Jika ada yang bertanya padaku. Malam pertama ngapain aja?
Jawabannya adalah mencari daftar nama hutang. Astaghfirullah! Aku heran. Kapan penderitaan sebagai debt collector cantik ini berakhir? Belum juga gaun dilepas aku sudah mulai kebingungan karena buku kramat milik almarhumah Ibu hilang. Perasaan aku menyimpannya di koperku sehari yang lalu tapi karena persiapan yang menyita waktu aku lupa memeriksanya lagi.Bahaya! Aku bisa berdosa jika buku itu raib.Aku sudah mencari di seantero rumah Pak Rifat yang menjadi tempat resepsi sampai ke kamar pengantin hasilnya NOL. Aku tidak menemukan buku kramat mendiang Ibu. Gawat! Kalau hilang bagaimana aku akan melacak nama penghutang nomor 16-25?Siapa sih yang ngambil? Penunggu rumah Pak Rifat? Atau Pak Rifat? Nah! Pasti dia. Enggak salah lagi, soalnya hari ini telah terjadi keanehan yaitu 12 orang penghutang mendadak taubat. Kejadian langka ini pasti ada hubungannya dengan lelaki ya=======Tidurku tak nyenyak karena terlalu lelah dan masih memikirkan omelan Pak Rifat akibat dia sebal telah aku tuduh mencuri buku almarhumah Ibu, padahal itu buku ada di atas tumpukan bajuku sendiri. Lebih tepatnya buku kramat itu terjebak di antara lingerie dan celana dalam yang menjadi hadiah dari ibu mertua. Pantas aku tak sadar. Heran aku tuh. Bagaimana bisa itu buku nyasar ke sana? Astaga! Ceroboh sekali. Dengan rasa kantuk yang teramat, kupaksakan diriku bangkit karena kulihat keluar jendela tampaknya sudah siang. Padahal aku merasa baru tidur sebentar, itu pun setelah shalat subuh.Namun, saat kesadaranku mulai pulih aku merasa ada yang ganjil, aku tertegun.Sebentar! Perasaan sebelumnya aku tidur di sofa karena tidak mungkin sekasur sama Pak Rifat. Kok, aku ada di kasur sih? Siapa yang memindahkan? Pasti dia. Enggak salah lagi. Terus, di mana dia sekarang?Aku menyisir seluruh sisi kamar
"Aww! Aww sakit Pak!" ringisku ketika Pak Rifat mengoleskan salep ke bekas gigitan Ceu Fiyah.Sekarang kami lagi berdiri berhadapan di depan apotik karena Pak Rifat bersikeras untuk memeriksa kondisi tanganku sehabis digigit Ceu Fiyah. Katanya, kulitku bisa infeksi jika tidak diobati."Udah jangan bawel, suruh siapa kamu menghadapi wanita bar-bar kayak gitu sendirian? Tanpa memberitahu saya."Lagi-lagi dia menceramahiku tentang kesalahan tadi. Padahal seandainya dia tahu aku melakukan itu karena tidak ingin merepotkannya.Aku tidak mau ketergantungan. Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya itu enggak enak.Aku menundukan kepala dalam."Iya, Pak. Maaf, lain kali saya bilang," sesalku lirih yang hanya disambut delikan jutek dari Pak Rifat. Ya ampun! Galaknya suamiku. Aku cemberut sambil terus memperhatikannya yang dengan telaten mengobati tapak bekas gigi Ceu Fiyah.Asli ya, itu c
Mobil mogok, dikejar waria, belum makan, kelaparan dan kemalaman. Luar biasa! Perfect-nya acara tagih-menagih malam ini hingga membuat kami tak bisa berkata-kata. Untunglah, aku bisa datang tepat waktu sebelum mereka semakin beringas dan mengambil harta berharga Pak Rifat.Terbayang di benakku jika terlambat sedetik saja. Bisa-bisa keperjakaan suamiku dipertaruhkan. Kan, asem.Aku yang bertindak sebagai istri juga belum mencoba, masa udah sama yang lain? Hash! Ngeri.Namun, kalau dipikir-pikir kasian juga suamiku tadi pasti dia sangat kaget. Seorang Rifat yang terbiasa dengan lingkungan adem, ayem, tentram loh jinawi mendadak harus menghadapi hal-hal baru yang 'nganu'.Anehnya kok aku malah mau tertawa, ya melihat mukanya? Ternyata seorang ahli taekwondo kalah sama perempuan jadi-jadian. Mana pucat banget lagi mukanya kayak lihat setan."Jang Rifat, mau istirahat di kamar anak Uwak? Pasti capek, kan
Mandi selama satu jam tadi di rumah Wak Mince adalah rekor mandiku yang paling lama dikarenakan aku sampai takut keluar kamar mandi gara-gara Pak Rifat nangkring di depannya.Dia menungguku untuk meminta penjelasan. Kenapa aku membuka pintu tanpa permisi? Sehingga dia yang sedang berpose seksi harus terpampang nyata.Untunglah, setelah meminta Wak Mince menjelaskan bahwa aku tak tahu ada orang di kamar mandi, akhirnya si tampan nan rupawan berhenti untuk ngambek. Namun, tetap saja yang namanya Rifat Shangkar itu sensian bahkan sampai mobil diperbaiki dan kami pergi, dia tetap diam seribu bahasa."Masih kesel ya, Pak?" tanyaku pada sosok pria yang sejak tadi hanya bisa diam memandang ke jalan.Kali ini kami sedang berada di lampu merah menuju ke rumah ibu mertua. Mungkin setengah jam lagi kami akan tiba."Menurut kamu?" liriknya sadis."Ya, kan saya udah minta maaf.""Harga diri saya gak akan selesai dengan kata minta maaf," katanya menusuk. "Kamu tetap salah
"Satu juta, dua juta tiga juta bla ... bla ... bla ...."Aku menghitung uang yang ada di tasku dengan perasaan yang bersemangat.Otakku baru ingat kalau selama ini saking fokusnya menagih sampai lupa menghitung hasil dari pembayaran. Ternyata setelah dihitung-hitung jumlahnya hampir mencapai 20 juta.Dua puluh juta? Alhamdullilah!Kalau begini, minggu depan sepertinya aku sudah bisa mulai membuka toko kelontong milik Ibu dan melunasi spp Rani dan Gian--adik angkat yang ada di pesantren.Melihat hasil yang luar biasa ini. Dalam hati aku bersyukur, nggak sia-sia aku berjuang sampai menikah dengan Pak Rifat demi terselesaikannya misi mendatangi satu-persatu penghutang agar mereka lekas membayar. Meski belum semua tapi sudah terlihat hasilnya.Pak Rifat emang is the best, pokoknya! Apalagi saat dia secara gentle mau membayarkan hutang Mak Endut yang kesulitan makin kretek kretek-lah hati ini.Eits, bentar ... jangan bilang k
Kehidupan sebagai orang yang bersinggungan dengan hutang itu bisa dibilang manis-manis asem. Manis kalau dikasih partner Pak Rifat dan asem kalau Ayman si adik ipar ini mulai berulah.Semenjak perjumpaanku di kafe dengan Ayman. Hidupku seperti zombi, mati nggak mau hidup pun segan.Permintaannya yang kelewat nyeleneh bikin aku naik darah.Masa dia memintaku bererai sama Pak Rifat? Oh, tidak! Tidak sekarang maksudnya. Entah kalau nanti gimana situasi dan kondisi tapi kalau bisa jangan deh.Suami langka begitu susah nyarinya. Di mana lagi coba aku menemukan lelaki yang mau menghisap kentutku sampai ketiduran? Ayman pun pasti ogah.Hanya Pak Rifat yang bisa begitu.Selain alasan itu, jujur saja kuakui kalau aku mulai terbiasa dengan kehadiran Pak Rifat mungkin agak ketergantungan. Jadi, jika melepaskannya hanya karena hutang si Uwak pada Ayman itu sih namanya kejam. Meski Ayman juga mengaku menyayangiku tapi tetap saja ini sudah ter
Pernah lihatemak-emak pura-pura gila pas ditilang polisi? Nah, kondisi Mbak Sumi itu nggak jauh beda. Cuman untuk memberikan validasi mengenai tingkat kewarasan Mbak Sumi aku masih harus membuktikannya. Karena sesuai info yang kudengar Mbak Sumi itu baru setengah tahun tinggal di sini dan emang jarang keluar rumah hanya keluarganya menyebarkan gosip kalau mereka adalah orang kaya yang jatuh miskin gara-gara suami Mbak Sumi selingkuh.Namun, sesedih apa pun cerita Mbak Sumi, itu semua tak membuatku gentar.Karena seingatku dulu dia juga pernah menyebarkan kabar kesedihan yang bohong hingga orang pada iba termasuk ibuku.Maka jangan salahkan aku, jika diri ini tak ikhlas kalau tangan Mbak Sumi parkir sembarangan di tubuh atletis milik Pak Rifat. Dadaku sontak memanas seperti melihat Kim Seon Ho dan Kim So Hyun tiba-tiba nikah tanpa pemberitahuan."Jangan meluk laki aku, Mak! Lepasin!" Aku menarik kuat tangan Mbak Sumi yang masih nangkr
Aku berusaha setenang mungkin dan dengan sekuat tenaga meredam jantungku yang terus berdegup kencang karena tatapan tajam seorang Rifat. Rasanya udara mendadak menipis di sekitarku tatkala sosok Pak Rifat hanya diam mengamatiku dengan tangan bersidekap.Tubuh tegapnya ia sandarkan ke body mobil sambil tak melepaskan pandangannya dariku yang berdiri di depannya bak maling yang tertangkap basah sedang mencuri jemuran milik warga.Oh my Robb! Sampai kapan dia begini? Mana di parkiran ini banyak nyamuk."Pak, udah dong lihatinnya. Tangan saya bentol-bentol nih," keluhku karena sejak tadi nyamuk-nyamuk nakal sudah mulai bergeriliya.Katanya dia mau bicara seusai memergokiku ngobrol berdua saja dengan Ayman di lorong depan toilet tapi setelah setengah jam berlalunothing. Kurasa dia ingin menghukumku dengan cara ini.Namun, apa haknya marah? Aku saja bersikap biasa ketika dia main tatap-tatapan dengan sahabat kecilnya itu.Hash! Tidak adil.