Fien Clark dengan senang hati membawa Alice ke kapal tua tersebut. Ia berharap, ini adalah akhir dari penderitaan dirinya selama ini. Ia telah menderita sejak dahulu kala, ketika dirinya masih kecil dan hidup bersama Erick Davis.Bukan karena Erick bersikap jahat kepadanya, akan tetapi karena sebenarnya ia tak pernah merasa tenang dan menerima kehadiran Erick di dalam hidupnya.Hal itu adalah penderitaan yang paling menyakitkan selama bertahun-tahun lamanya sehingga membentuk sebuah dendam. Akan tetapi, setelah Erick tiada, penderitaan itu justru lebih mendalam sehingga kebencian itu telah berubah menjadi rasa rindu yang tak akan pernah terobati."Fien, kapal ini terlihat menyeramkan," kata Alice saat mulai melangkah ke atas geladak kapal.Bunyi decitan besi tua dan menggaung sesekali membuat Alice merinding."Sepertinya akan turun hujan lebat dan badai. Bagaimana kalau kita kembali saja, Alice? Kita bisa melakukannya lain waktu," saran Fien Clark karena mel
"Siapa kau sebenarnya, dan apa maumu?".kata Fien Clark berusaha bernegosiasi dengan pria tersebut. Pasti ada sesuatu yang salah bukan?Bukan menjawab, sang pria mengetatkan dekapannya di leher Alice untuk mengancam Fien Clark."Jawablah dengan jujur, apa sebenarnya maumu dan mengapa kau menyerang kami? Hentikan, kita bisa bicara baik," kata Fien Clar .yang penasaran siapa sebenarnya pria tersebut.Fien Clark berusaha membocorkan jauh ke dalam sorot mata pria tersebut barang kali ia bisa menebak siapa sebenarnya yang berada di balik topeng hitam tersebut. Ia bahkan merasa tak asing dengan postur tubuh tersebut. "Katakan padaku, apa maumu?"Setiap Fien Clark melangkah, pria tersebut memperketat dekapannya dan berjalan mundur.Alice yang semakin ketakutan berpikir untuk bisa lolos dari dekapan pria tersebut dan memikirkan cara. Lalu ia sempat melihat kebawah dan ia memiliki ide.Dengan sekali hentakan yang kuat ia menginjakkan kakinya di kaki pria ters
Fien Clark berpaling dari pandangan Alice dan berusaha mengusap air matanya. Siapa tahu kesedihan seorang pria seperti Fien Clark? Ia adalah seorang pria bertubuh besar dan kokoh, menangis nyaris tak mungkin dalam hidupnya.Akan tetapi siapa yang tahan melihat gadisnya diancam dilukai dengan sebilah pisau di depan matanya? Siapa yang akan tega dengan keadaan seperti yang dialami wanita yang dicintainya? Tidak, membayangkan saja Fien sudah tak sanggup.Fien Clark lebih baik mati andai itu terjadi di hadapannya. Ia hampir putus asa andai Antonio tak datang."Apa maksudmu aku menangis? Gerimis sudah jatuh sejak tadi, kau pikir itu air mataku? Itu hanya air hujan, Alice," katanya dan mencoba membentuk senyuman di bibirnya.Alice tak merespon, ia merasa yakin kalau itu adalah air mata."Apa seorang lelaki tak boleh menangis?" tanya Alice dan saat itu Fien Clark telah mendudukkan Alice di meja makan. Fien Clark dengan telaten membuka mantel Alice yang kotor oleh k
Bagaimana mungkin Antonio semudah itu mengatakannya? Ia hanya tertunduk lesu menatap kepergian mereka semuanya, meninggalkan rasa tak berdaya dan marah pada dirinya sendiri.Fien Clark menghadap dinding, membenturkan keningnya pada permukaan dinding itu. Ia benar-benar kalut untuk mengatakan betapa terlukanya hatinya. Antonio benar, bahwa Alice selalu saja sial saat bersamanya, seolah takdir tak berpihak untuknya. Seolah tak akan ada yang rela saat mereka bersama. Hujan sangat deras mengguyur pantai di atas rumah cinta yang telah dengan susah payah Fien Clark bangun untuk Alice. Selangkah lagi, selangkah lagi Alice telah berada di dekatnya, tapi segalanya seolah seperti pasir yang hilang diterpa air hujan.Fien berlari ke tengah hujan menghadap lautan yang sedang pasang. Tak perduli bagaimana gelapnya cuaca, hatinya sungguh lebih gelap dan kalut.Iapun menjerit dan berteriak ke lautan lepas untuk meluapkan kesedihannya. Ia sungguh tak berdaya.Malam it
Tak butuh waktu lama bagi Alice untuk merias dirinya dan juga Alex. Sudah dua hari sejak pertemuan terakhirnya dengan Fien Clark, Alex selalu bertanya soal Fien Clark. Ia menjadi gusar karena keputusan Antonio untuk dirinya tak lagi menemui Fien Clark yang selalu membuatnya dalam bahaya. Akan tetapi sebenarnya, ia merasa berat dan menganggap itu adalah keputusan sepihak. Alice masih penasaran tentang jati dirinya terutama hubungan cinta dengan Fien Clark. Meskipun sebenarnya hatinya saat ini memang terpaut pada pria itu terlepas dari hadirnya Alex diantara mereka."Kenapa kau tak menemuiku lagi atau menghubungi aku?" lirihnya sedih.Sementara itu Antonio samasekali tak perduli dengannya kecuali keselamatan hidupnya."Kau seperti hendak pergi?" tanya Antonio melihat Alice sudah berpakaian rapi dan juga Alex. "Mau kemana?""Ehmm, aku harus menemui Fien Clark. Alex selalu bertanya tentang Fien. Aku rasa, mereka butuh untuk saling bertemu," ujarnya tanpa menghi
Saat ini, Alice telah berada di ruangan apartemen Bella. Entahlah kenapa Alice merasa hatinya terurus saat menerima kenyataan Bella dan Fien Clark tinggal di apartemen bersama. Sudah sejak awal ia merasa sedikit cemburu dengan gadis cantik ini."Kalian sungguh tinggal bersama?" tanya Alice dan berjalan mengitari apartemen. Sementara Alex sedang asyik dengan sebuah permainan robot di sudut ruangan.Bella mengangguk dan mengambil sebotol air mineral untuk Alice. "Kenapa? Kau seolah memikirkan sesuatu," goda Bella."Ah, tidak. Uhmm, aku kira kalian memang pasangan yang sangat serasi. Kalian bahkan tinggal bersama dan saling mengerti," ujar Alice mencoba untuk mengatakan hal itu tanpa kegugupan.Bella tersenyum. Ia tahu Alice cemburu."Tentu saja butuh saling mengerti untuk bisa tinggal bersama. Akan tetapi kau tak usah kuatir karena aku tak memiliki hubungan apapun dengannya. Bagaimana denganmu, apakah hubungan kalian baik baik saja?"Alice menatap Bella, s
"Apa maksudmu dengan kematian Erick Davis? Apa yang terjadi sebenarnya?" Bella terlihat panik mendengar pengakuan Alice yang mengatakan Erick Davis telah mati. Sebab, Fien Clark samasekali tak menyinggung soal kematian. Apakah Fien Clark sengaja menyembunyikan fakta ini? Apa maksudnya semua ini?"Kau tak bercanda kan?""Apa Fien Clark tak mengatakannya? Dia berkali kali mengatakan tentang ini kepadaku. Erick adalah kekasihku sebelumnya, meskipun sebenarnya aku juga tak mengingat dengan jelas siapa Erick ini."Bella mengepalkan tangannya kuat. Ia menyesal kenapa Fien Clark tak mengatakannya waktu itu, ia merahasiakan kenyataan ini bahkan terhadap ibunya. Ia tak bisa membayangkan seandainya sang ibu tahu apa yang sedang terjadi."Akhhh! ini membuatku frustasi," gumamnya lalu menggigit bibir merahnya. Ia membayangkan betapa kecewanya sang ibu yang telah merindukan putranya selama bertahun-tahun. Dan kini, jika benar Erick Davis telah tiada apa yang akan terjadi pad
"Kami sungguh tak mengerti dengan apa yang kau katakan. Mengapa mantan istrimu membunuh anakku, Fien?" ujar Nancy dengan deraian air mata.Fien terlihat gelisah. Masa lalu itu seperti membuatnya berada di suatu tempat untuk diadili."Aku dulu membencimu, dan membenci Erick. Itu karena kalian telah membuat ayahku menceraikan ibuku. Sampai dewasa, aku semakin membenci Erick karena ia telah banyak meraih kesuksesan.""Dan apakah kebencianmu itu sepadan dengan kematiannya?" Nancy semakin menangis."Tidak, aku tak pernah berniat untuk membunuhnya. Akan tetapi aku kehilangan ayah yang selalu memperhatikanku karena Ayah selalu membanggakan Erick yang sukses. Meski begitu aku sama sekali tidak berpikir untuk membuatnya mati," ujarnya pelan, pikirannya menerawang jauh dalam kenangan konflik di masa lalu dimana ia sering bertengkar dengan Erick Davis karena berbeda pendapat. l meminta maaf, tapi membunuhnya adalah kejahatan, Fien.""Aku mengerti, aku hanya perlu untuk melakukan sebuah rencana.