Waktu itu relatif. Rasanya baru kemarin nasib sebagai gadis miskin yang ditugaskan untuk menjadi debt collector dadakan bagi 25 orang penghutang. Sekarang aku sudah menikah dan bahkan dinyatakan hamil. Jika Ibu masih ada pasti dia akan bilang padaku, 'Ini sih namanya anak yang beranak.'Duh sedihnya jika ingat Ibu. Andai Ibu ada di sini pasti dia akan sangat senang, bukan hanya karena menyaksikanku mendapatkan suami yang baik dan bertanggung jawab macam Mas Rifat tapi karena dari dua puluh lima itu sekarang hanya tinggal satu penghutang yaitu Wak Onah. Wak Onah, anaknya almarhumah Bu Daroyah. Wak Onah sebenarnya baik tapi suka menunda-nuda untuk membayar hutang dan pintar berkelit, dengan dalih kemanusiaan dia berulang kali berhasil membujuk tetangganya untuk meminjamkan bahan dapur sampai duit. "Ih, masa sama tetangga aja perhitungan!" Begitulah dalih yang kuingat saat dulu almarhumah Ibuku pernah menagihnya dan itu terjadi berulang kali. Sampai total hutangnya sebesar tiga juta
Dua puluh lima penghutang selesai sudah. Mulai hari ini posisiku sebagai debt collector akibat warisan akhirnya lengser. Tidak ada lagi misi.Tidak ada lagi nama penghutang.Tidak ada lagi adu mulut dan tidak ada lagi rencana-rencana absurd. Pokoknya semua beres, beres dan beres ...! Keluarga almarhumah Ibu pun telah damai sentosa tanpa berdebat lagi gara-gara wasiat.Sekarang, tinggal saatnya aku mengkalkulasikan semua dan kembali ke kehidupan awal.Menjadi seorang istri dari Rifat yang senantiasa ada untuknya. Seperti sekarang, siang-siang begini aku sengaja datang ke kantor Mas Rifat untuk makan siang bareng.Kata Mas Rifat, dia kangen masakanku. Jadi, meski tidak terlalu yakin tentang makanan yang kubawa, di sinilah aku sedang menunggu Mas Rifat karena dia masih ada tamu.Namun, sungguh kebetulan di sela waktuku menunggu tiba-tiba mataku menangkap ada seorang wanita yang kukenal berjalan lurus melintas menuju ke arah lift dengan tergesa.Sosok itu melangkah lebar melewati ruang
Dibayar Hutang, Sah![Mbak maaf, mengenai pembayaran sisa hutang mau kapan ya?][Maaf, Anda siapa, ya?][Saya Lulu Mbak, anaknya almarhumah Bu Minah, ini saya sertakan screenshoot percakapan Mbak dengan Ibu saya]Aku mengirim foto pada WA Mbak Tukijem. [Maaf saya gak kenal tuh!] Balasnya cepat, setelah itu aku diblokir.Astaghfirullah! Dia berdosa banget."Gimana, Kak? Berhasil?" tanya Rani padaku. Mata bulatnya berbinar penuh harap.Aku menggelengkan kepala lemah. Pasrah. Kutatap halaman rumah kami dengan perasaan hampa.Ini bukan pertama kali, kami mendapatkan jawaban yang menyakitkan seperti ini. Sudah dua puluh lima orang aku hubungi, jawabannya nihil.Semua mendadak amnesia ketika aku menagih hutang mereka pada almarhumah Ibuku yang baru meninggal seminggu lalu."Semua ini karena Ibu terlalu baik Mbak, coba kalau almarhumah Ibu gak mudah memijamkan uang sama orang. Hidup kita nggak akan melarat begini Mbak," keluh Rani.
"Saaah!"Byuuur! "Kakaaak! Banguuun!" Astaghfirullah! Aku sontak terlonjak ketika kurasakan hawa dingin menyerang tubuhku.Seketika itu juga mataku terbuka, bayangan Pak Rifat dan Pak Gilar berganti dengan bayangan Rani yang sedang memegang ember dengan wajah kesal. "Rani? Ngapain kamu di kantor Kakak?" tanyaku linglung.Perasaan tadi aku sedang berada di ruangan Pak Gilar yang bagus dan aku sedang dilamar.Lah, kok sekarang malah ada si Rani? Mana bajuku basah lagi."Kantor? Kantor apa, Kak? Wah, kacau! Bangun, Kak, woy! Elaah ... harus dibanjur terus biar sadar kalau kita kere! Lihat tuh udah jam berapa? Udah jam 12.00," omel Rani sambil menunjuk ke arah jam dinding yang ada di dalam rumah."Ih kamu mah serius atuh, tadi Kakak di kantor. Terus mana itu si ganteng yang auranya aura syurga? Mana?" kataku meracau.Aku celingukan heboh men
Penghutang satu. Namanya Bu Selamet, kebiasaan pamer jalan-jalan tapi mundur kalau bayar hutang. Kalau di WA alasannya lagi ada bayaran kontrakan-lah dan nggak ada duit, tapi kalau di medsos liarnya suka pamer dolar dan foto belanja barang mahal.Enaknya, penghutang kayak gini diapakan, ya?Aku mengerutkan kening berpikir. Entah apa salah dan dosaku hingga setelah Ibu meninggal aku malah dapat amanah dari mendiang Ibu untuk menagih hutang dari orang-orang macam Bu Selamet, Bu Tejo, Bu Tukijem, Bu Ijah, Mak Wedok, Ceu Isoh, Ceu Neneng dan kawan-kawan.Setelah diblokir Bu Tukijem, mangsaku balik lagi ke nomor satu yaitu Bu Selamet, dia tetangga jauh yang rumahnya paling pojok menghadap pohon palem.Sebenarnya, hutang dia terhitung nggak terlalu besar bagi orang kaya yaitu senilai 500ribu tapi bagi kami yang hidup di ambang kemiskinan itu sangat berarti apalagi tabunganku sudah menipis.Mau makan apa nanti, kalau nggak nagih hutang?
Misi berhasil. Berkat mulut pedes Pak Rifat yang mengalahkan kepedesan cabe domba, akhirnya Bu Selamet mengibarkan bendera putih dan uang lima ratus ribu sudah di tangan. Sekarang tinggal kehidupanku saja yang terancam. Siapa sangka, sepulangnya aku dan Pak Rifat dari menagih hutang, kulihat di depan rumahku sudah banyak orang. Astaghfirullah! Aku dan Pak Rifat langsung kompak melotot dengan mulut menganga karena sama-sama tercengang. Ada apa gerangan? Perasaan nggak ada acara bagi-bagi sembako. Heran ... sampai ada Pak RT segala. Hash!"Kakaaak! Buruan sini! Tanggung jawab!" teriak Rani. Tubuh kecilnya tiba-tiba menyeruak dari dalam kerumunan. Kerudung sekolah yang ia pakai sampai miring-miring saking emosi melihatku yang bengong di halaman rumah. "Eh, bentar! Bentar! Ada apa ini? Kok, jadi rame begini Ran?" Aku menelan ludah sambil berpandangan dengan Pak Rifat yang memandangku tak mengerti. "
Namanya Marni tinggi 160 cm dengan berat 50. Sungguh ideal bagi janda yang suka merebut kekasih orang. Dia suka shopping dan juga foto alay. Minusnya Marni ini galak dan cepat tersulut emosi.Hash! Mas Gagah oh, Mas Gagah! Kejamnya dikau padaku hingga kau nikah lebih dulu. Sampai sekarang aku masih tak percaya kalau guru SD itu lebih memilih Marni dibanding aku. Apa aku kurang seksi? Aku menatap nelangsa janur kuning yang ada di depan rumah Marni. Tak kusangka teman sepermainanku malah sudah nikah dua kali.Ya, Marni adalah sahabatku dulu yang nikah karena MBA lalu setelah cerai dia berhutang kepada almarhumah sebesar lima juta. Saat itu dia beralasan mau memasukan anaknya ke TK dan dipakai usaha. Disebabkan Ibu itu baik dan kebetulan ketika itu toko lagi maju diberikanlah atas dasar dia temanku--kasian.Eh, dasar manusia mars, sampai anaknya Marni mau kelas dua sd, tuh janda nggak ada itikad
Wak Romlah tersangkanya. Dia yang membuat Pak Rifat bisa masuk ke toko dan mengumpulkan bukti hutang dari temanku Marni si janda seksi tapi suka emosi. Tak kuduga tanpa sepengetahuanku, Pak Rifat sudah colong start lebih dulu dengan menemui Wak Romlah dan akhirnya Kakak tertua Ibu bersekutu dengan Pak Rifat.Licik.Lelaki berahang tegas itu memang benar-benar serigala berbulu domba. Dia akan melakukan apa saja demi tercapainya keinginan untuk mempercepat pernikahan kami dan hasilnya ... rumit.Apa yang dia lakukan demi memenuhi syaratku membuat semua orang tercengang. Apalagi si Marni akhirnya pingsan dan Mas Gagah berjanji membayar hutang Marni-istrinya dua hari lagi.Bagus sih tapi nyesek. Semua gara-gara satu nama yaitu Rifat.Arrrrh! Ingin kuteriak."Gimana, Lu? Kapan kamu mau nepatin janji kamu? Saya sudah menjalankan dua misi dan dua-duanya berhasil. Sekarang giliran kamu yang n