Share

Bab 5 - Pelukan Erat Theo

“Serius, Pak?!” pekik Diana dengan mata melotot.

Tak hanya Diana yang kaget, Felicia dan yang lainnya juga.

Sang manajer kembali berbisik-bisik, “Iya, tapi saya nggak tahu anaknya yang mana. Makanya kalian perlakukan para anak magang dengan baik, jangan macam-macam. Dan saya perlu kasih kesan baik, jadi kita adakan makan malam buat menyambut mereka.”

Felicia dan rekan-rekan kerjanya mengangguk paham masih dengan raut kaget. Benarkah ada anaknya sang pemilik perusahaan? Felicia jadi penasaran.

Mereka mulai menduga-duga siapa anak magang yang dimaksud sang manajer. Apakah pria atau wanita? Siapa namanya? Dan dugaan lainnya.

“Kalau menurutku, anaknya Pak Martin cewek yang itu.” Salah satu karyawan menunjuk seorang perempuan di antara anak magang.

Perempuan yang dimaksud bernama Sophia. Ia memang tampak paling mencolok di antara anak magang yang lain. 

Ia juga yang terlihat paling supel di hari pertama, bahkan memberikan kukis kepada para senior di hari kedua. Belum lagi barang-barang yang dipakainya hampir semuanya bermerk.

“Aku juga pernah lihat dia datang diantar sopir dan naik mobil mahal. Kayaknya dia yang anaknya Pak Martin, soalnya anak magang yang lain kelihatan biasa aja,” imbuh karyawan itu.

Felicia menatap Sophia yang sedang mengobrol dengan wajah ceria, lalu beralih pada Theo yang duduk di sebelahnya. 

Ah, ia jadi teringat isi dompet Theo saat di hotel waktu itu. Sebagai anak berusia 21 tahun, rasanya sangat ganjil sudah memiliki black card.

‘Kalau itu dikasih sama orang tuanya, berarti Theo juga orang kaya, kan? Kalau gitu… ada kemungkinan juga kalau dia anak Pak Martin.’

Tiba-tiba Felicia merinding sendiri membayangkannya. Sudah tidur dengan brondong, dan ternyata brondong itu adalah anak bosnya sendiri. Bayangan surat pengunduran diri berkibar-kibar di kepala Felicia.

“Sophia, ke sini sebentar!” suara Diana yang keras membuat lamunan Felicia pecah. Ia memanggil anak magang yang disinyalir anak bos itu.

Para karyawan menatap Diana dengan tatapan penuh tanya. Diana hanya tersenyum lalu mengangguk, entah apa maksudnya, atau mungkin Diana hendak menginterogasi Sophia?

“Iya, Bu Diana,” sahut Sophia sambil tersenyum dan mendekat pada Diana.

“Saya mau tanya, tapi kalau kamu nggak mau jawab nggak masalah. Papa kamu kerja di mana?” 

“Di, jangan tanya begitu!” bisik Felicia. Itu tidak sopan ‘kan?

Namun, Sophia tampak biasa saja, malah masih tersenyum. “Papa saya kerja di perusahaan.”

Felicia dan rekan kerjanya saling pandang dengan raut penasaran.

“Jabatan Papamu pasti tinggi, ya?” tebak Diana.

“Iya, hehe.” Sophia menyengir malu.

Jawaban Sophia lantas membuat Felicia tanpa sadar menghela napas lega. Kalau begitu, dugaan rekan-rekan kerjanya kemungkinan benar. Sophia-lah yang merupakan anak Pak Martin.

‘Aman… aman… aku gak tidur sama anak bos berarti….’

Setelah itu, Felicia jadi lebih santai dan mulai menikmati waktunya di sana. Karena Felicia tidak terlalu lapar, ia hanya memesan minuman beralkohol, dan memakan camilan.

Felicia menegak minumannya sambil sesekali melirik ke arah Theo. Terlihat kalau Theo sedang asyik mengobrol dengan anak magang yang lain. 

‘Hm… dia cepet juga akrab sama karyawan lain….’

Deg!

Felicia hampir tersedak minumannya sendiri ketika pandangan mereka bertemu. Tatapan Felicia dan Theo terkunci. Selama beberapa detik, Felicia terfokus pada netra kecokelatan yang terlihat indah serta bulu mata lentik pria itu. 

Namun, tiba-tiba Theo melempar senyuman yang sontak membuat Felicia gelagapan. Hal yang mengejutkannya lagi, Theo bahkan mengedipkan sebelah matanya kepada Felicia.

‘Apa itu maksudnya? Dasar bocah aneh!’ batin Felicia.

Felicia membuang muka lebih dulu. Dia mengipas wajahnya yang tiba-tiba terasa panas.

Entah ada apa dengan mata Felicia, karena beberapa menit kemudian, ia malah kembali menatap Theo. Sekarang wajah Theo tampak lebih memerah dari sebelumnya. Sepertinya pria itu sudah mabuk.

“Fel, aku mau balik duluan. Anak udah rewel,” ucapan Diana membuat Felicia tersadar dan menoleh.

“O-oh, oke,” angguk Felicia.

Diana pamit. Selepas kepergian Diana, Felicia menunduk dan memilih untuk bermain ponsel.

Tak lama setelahnya, sang manajer dan rekan kerja Felicia yang lain pun satu per satu pamit pulang, disusul oleh para anak magang. Felicia sejak tadi sibuk dengan ponselnya, dan hanya menyahut seadanya. 

Lantas, saat mendongak, dia terkejut menyadari kini hanya tinggal dirinya dan Theo di sini.

Felicia bergegas berdiri, bersiap untuk pergi. Namun, gerakannya terhenti ketika melihat Theo hanya menundukkan kepala di atas meja. Wajah dan telinga pria itu sudah sangat merah.

Felicia menghela napas, dan mendekati Theo.

“The, jangan lupa telepon keluargamu untuk minta dijemput,” ucap Felicia sebelum pergi. 

Baginya, itu hanya bentuk kepeduliannya kepada anak magang.

Felicia berbalik badan, hendak berjalan pergi ketika tiba-tiba Theo menahan tangannya. Belum juga Felicia melayangkan protes, pria itu sudah menariknya, lalu meraih pinggangnya dan memeluknya.

Theo yang masih dalam posisi duduk mendongak, menatap Felicia dengan tangan yang melingkar di pinggang Felicia begitu erat.

“Felicia … jangan pergi,” pinta Theo.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status