Marcell mendekati meja Felicia. Ia menarik kursi di sebelah Felicia. Ketika Felicia menoleh ke arahnya dengan tatapan kaget, ia langsung mengulas senyum tipis.“Kamu nggak ke kantin, Fel?” tanya Marcell.Felicia menggeleng, ia memaksakan senyum. “Nggak, ini udah lagi makan.”Marcell melirik masakan rumahan yang sedang Felicia santap.“Kamu masak sendiri?” pancing Marcell, pura-pura tidak tahu. Padahal, ia melihat sendiri kalau Theo yang memberikan itu.“Uhm … enggak. Mama yang masak buat saya,” bohong Felicia.Marcell mengangguk saja. Mungkin Felicia tak merasa dekat dengannya, jadi tak bisa bicara jujur.Namun, sejujurnya sampai sekarang Marcell penasaran. Ada hubungan apa di antara Felicia dan anak magangnya? Kedekatan mereka terlalu mencurigakan.“Fel, menurutmu, Theo orang yang seperti apa?” pancing Marcell.“Hah?”Felicia tiba-tiba blank setelah mendengar nama berondong itu disebut.“Uhm … dia pintar. Kamu ‘kan tahu sendiri, di antara anak magang lain, dia yang paling kompeten, m
Felicia sulit tidur. Setelah mengantar Tantenya pulang, ia terus terpikirkan tentang pertemuannya dengan Theo di klinik.Sejujurnya, betapa Felicia merindukan Theo. Kehadiran, senyum, dan kehangatan yang selalu lelaki itu berikan.Felicia merasa menyesal telah meminta putus. Ketika Theo mencoba mendekatinya di klinik tadi, ia ingin sekali berlari ke arah Theo, memeluk Theo, dan mengatakan bahwa ia juga tidak ingin berpisah.Namun, lagi-lagi Felicia takut dan khawatir karena ancaman dari Martin, itu yang membuatnya mundur. Ia tak mungkin bisa bersatu dengan Theo ‘kan?Felicia rebahan di kamar sambil memeluk bantal, membayangkan Theo lah yang sedang ia peluk.Hati Felicia terasa hancur, bagaimana mungkin ia bisa move on dari Theo? Ia merasa dirinya begitu egois karena terlalu memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan perasaan Theo.Mungkin, Theo sakit hati padanya. Namun, ia harus apa agar bisa tetap bersama Theo, tapi karirnya aman, dan Martin merestuinya?“Maafkan aku, Theo,” bisik
“Aku udah booking hotel. Let’s have s*x.”Felicia menyatakan dengan berterus terang apa tujuannya menemui pria dari aplikasi kencan ini. Kali ini pasangan kencannya bernama Theo itu dan dia seumuran dengan Felicia, yaitu 27 tahun.Sejujurnya, ini pertama kalinya buat Felicia mengajak tidur seorang pria. Pengalaman kencannya paling hanya makan di restoran atau menonton bioskop, hanya menjalankan kencan biasa. Dan semuanya pun tidak ada yang berhasil.Jadi, ini mungkin sebagai peruntungan terakhirnya, setelah sang mama terus mendorongnya untuk menikah, atau akan dijodohkan dengan anak temannya.Theo tampak tersedak minumannya sendiri. “Apa?”“Kenapa kaget? Bukannya biasanya memang from Tunder to bed?” tanya Felicia.Kali ini, Felicia tertarik dengan wajah dan penampilan pria bernama Theo ini dari foto yang tertera di aplikasi kencan online. Keterangan di sana juga menyebut kalau Theo seorang manajer pemasaran di suatu perusahaan.‘Pria matang memang menantang!’ gumam Felicia sambil meneg
Felicia memekik kaget dan refleks menjatuhkan dompet Theo. Ia pun menutup mulutnya sambil melirik ke arah Theo yang masih terlelap.‘I-ini… tidak mungkin kan?’Dengan panik Felicia mengambil KTM itu sambil berharap kalau Theo adalah mahasiswa S2, bukan S1 yang masih bocah. Namun, saat Felicia melihat keterangan di KTM itu …“Theodorus Leonell Wijaya, mahasiswa S1, jurusan Manajemen!” pekik Felicia tertahan,.Felicia menatap tanggal lahir yang tertera di kartu tanda mahasiswa milik Theo. Astaga, ternyata umur Theo baru dua puluh satu tahun! Theo enam tahun lebih muda dari Felicia!“A-aku tidur dengan berodong?!”Felicia seketika merasa tertipu. Kakinya langsung lemas, dan hampir terjatuh kalau tangannya tidak memegang tangan sofa lebih dulu. Ini gila!‘Aku merelakan keperawananku untuk bocah 21 tahun?! Gila kamu, Feli!’ Tidak, hubungan ini harus segera diselesaikan. Felicia tidak mau bermain-main cinta dengan bocah ingusan yang 6 tahun lebih muda darinya. Ia mencari suami, bukan beron
Felicia buru-buru melepaskan jabat tangannya dengan Theo. Sepertinya dia sudah tidak waras, bisa-bisanya dia malah terpikirkan hal mesum!“Anak magang dibimbing sama asisten manajer Felicia ya. Kalau ada pertanyaan bisa ke dia,” kata sang manajer.Sontak, Felicia melotot. Dia harus membimbing anak magang yang di dalamnya ada Theo? Tidak!“Tapi, Pak—”Felicia langsung menghentikan ucapannya saat melihat atasannya, menatapnya sambil tersenyum. Felicia paham maksud tatapan dan senyum manajernya itu, tandanya beliau tidak mau ditolak. Pasrah, akhirnya Felicia diam dan menerima. “Baik, Pak.”Felicia menghela napas ketika atasannya itu keluar dari ruangan. Ia memang sudah pernah mendengar soal anak magang ini, tapi tidak pernah tahu kapan mereka datang. Apalagi soal Felicia yang menjadi penanggungjawabnya.“Kalian, ikut saya,” perintah Felicia setelahnya kepada anak magang.Felicia mengajak mereka memutari ruangan sambil menjelaskan beberapa hal, termasuk aturan dan apa saja yang harus dik
Felicia memijat keningnya, kepalanya berdenyut. Dia merasa stres setelah kedatangan Theo di tempat kerjanya, bahkan di akhir pekan seperti ini juga dia masih pusing.Bagaimana tidak? Theo terus mengganggu Felicia, baik itu di tempat kerja maupun saat Felicia sudah tiba di rumah. Saat di tempat kerja, Theo sering mengikuti Felicia seperti anak ayam yang mengekori induknya. Sedangkan saat di rumah, Felicia sering mendapatkan chat dan telepon tidak penting dari Theo. Ini karena Felicia sudah membuka blokiran nomor Theo.“Makanya cari pacar biar nggak pusing lagi. Seenggaknya pacar bisa menghiburmu,” ucap Fani, teman Felicia.Saat ini Felicia sedang berada di café milik suami Fani, tempat biasanya Felicia nongkrong dan bertemu dengan teman-temannya.“Pacar….” gumam Felicia. Dia hendak kembali bicara, tetapi terhenti saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat dari arah belakang.“Hai, Bu Feli,” suara berat itu seketika membuat Felicia menegang di tempatnya. “Atau seharusnya saya pan
“Serius, Pak?!” pekik Diana dengan mata melotot.Tak hanya Diana yang kaget, Felicia dan yang lainnya juga.Sang manajer kembali berbisik-bisik, “Iya, tapi saya nggak tahu anaknya yang mana. Makanya kalian perlakukan para anak magang dengan baik, jangan macam-macam. Dan saya perlu kasih kesan baik, jadi kita adakan makan malam buat menyambut mereka.”Felicia dan rekan-rekan kerjanya mengangguk paham masih dengan raut kaget. Benarkah ada anaknya sang pemilik perusahaan? Felicia jadi penasaran.Mereka mulai menduga-duga siapa anak magang yang dimaksud sang manajer. Apakah pria atau wanita? Siapa namanya? Dan dugaan lainnya.“Kalau menurutku, anaknya Pak Martin cewek yang itu.” Salah satu karyawan menunjuk seorang perempuan di antara anak magang.Perempuan yang dimaksud bernama Sophia. Ia memang tampak paling mencolok di antara anak magang yang lain. Ia juga yang terlihat paling supel di hari pertama, bahkan memberikan kukis kepada para senior di hari kedua. Belum lagi barang-barang yan
“Theo! Lepas! Nanti dilihat orang lain!”Felicia berseru sambil berusaha melepaskan tangan Theo yang membelit pinggangnya. Namun, sialnya, pelukan Theo amat kuat. Astaga!“Felicia… temani aku. Jangan pergi, please…” mohon Theo, bahkan pria itu mulai menggesekkan kepalanya di perut Felicia, persis seperti anak kucing.Felicia menganga saat melihat Theo mengerjapkan mata dengan tampang sok imut, setelahnya pria itu mengerucutkan bibirnya. Pria ini sedang apa sih? Ia akui Theo memang menggemaskan, tetapi hanya sesaat!“Saya nggak bisa melupakan kejadian waktu di hotel, nggak bisa!”Wajah Felicia rasanya baru dilempar bara api, panas sekali. Mendadak tubuhnya kaku, bahkan untuk mendorong Theo kembali saja tidak mampu.“Saya ingat terus ‘rasa’ Felicia gimana—hmp!”Khawatir ada orang lain yang mendengar racauan gila Theo, Felicia bergegas membungkam mulut Theo dengan tangannya. Jangan sampai Theo mengoceh sesuatu yang berbahaya!“Ssttt! Diam, Theo!” desis Felicia tajam.Theo mengangguk patu