Pria dengan kulit eksotis itu, terlihat tidak fokus dengan layar komputer yang ada di hadapannya. Pikirannya berkelana jauh, memikirkan seseorang yang entah di mana keberadaannya.
Dia mendesah kasar. Tangannya terulur, membuka laci meja. Mengambil kalung dengan nama ‘Sofia’ yang terukir indah. Peninggalan terakhir dari gadis itu yang masih dia temukan di hotel, setelah malam panjang mereka.
Entah perasaan apa yang selalu ada di hatinya.
Rasa bersalah?
Cinta?
Atau apa pun itu, Arnold sama sekali tidak mengerti. Yang dia mau hanya Sofia saat ini.
Terdengar suara ketukan pintu yang membuat alisnya sedikit terangkat, heran. Dia tidak ada meminta seorang pun untuk datang ke ruangannya.
“Masuklah!” perintahnya sesaat kemudian.
Pintu terbuka, dan memperlihatkan sosok Arzan yang berjalan masuk dengan wajah lelah. Dari kemarin dia sibuk dengan pencarian Sofia.
“Ada apa?” tanya Arnold dingin sep
Ketika hati sudah saling terpaut, bagaimana bisa dia melepaskan ikatan itu dengan mudah?Bagi Arnold, sejak malam itu hatinya sudah terpaut dengan seorang gadis mungil, yang berhasil membuatnya menjadi seperti saat ini. Gadis yang membuatnya terbelenggu dalam rasa bersalah, yang amat dalam.“Ar, kita sudah sampai.” Arzan menepuk pelan bahu Arnold, karena pria itu hanya diam ketika dia memanggilnya.Arnold terkesiap. Pria itu menoleh, lalu mengangguk perlahan.“Kita turun sekarang.” Pria bernetra abu itu segera turun dari mobil, yang dikemudikan oleh Arzan.Setelah hampir satu pekan pencarian Sofia dilakukan, Arnold belum mendapat kabar apa pun dari sahabatnya.“Kenapa mereka mengajak pertemuan di restoran seperti ini?” tanya Arnold seraya masuk ke dalam restoran Jepang, untuk melakukan pertemuan bisnis dengan salah satu perusahaan IT yang sedang berkembang pesat saat ini.“Mereka lebih suka me
“Kau ingin bicara apa?” Nicholas mulai membuka suaranya, setelah sudah selesai dengan makan siang mereka.“El bisa bermain di depan dulu?” Sofia tidak merespons pertanyaan Nicholas. Dia tidak ingin berbicara mengenai hal ini di depan El, anaknya.“Sure, Mom.” El segera beranjak dari meja makan, dan bergegas ke ruang tamu.“Apa sangat penting?” tanya Nicholas lagi.Sofia masih diam. Dia bingung harus memulai dari mana dulu.“Fia!” panggil Nicholas ketika Sofia hanya diam saja.“Besok aku akan pindah dari apartemenmu.” Sofia mengatakan hal itu dalam satu tarikan napas. Dia benar-benar merasa sangat gugup saat ini.Nicholas mengernyitkan dahinya. “Kau bicara omong kosong.” Setelah itu dia menggeleng pelan.“Tidak, Nic,” sanggah Sofia. “Aku tidak bicara omong kosong. Besok aku akan pindah dari sini.” Wanita itu menggigit kuat
“El, sudah selesai?” Sofia menatap anaknya yang masih duduk di meja makan, dengan sepotong sandwich dan satu gelas susu yang masih utuh. “Tidak diminum?” tanyanya seraya memandang El, heran.El menggeleng kecil. “Mom, apa benar kita tidak tinggal bersama daddy lagi?” Anak itu tidak sengaja mendengar percakapan Nicholas dan Sofia, kemarin siang.Sofia menepuk dahinya. Dia terlupa untuk memberitahu El perihal kepindahan mereka. “Hu'um, rumah kita tidak terlalu jauh dari sekolahmu, Sayang,” jelas Sofia.“El tidak mau.” Anak itu menggeleng kuat. “I want to stay with daddy.”Nicholas datang dan berdehem. Pria itu sudah terlihat begitu rapi dengan pakaian kerjanya. Dia menoleh kepada Sofia, lalu kembali menatap El dengan senyum lebar.“Kau belum menghabiskan susumu, Boy?” Pria bernetra biru itu segera menarik kursi di sisi El, lalu menyusul duduk.El hanya menggele
Arnold mengacaukan seluruh isi ruang kerjanya. Pria itu tidak terima dengan hasil pekerjaan Arzan selama dua pekan ini.Nihil. Pencarian Sofia tidak menemukan titik terang sama sekali.Di seberang sana Arzan dan Dareen hanya terdiam. Mereka sama sekali tidak berani mengusik, sang singa jantan yang sedang mengamuk.“Apa kau tidak bisa bekerja dengan benar?" teriak Arnold. Netra abunya menatap nyalang Arzan yang hanya membisu.“Aku sudah berusaha semampuku. Tapi, kau tahu sendiri bukan? Sangat sulit mencarinya.” Arzan tak kalah berteriak. Dia begitu kesal dengan ambisi pria berdarah Belanda itu.“Kak!”Arnold mengangkat tangannya. Meminta Dareen agar tidak berbicara apa pun. Dia tidak mau sampai lepas kendali kepada Arzan ataupun Dareen.“Sebaiknya kalian pergi dari apartemenku,” pintanya dengan dingin.“Aku tidak bisa ....”Arzan mencekal tangan Dareen. “Sebaikny
Akhir pekan kembali datang. Nicholas bangun lebih pagi dari biasanya. Pria itu bergegas menuju kamar mandi, dan membersihkan diri.Dia ada janji hari ini. Menemani El bermain, dan berencana mengajak anak itu jalan-jalan. Kini hatinya semakin mantap, untuk kembali memperjuangkan Sofia.Bukan dengan rayuan atau kata-katanya manis. Mungkin, dengan menghabiskan hari bersama mereka sesering mungkin, membuat wanita itu perlahan luluh. Meski dia tahu, hal itu bukanlah hal yang mudah.Pria Italia itu bersenandung ria di bawah guyuran air. Mengingat kembali interaksi yang terjadi dengan Sofia akhir-akhir ini, membuat hatinya begitu gembira. Wanita itu seperti gunung es yang sudah sedikit mencair.“Aku akan membuat seluruh gunung es itu mencair,” ungkap Nicholas sembari tersenyum.***El beranjak ketika mendengar deru mobil yang berhenti di depan rumahnya. Anak berusia 4 tahun itu segera berlari keluar, karena d
Pusat perbelanjaan di akhir pekan seperti ini, memang terlihat lebih ramai dari biasanya. Terlihat banyak sekali orang berlalu lalang. Dari para pemuda-pemudi yang sedang menghabiskan hari untuk merajut kasih, dan banyak keluarga yang juga datang untuk sekadar menghabiskan waktu di akhir pekan.Nicholas berjalan dengan tangan kiri yang terus menggenggam telapak tangan Sofia. Sedangkan, tangan kanannya menggendong anak kecil berusia empat tahun.Siapa saja yang melihatnya pasti akan mengira bahwa mereka adalah sebuah keluarga. Keluarga yang terlihat begitu harmonis.Seperti biasa, pria Italia itu sukses menarik perhatian pengunjung di sana. Tubuhnya yang lebih tinggi dari orang-orang di sana, serta wajahnya yang terlihat begitu tampan, membuat para wanita menatap penuh damba kepadanya.Tubuh atletis yang dibalut kaus berwarna putih, mencetak jelas otot-otot tubuhnya.“Pandangan mereka seperti ingin membunuhku,” gumam Sofia sembari berjal
“Kau ....”Belum selesai Sofia berbicara, Nicholas kembali membungkam bibir tebal itu dengan bibirnya. Wanita itu terkadang begitu cerewet, sehingga membuatnya begitu tidak sabar.Nicholas meraih tangan Sofia yang terus saja memukul pelan dadanya. “Divertiti stasera, mio caro (Nikmati malam ini, Sayangku),” bisik Nicholas sesaat setelah melepaskan tautan bibir mereka.Netra biru itu menatap teduh wanita yang kini berada di dalam dekapannya. Netra biru yang selalu saja berhasil membius Sofia dalam keadaan apa pun.Mendapati Sofia diam, Nicholas kembali mendaratkan bibirnya.Melumat bibir tebal yang selalu membuatnya candu. Menghisap bibir tebal yang selalu terasa begitu manis.Aroma dan rasa wine bercampur menjadi satu, dengan saliva mereka.Sofia memejamkan kedua matanya. Tak dipungkiri sentuhan bibir Nicholas memang selalu memabukkan. Sapuan lembut bibir Nicholas memang begitu membuatnya tergila-gila, dan meng
Ini pertama kalinya Arnold menginjakkan kaki di perusahaan Askara Group. Pria itu menatap kagum desain interior perusahaan yang cukup ternama. “Mari Tuan.” Aldi langsung menyambut kedatangan mereka berdua. Kemudian, mengarahkan keduanya untuk masuk ke dalam lift khusus petinggi perusahaan. Di dalam lift ketiga pria itu hanya diam membisu, dengan pikiran masing-masing. Setelah lift berhenti, Aldi mempersilakan tamu mereka untuk masuk ke dalam ruang rapat. Lalu meminta Arnold dan Arzan untuk menunggu kedatangan Ettan sebentar lagi. “Maaf, Tuan. Tuan Ettan sedang dalam perjalanan menuju kemari.” Aldi membungkukkan tubuhnya, merasa tidak enak, karena bosnya belum sampai kantor di jam seperti ini. “Tidak masalah.” Arnold tersenyum miring. "Mungkin dia ada sedikit masalah.” “Terima kasih Tuan.” Lagi-lagi Aldi merasa sungkan. Sebenarnya Ettan memang tidak masuk bekerja hari ini, karena alasan penting. Namun, mengingat janji mereka beb