Share

Hot Night with Berondong
Hot Night with Berondong
Author: Ainjae

Bab 1 - Malam Panas

“Aku udah booking hotel. Let’s have s*x.”

Felicia menyatakan dengan berterus terang apa tujuannya menemui pria dari aplikasi kencan ini. Kali ini pasangan kencannya bernama Theo itu dan dia seumuran dengan Felicia, yaitu 27 tahun.

Sejujurnya, ini pertama kalinya buat Felicia mengajak tidur seorang pria. Pengalaman kencannya paling hanya makan di restoran atau menonton bioskop, hanya menjalankan kencan biasa. Dan semuanya pun tidak ada yang berhasil.

Jadi, ini mungkin sebagai peruntungan terakhirnya, setelah sang mama terus mendorongnya untuk menikah, atau akan dijodohkan dengan anak temannya.

Theo tampak tersedak minumannya sendiri. “Apa?”

“Kenapa kaget? Bukannya biasanya memang from Tunder to bed?” tanya Felicia.

Kali ini, Felicia tertarik dengan wajah dan penampilan pria bernama Theo ini dari foto yang tertera di aplikasi kencan online. Keterangan di sana juga menyebut kalau Theo seorang manajer pemasaran di suatu perusahaan.

‘Pria matang memang menantang!’ gumam Felicia sambil meneguk lagi minuman alkoholnya.

“Kayaknya kamu udah mabuk,” ujar Theo setelah membersihkan mulutnya. “Ayo pulang, rumah kamu di mana? Biar saya antar.”

“Aku nggak mabuk!” Felicia memang berseru seperti itu, tetapi tubuhnya terhuyung saat baru berdiri.

Felicia merasakan sebuah tangan kekar menopang pinggangnya saat itu. Ia menoleh, dan mendapati wajah Theo sangat dekat dengannya. Tanpa sadar, wanita itu tersenyum. Dari jarak sedekat ini, Theo memang sangat menawan.

Kulitnya bersih, dan sedikit kecokelatan. Hidungnya pun mancung, mirip pria-pria keturunan bule. Oh, ada satu yang paling menarik di mata Felicia.

Yaitu, bibir tebalnya yang sepertinya sangat manis itu.

“Hehehe….”

Felicia memang sudah gila. Ia hanya tertawa-tawa ketika Theo membawanya ke mobil, dan mendudukannya di kursi penumpang. Kepalanya sudah terasa ringan, dan tidak bisa berpikir jernih.

“Alamat kamu di mana?” Theo mengulangi pertanyaannya di bar tadi, sambil mengotak-atik ponsel. Mungkin membuka aplikasi peta.

Bukannya menyebutkan alamat rumah, Felicia malah menyebutkan lokasi hotel yang sudah di-booking olehnya. Katakanlah dia memang gila, tetapi pikiran tidak warasnya sungguh ingin memastikan Theo di ranjang.

Felicia tidak ingat pastinya bagaimana Theo membawanya sampai ke kamar yang ia booking. Ia hanya tahu pria itu merebahkannya di ranjang, membuka sepatunya, lalu menyelimutinya. Benar-benar tipikal pria gentleman.

“Mau ke mana? Hm?” Felicia menahan tangan Theo yang ingin beranjak begitu saja dari kamar itu.

Felicia menyeringai, sepertinya menyenangkan untuk menggoda pria yang tampak malu-malu seperti Theo. Ia beranjak dari atas kasur lalu mendekat ke arah Theo, dengan gilanya melepas pakaiannya sendiri sampai Theo melotot dibuatnya.

Felicia terus berjalan maju, sedangkan Theo berjalan mundur, hingga punggungnya membentur tembok. Felicia dapat melihat raut panik di wajah Theo,

Tetapi bukannya menjauh, Felicia malah semakin mendekat.

Theo menelan ludah. “Ja-jangan begini atau--”

“Atau apa?” bisik Felicia dengan suara serak-serak basah yang menggoda.

Felicia mengalungkan tangannya ke leher Theo, lalu berjinjit, hendak mencium bibir Theo. Pria itu tidak bergerak sedikit pun, yang membuat Felicia semakin tertantang.

Felicia melihat pria itu menelan ludahnya sendiri. Mata Theo yang berubah menjadi tajam itu menyusuri bibir dan dada Felicia. Wanita itu tersenyum, ingin kembali menggoda Theo.

Namun ia kalah cepat, karena pria itu sudah menggendong tubuh Felicia dan melemparnya ke kasur lebih dulu.

"Ap—"

Belum sempat Felicia bicara, Theo sudah lebih dulu membungkam bibir Felicia, menciumnya dengan ganas. Felicia kewalahan karena Theo melumat bibirnya tanpa ampun. Ciuman Theo terasa kaku, tapi begitu mendominasi dan berhasil membuai Felicia.

“S-stop! Sebentar!” Dengan panik, Felicia mendorong dada Theo. Sial sekali, padahal tadinya dia yang berniat menggoda Theo lebih dulu.

“Ini salahmu karena menggoda saya.” Theo menjawab sambil menciumi leher Felicia. Suaranya berubah menjadi serak karena terbakar gairah.

Felicia menahan napas ketika melihat Theo membuka bajunya sendiri dengan tergesa, kemudian kembali mencium bibirnya. Tangan Theo tak tinggal diam, bergerak meraba-raba tubuh Felicia.

Dari cara Theo membelainya, Felicia yakin kalau Theo adalah pria yang sudah berpengalaman. Ya, itu wajar saja mengingat umur Theo yang seumuran dengannya, pasti pengalaman Theo cukup banyak dengan para wanita ‘kan?

Pikiran Felicia buyar saat Theo merobek celana dalam tipisnya. Astaga, sepertinya pria yang satu ini sudah gila!

*

Felicia terbangun di pagi hari karena suara dering dari ponsel. Dia menoleh sejenak, menatap wajah tampan Theo yang masih tertidur pulas.

Felicia tersenyum mengingat pergulatan panas semalam. Untuk pengalaman pertamanya yang nekat, Theo bukan pasangan yang buruk. Ya walaupun, rasa sakit itu masih terasa sampai sekarang.

Felicia beranjak dari kasur dengan pinggang yang begitu nyeri. Ia melirik ke meja, ponsel yang terus berdering ternyata milik Theo.

Setelah memakai pakaiannya kembali, Felicia menghampiri meja dan hendak mengambil ponsel itu. Namun, dering teleponnya sudah mati lebih dulu.

“Dompetnya tebal amat,” gumam Felicia saat melihat dompet Theo yang tergeletak di atas meja.

Penasaran, Felicia mengambil dompet itu, lalu membukanya. Tenang saja, dia tidak berniat mencuri. Ia hanya penasaran, apa yang ada di dalam dompet pria matang, 27 tahun, yang bekerja sebagai manajer.

Dompet Theo berisi banyak uang tunai dan kartu-kartu. Mulai dari ATM, kartu kredit, SIM, sampai… black card?

Wow, sepertinya selain seorang manajer, Theo juga anak orang kaya.

Namun, saat akan meletakkan dompet itu kembali, Felicia malah salah fokus ke suatu benda yang terselip di antara kartu-kartu. Felicia mengambil sebuah kartu dan detik setelahnya, mata Felicia melotot.

“I-ini … Kartu Tanda Mahasiswa?!”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status