Theo masih memeluk Felicia, lebih tepatnya ia memeluk Felicia dari belakang. Felicia yang hendak keluar dari kamar ini pun urung.“Feli …” panggil Theo dengan lembut.“Hm?”Felicia melirik ke arah Theo yang sedang menumpukan dagu di atas pundaknya. Theo berlanjut menggerak-gerakkan tubuhnya yang sedang dipeluk, ke kanan dan ke kiri. Tingkahnya seperti bocah.“Gimana kalau malam ini kamu tidur sama aku?” tawar Theo.Felicia langsung melotot. “Gila kamu ya! Nanti kalau ketahaun orang tuaku atau William gimana?!” pekiknya.Theo memajukan bibirnya, mendadak cemberut.“Ayolah …” rengek Theo.Theo tak ingin melepaskan Felicia.Dan, Felicia menghela napas. Tingkah Theo sekarang sungguh seperti bocah manja, tak mau melepaskannya, dan merengek minta tidur bersama. Astaga!“Please …” mohon Theo sambil memasang ekspresi menggemaskan.Duh, gawat! Felicia bisa luluh kalau begini. Ia pun buru-buru menatap ke arah lain, ke manapun asalkan jangan melihat wajah Theo.“Yang benar aja kamu nih! Lepas, T
“Oh, begitu … jadi kamu nggak mau?” tanya Theo.Baiklah, akan Theo tanggapi godaan dari Felicia.Merasakan Felicia dengan berani masih mengusap-usap tubuhnya, bahkan tangan Felicia seolah sengaja turun seperti hendak menyentuh burung tempur Theo di balik celana, Theo tentu saja tergoda.Obrolan soal otot masih berlanjut, Felicia pun sepertinya belum berniat untuk berhenti menggoda Theo.“Kalau yang ini, berotot nggak?” tunjuk Felicia ke burung tempur Theo.Theo terbelalak, tak menyangka kalau Felicia akan seberani ini.“Kamu ‘kan pernah lihat, ototnya bisa muncul kalau kamu godain apalagi kalau kamu sentuh. Bisa bangun sampai berotot,” jawab Theo.Felicia malah tertawa.Theo yang gemas pun menunduk, menggigit ringan hidung Felicia.Felicia langsung menabok lengan Theo.“Nggak usah gigit! Nakal!” seru Felicia.“Kamu yang nakal duluan.”Theo menatap Felicia intens, melangkah maju hingga Felicia refleks mundur. Punggung Felicia mencium tembok, ia terjebak!Theo mengulurkan tangannya, men
Marcell menatap Theo dengan tatapan penuh pertanyaan, sementara Felicia berusaha menjaga ketenangannya. William dengan senyum memecah keheningan.“Oke, mari kita berangkat kerja!” seru William.William ingin Felicia semakin dekat dengan Marcell, ia tentu saja setuju jika perjodohan benar-benar terlaksana dan mereka berakhir menikah.Theo mencoba untuk tetap tenang, tetapi tatapan Marcell yang tertuju padanya membuatnya gelisah. Felicia pun merasa tegang, berusaha menyembunyikan kegugupannya.“Kamu belum jawab pertanyaan saya. Kok bisa kamu ada di sini, The?” tanya Marcell, matanya masih terpaku pada Theo.Felicia langsung bicara, ia yang menjawab, "Theo sedang ada masalah, Marcell. Dia dihajar oleh seseorang, dan saya membantunya. Theo butuh tempat menginap untuk sementara, jadi dia menginap di rumah saya, lagian ada dua kamar kosong di lantai dua.”Marcell justru penasaran dengan sesuatu. "Dihajar? Siapa yang berani melakukan itu kepada Theo?"Felicia terdiam sejenak, tidak ingin men
Hari itu, Felicia banyak memandang Theo dengan sorot sedih. Ia ingin merekam setiap momen di mana ada Theo di sini, melalui ingatannya, ia ingin menyimpannya.Entah akan seperti apa suasana tempat kerja Felicia nantinya jika sudah tak ada para anak magang lagi. Terutama Theo, Felicia pasti akan sangat merindukan masa-masa bekerja bersama Theo.Ketika Theo menoleh, Felicia langsung mengganti raut wajahnya dengan cepat. Ia memasang senyum.Theo membuka ponsel lalu menatap Felicia, memberi kode agar Felicia membuka ponsel juga.Mengangguk, Felicia pun membukanya. Ternyata ada chat masuk dari Theo.Theo: Nanti kita pulang bareng ya.Theo: Hari ini jadwalku ke psikiater, kamu mau menemani nggak?Felicia tersenyum melihat chat itu. Ia mendongak, menatap Theo lalu mengangguk sebagai balasan.Satu hal yang Felicia syukuri sekarang, Theo mau rutin mengunjungi psikiater. Lelaki itu benar-benar bertekad untuk sembuh dari traumanya, agar berani menghadapi Martin juga. Memangnya mau sampai kapan T
“Kamu … sejak kapan jadi begini?” tanya Martin setelah menetralkan keterkejutannya.Theo masih menatap Martin dengan berani. “Memangnya kenapa? Apa aku nggak boleh jadi begini?”Martin mendengkus, memasang tampang kesal. “Siapa yang membuatmu begini? Apa kamu disuruh oleh si Felicia itu?”Mendengar nama sang kekasih disebut, Theo merasa tak terima. Ia pun mengepalkan tangan dengan kuat guna menekan emosinya.“Jangan ungkit Felicia lagi dalam pembicaraan kita, Pa. Aku melakukan semua ini atas kehendakku sendiri, Felicia nggak ada hubungannya sama sekali,” ucap Theo. Ia tak ingin Felicia dibawa-bawa, apalagi kalau sampai dipecat.Martin menyeringai. “Apa kamu segitunya ingin melindungi Felicia?”“Udah aku bilang jangan bahas Felicia, dan … awas aja kalau Papa sampai pecat dia!”“Kamu mau apa kalau Papa sampai memecat wanita itu?” tanya Martin dengan tampang menantang.Theo bungkam, tak sanggup berkata-kata. Ia tak bisa melakukan apa pun, di perusahaan ini statusnya juga hanya anak magan
“Aku udah booking hotel. Let’s have s*x.”Felicia menyatakan dengan berterus terang apa tujuannya menemui pria dari aplikasi kencan ini. Kali ini pasangan kencannya bernama Theo itu dan dia seumuran dengan Felicia, yaitu 27 tahun.Sejujurnya, ini pertama kalinya buat Felicia mengajak tidur seorang pria. Pengalaman kencannya paling hanya makan di restoran atau menonton bioskop, hanya menjalankan kencan biasa. Dan semuanya pun tidak ada yang berhasil.Jadi, ini mungkin sebagai peruntungan terakhirnya, setelah sang mama terus mendorongnya untuk menikah, atau akan dijodohkan dengan anak temannya.Theo tampak tersedak minumannya sendiri. “Apa?”“Kenapa kaget? Bukannya biasanya memang from Tunder to bed?” tanya Felicia.Kali ini, Felicia tertarik dengan wajah dan penampilan pria bernama Theo ini dari foto yang tertera di aplikasi kencan online. Keterangan di sana juga menyebut kalau Theo seorang manajer pemasaran di suatu perusahaan.‘Pria matang memang menantang!’ gumam Felicia sambil meneg
Felicia memekik kaget dan refleks menjatuhkan dompet Theo. Ia pun menutup mulutnya sambil melirik ke arah Theo yang masih terlelap.‘I-ini… tidak mungkin kan?’Dengan panik Felicia mengambil KTM itu sambil berharap kalau Theo adalah mahasiswa S2, bukan S1 yang masih bocah. Namun, saat Felicia melihat keterangan di KTM itu …“Theodorus Leonell Wijaya, mahasiswa S1, jurusan Manajemen!” pekik Felicia tertahan,.Felicia menatap tanggal lahir yang tertera di kartu tanda mahasiswa milik Theo. Astaga, ternyata umur Theo baru dua puluh satu tahun! Theo enam tahun lebih muda dari Felicia!“A-aku tidur dengan berodong?!”Felicia seketika merasa tertipu. Kakinya langsung lemas, dan hampir terjatuh kalau tangannya tidak memegang tangan sofa lebih dulu. Ini gila!‘Aku merelakan keperawananku untuk bocah 21 tahun?! Gila kamu, Feli!’ Tidak, hubungan ini harus segera diselesaikan. Felicia tidak mau bermain-main cinta dengan bocah ingusan yang 6 tahun lebih muda darinya. Ia mencari suami, bukan beron
Felicia buru-buru melepaskan jabat tangannya dengan Theo. Sepertinya dia sudah tidak waras, bisa-bisanya dia malah terpikirkan hal mesum!“Anak magang dibimbing sama asisten manajer Felicia ya. Kalau ada pertanyaan bisa ke dia,” kata sang manajer.Sontak, Felicia melotot. Dia harus membimbing anak magang yang di dalamnya ada Theo? Tidak!“Tapi, Pak—”Felicia langsung menghentikan ucapannya saat melihat atasannya, menatapnya sambil tersenyum. Felicia paham maksud tatapan dan senyum manajernya itu, tandanya beliau tidak mau ditolak. Pasrah, akhirnya Felicia diam dan menerima. “Baik, Pak.”Felicia menghela napas ketika atasannya itu keluar dari ruangan. Ia memang sudah pernah mendengar soal anak magang ini, tapi tidak pernah tahu kapan mereka datang. Apalagi soal Felicia yang menjadi penanggungjawabnya.“Kalian, ikut saya,” perintah Felicia setelahnya kepada anak magang.Felicia mengajak mereka memutari ruangan sambil menjelaskan beberapa hal, termasuk aturan dan apa saja yang harus dik