Menghajar mantan kekasih Dinara adalah momen paling luar biasa dalam hidupnya. Dengan dendam yang menumpuk ditambah kelelahan dan mood yang buruk, Danish tahu dia bisa benar-benar membunuh seseorang hari itu. Menghajar Haikal juga seperti melampiaskan dendamnya pada mantan ayah tiri mereka bertahun yang lalu, saat Dinara dilecehkan di depan mata kepalanya sendiri.
Haikal seperti samsak hidup yang khusus diciptakan untuk Danish sebagai tempat melampiaskan seluruh dendamnya selama ini. Baru kali itu dia memukuli orang sampai dirinya sendiri serasa ingin mati. Danish kelelahan lahir dan batin. Dia terluka mendapati kenyataan bahwa Haikal adalah sepupu Sayna, orang yang selama ini dia sukai.
Dan Danish ingat bagaimana dia sudah menghina serta menyakiti gadis itu tempo hari. Dadanya berdenyut nyeri. Dia tidak bisa melupakan cara Sayna memandangnya, Danish pasti sudah menorehkan luka yang amat hebat di sana. Dan dia tidak tahu bagaimana caranya untuk dimaafkan lagi.
“Mama mau minta tolong Angga buat bujukin kamu sekolah, tapi kayaknya hubungan kalian lagi nggak baik.” Melia pun buka suara. “Mama tahu sejak kita ketemu di kantor polisi waktu itu. Jadi mama sungkan buat minta tolong, mungkin kalian belum baikan. Mama nggak mau kalian baikan dengan terpaksa karena mama kebetulan memanfaatkan keadaan. Kalian harus selesaikan masalah kalian dengan kepala dingin, jangan berantem lagi.”“Iya.” Danish mengangguk pelan. “Nanti aku ajak baikan kalau kami udah ketemu lagi di sekolah.”“Iya, harus itu. Lagian teman kamu tambah banyak, makin gede teman mainnya makin banyak. Herdi, Hamam sama Arvin juga baik banget, mama seneng kamu dekat sama mereka.”Tiga manusia ala pengibar bendera itu tersenyum bangga setelah mendengar pujian barusan. Kemudian Melia pamit untuk mengambil beberapa camilan serta minuman yang tentu langsung disambut riang oleh teman-temannya. Jujur saja, Danis
Kembali ke kehidupan seperti biasa artinya Danish juga bekerja seperti biasa. Setelah teman-temannya pergi, Danish pun ke laundry untuk mengantar pakaian yang sudah selesai dicuci dan baru pulang ke rumah sore menjelang malam.Di halaman rumahnya dia melihat sebuah mobil berwarna putih terparkir, kalau tidak salah ingat itu adalah mobil ayahnya Sayna. Danish meringis saat melewati Michiko yang belum sempat ia bawa ke bengkel setelah dipakai menabrak motor Haikal tempo hari, lalu masuk ke rumah sambil mengucapkan salam.Dan benar saja, di ruang tamunya, ayah serta ibu Sayna tengah duduk sambil berbincang dengan Melia. Mereka segera menoleh dan menyambut kehadiran Danish dengan senyum mengembang.“Dari mana jam segini baru pulang?” tanya ibu Sayna perhatian sambil mengelus lengan atasnya. Danish tersenyum canggung sebelum beralih ke ayah Sayna dan turut menyalaminya.“Habis bantu mama, Bu. Nganter cucian di laundry.&rdquo
Mungkin kalau telinganya bisa protes, Sayna pasti tidak bisa duduk tenang di kursi ruang makan keluarga sambil mendengarkan ocehan ibunda berulang-ulang. Semua yang dibahasnya sejak pulang dari kediaman Melia kemarin hanyalah Danish, Danish dan Danish. Ayah juga ikut menimbrung sesekali, tapi tidak seantusias ibunya. Mungkin karena ibu perempuan, sama seperti Sayna dan gadis-gadis lain, iman mereka lemah dihadapkan pada wajah tampan Danish.Terlebih setelah mengenalnya, dan ternyata Danish adalah sosok anak baik, ibu semakin tergila-gila membahas pemuda itu. Di depan hidung putrinya sendiri yang jelas-jelas sudah mengenal Danish lebih dulu selama kurang lebih empat tahun terakhir.“Nih, ibu mah nggak tahu kalau nggak lihat sama mata kepala sendiri. Mau magrib itu baru sampai rumah habis nganterin cucian cenah. Aduh, eta budak bageur-bageur teuing atuh, nya. Maksud ibu gini lho, Teh... kan laundry bu Melia tuh bukan laundry keci
“Say, kamu pakai ini aja buat sekarang. Biar makeup-nya cocok.”Sayna menurut saat bosnya—Violeva, memberikan sepotong gaun rancangan Vera Wang berpotongan slip charmeuse dengan gaya plugging back, hand-dropped sleeve dan crisscrossing straps yang pasti akan membungkus tubuhnya dengan sempurna.Butuh waktu hingga beberapa bulan sampai dia bisa memenuhi panggilan kerja berikutnya untuk kembali melakukan pemotretan katalog butik ini. Dan baru hari ini—hari Minggu, Sayna beserta Violeva dan timnya setuju untuk meneruskan proyek mereka yang belum tuntas sejak berbulan lalu.Sayna melihat pantulan dirinya sendiri di cermin, dia masih ingat dengan jelas bagaimana Danish memujinya waktu itu, waktu pertama kali melakukan pekerjaan ini. Dan Sayna akui bahwa dirinya saat ini begitu cantik, seperti kata Violeva tadi. Tema yang diambilnya adalah seorang Ratu. Dandanan Sayna begitu tajam dan membuatnya tamp
Danish memandang langit-langit kamar, dia tidak bisa tidur sejak semalam, sementara semburat kebiruan dari kaki langit sudah muncul saat ini. Artinya, ini sudah pagi dan Danish harus sekolah. Hari pertamanya sekolah setelah membolos lama sekali, hampir dua minggu atau malah lebih. Dia lupa menghitungnya.Insomnia seperti inikah yang dirasakan Hamam waktu itu? Tapi jika Hamam susah tidur karena pusing memikirkan dari mana datangnya air kelapa, maka Danish tidak begitu. Dia jadi susah tidur karena bertemu Sayna kemarin siang di butik Violeva. Dan gadis itu berdandan sangat cantik, dia juga mengejar Danish ke parkiran dan diam selama bermenit-menit di hadapannya. Tidak tahu bahwa ada orang yang sedang berusaha menahan diri untuk tidak jadi gila karenanya.Mungkin kalau jantung Danish bisa berteriak, dia sudah melolong seperti auman manusia serigala di malam bulan purnama. Untungnya jantung hanya berdebar-debar saat pemiliknya sedang tidak dalam kestabilan jiwa.&ld
“Sayna....”Lelah mengeraskan rahang sepanjang jalan, gadis itu langsung melemaskan otot wajahnya dengan melengkungkan bibir dan menerima sambutan serta pelukan hangat dari seorang wanita yang meneriakkan namanya heboh di depan pintu. Sayna menyalami wanita itu, dan membiarkan dirinya dipeluk serta dicubit gemas berhubung pipinya makin gendut.“Apa kabar, Tante?” tanyanya memulai basa-basi. Sudah jelas wanita di hadapannya ini tampak lebih kurus dari terakhir kali Sayna mengingatnya, wajah Melia juga agak kuyu. Maklum saja masalah yang menimpa anak-anaknya belakangan pasti membuat beliau kepikiran.“Tante sehat, kamu gimana? Tante kangen banget! Tante nunggu kamu datang lagi ke sini tapi nggak pernah terjadi. Kamu tahu gimana gencarnya tante minta ibu biar kamu ikut pas ada kunjungan ke sini? Coba cek deh surelnya, tante nyepam banget di sana.”Sayna tertawa sungkan, tidak enak harus memutus hubungan dengan wanita canti
“Nish...”Sayna memanggilnya dan dengan begitu Danish langsung melepas pegangan tangan mereka berdua. Dia benar-benar gugup setengah mati, walau sudah puluhan kali latihan di kamar mandi demi menyambut kedatangan Sayna hari ini, Danish tetap susah mengontrol diri. Dia bahkan bilang pada ibunya untuk menyiapkan buah nangka sebab Twisko dan Teh Kotak terlalu biasa. Danish sudah sering membelikannya, hanya nangka yang belum pernah.Mereka sampai di halaman belakang rumah, Danish sendiri lupa kapan terakhir kali dia berkunjung ke sini. Rasanya sudah lama sekali. Tahu-tahu tanaman dan bunga-bunga milik ibunya sudah bermekaran dan tumbuh tinggi. Di antaranya ada bunga lily yang mekar dan mencolok karena ukurannya yang besar-besar. Cantik, seperti seseorang di sebelahnya saat ini.“Maaf ya, Nish... kedatangan gue hari in—”“Gu...gue dulu,” potongnya buru-buru. Danish menghadap gadis itu. “Gue dulu yang ngomong.&rdq
Rencananya Danish akan tidur nyenyak malam ini setelah hari-hari yang berat kemarin boleh dikatakan akan segera berakhir. Tapi semua niat itu ia urungkan melihat seseorang datang tengah malam buta dengan menyeret kopernya yang berwarna merah menyala dan bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa. Tidak akan melakukan apa-apa, tidak habis kabur dari ibu dan adiknya selama berhari-hari setelah memutuskan untuk menikahi orang asing bulan depan.Dinara tergolek di sofa ruang tengah dengan kaki terangkat satu ke sandarannya.“Mbak, aku mau ngomong.” Dia tidak menahan diri lagi. Danish berdiri di sebelah kakaknya yang terbaring, tepat di atas kepalanya.“Apa?”“Soal pernikahan Mbak Dinar bulan depan itu.”“Nish...” panggil ibu mereka. “Besok lagi, kasihan mbaknya capek.”Danish membuang napas kasar. “Kalau dia capek dan nggak mau diajak ngomong sama siapa-siapa, Mbak Dinar harusnya lan