dia mulai menggendong tubuh ramping itu. Mata Leanna mulai terbuka. "Paman, kenapa kau menggendongku?" Leanna berteriak dengan panik. Lucian menurunkan tubuh Leanna dengan hati-hati. "Aku hanya ingin memindahkanmu ke kamarmu." "Bukankah aku sudah berada di kamarku? Pama yang telah menerobos masuk!" Leanna menujukkan protesnya. Lucian mengedarkan pandangan. Dia memegangi kepalanya yang sedikit pusing. "Ya, sepertinya kau benar. Aku salah masuk kamar. Aku akan kembali, maaf menganggu tidurmu." Leanna menahan tangan Lucian. "Tunggu, Paman. Biarkan aku membuatkanmu teh madu
Wanita itu tampak terkejut dan tergagap-gagap dalam menjawab pertanyaan Leanna. "S-saya tidak tahu apa yang kau maksud, Nona. Saya hanya melakukan pekerjaan saya di sini." Leanna tetap memandangnya dengan tajam. "Jangan berpura-pura. Jika kau tidak melakukan hal lain maka kay tidak akan segugup ini. Kau bekerja di sini untuk merayu Pamanku, kan? mengaku saja! Tidak ada gunanya berbohong. Aku akan meminta Paman memecatmu." "Anda tidak akan bisa melakukannya karena saya tidak melakukan apa yang telah Anda tuduhkan. Saya tidak seberani itu melakukannya pada Tuan." Wanita itu memberikan pembelaan diri. Kali ini ekspresi wajahnya begitu serius. "Meskipun saya memang sering ke kamar Tuan Muda, tetapi itu hanya untuk mengganti sprei dan selimut. Saya bersumpah!" Leanna terdiam sejenak. "Lalu bagaimana dengan antingmu itu? Apa kau sungguh tidak pernah tidur di kasur pamanku?" Wanita itu menggigit bibirnya, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu yang sangat penting. "Saya tidak tahu ap
Lucian dengan segera . "Aku akan segera ke sana," ucapnya tegas sebelum menutup telepon. Dia bergegas keluar dari ruang. Sekertarisnya datang menghadangnya, "CEO Gu, ada sesuatu yang perlu saya sampaikan—" "Tidak sekarang!" ucap Lucian memotong ucapan Sekertarisnya. Dia melangkah cepat menuju lift, pikirannya penuh dengan kekhawatiran tentang keponakannya."Tetap awasi dia! Jangan sampai dia benar-benar melompat!" "Tuan, bolehkah saya menyarankan sesuatu?" *** Sementara itu, di apartemen, Leanna berdiri di dekat jendela kamarnya yang terbuka. Angin berhembus pelan. "Jika tidak ada cara lain, aku hanya bisa melakukan ini!" Leanna bersiap untuk turun. Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dan seseorang langsung masuk menahan memeluk Luciana dan menahan pinggangnya. "Tolong jangan melompat, itu bahaya," ucap pria itu. Leanna menoleh, dia melepaskan tangan pria itu. "Siapa kau? Bagaimana kau bisa masuk?" Leanna menatapnya dengan curiga dan wajahnya sedikit pucat. "Saya adal
"Paman, menikahlah denganku!" Gadis kecil berusia 11 tahun itu bersuara dengan lantang dan penuh keyakinan, ekspresi wajah bulat itu menatap dengan seriusnya, "Kita pasti akan menjadi sepasang pengantin yang sempurna." Pria tampan berusia 20 tahun itu tertawa. "Leanna, kau sudah mengatakan ini puluhan kali padaku. Apa kau begitu menyukaiku?" Pandangannya terarah pada gadis kecil yang tidak mengubah ekspresi seriusnya. "Aku sangat menyukai paman. Ayo kita menikah sekarang juga dan aku akan tinggal bersama dengan paman selamanya," jawab Leanna dengan kepolosan anak-anak. Tangan mungil itu menarik tangan besar dan kekar milik pamannya itu.“Leanna, dengarkan aku! Aku tidak bisa menikah denganmu,” tegas Lucian."Apa Paman Lucian tidak menyukaiku?" bibirnya cemberut membuat pipi bulatnya itu mengkerut Lucian mengusap rambutnya dengan lembut. “ Leanna, kau masih terlalu muda, aku tidak ingin tinggal dipenjara jika berani menikah dengan anak-anak.” Lucian memberikan jeda, tatapan matanya
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk membentakmu." Lucian menatap Leanna yang gemetar. Namun, pria itu tidak mengurungkan niatnya awalnya. Dia dengan cepat melangkah mendekat ke arah koper itu. Leanna mengikuti Lucian, menahan saat pria itu meraih resleting koper. "Paman, aku tidak ingin kau melihatnya. Ini bukan sesuatu yang pantas untuk paman lihat," tegas Leanna. Lucian menatap Leanna dengan intensitas seolah-olah sedang memberinya peringatan untuk tidak menganggunya. Wanita yang masih cantik walaupun tertutup lebam itu, menarik tangannya membiarkan Lucian mengambil alih. Ekspresi wajahnya semakin pucat, pandangannya fokus untuk melihat seperti apa ekspresi yang akan dibuat oleh Lucian. "Apa ini? Bagaimana bisa benda seperti ini ada di dalam tasmu? Apa ini pantas untuk berada di sini?!" ucap Lucian dengan marah. Mata gelap Lucian beralih ke arah seorang pelayan yang sebelumnya membawa koper itu, "Panggil Kepala Pelayan sekarang juga!"Pelayan itu dengan takut masuk ke dalam.Lucian