"Berapa banyak rahasia yang Mami sembunyikan dari Hanan?" tanya Hanan kecewa.Ayana memeluk tubuh Hanan, "Jangan salah paham dulu, sayang. Kamu mau dengerin Mami ngomong dulu kan?"Hanan mengangguk, toh tidak mungkin menggeleng."Mami sudah mengenalmu sejak lama, makanya Mami keukeh menjodohkan kamu dengan Naufal. Firasat seorang ibu gak pernah salah, dalam hati Mami, kamu yang pantas menjadi isteri Naufal. Mampu sama-sama berjuang dan membimbing putera Mami," terang Ayana."Maksud Mami?" Hanan benar-benar tidak paham.Enam bulan yang lalu di sebuah Choffee shop bernama "Choffee Corral".Hanan bekerja sebagai seorang waiters di Choffe Corral, ia sedang berjalan santai membawa nampan usai mengantarkan pesanan ke meja nomor lima belas. Namun, langkahnya terhenti ketika mendengar suara rintihan wanita dari meja nomor tiga belas."Ibu kenapa?" tanya Hanan panik. Melihat wanita paruh baya yang sedang memegang dadanya, napasnya sedikit tersengal dan meringis menahan sakit.Dengan tangan gem
"Iya," jawab Ayana singkat.Hanan terkejut, tak menyangka dunia sesempit ini. Bertemu lagi dengan orang yang pernah ditolong, bahkan kini menjadi mertuanya. Namun, mengapa ia benar-benar lupa pada wajah Ayana? Ah, ya, saat itu Ayana begitu anggun dengan balutan dress dan terlihat cantik. Tak akan menyangka jika Ayana sudah berusia kepala empat. Berbeda dengan saat ini, Ayana terlihat santai dan enjoy tanpa polesan make up serta hanya memakai daster rumahan."Maaf, Mi, Hanan bener-bener lupa," ucap Hanan."Gak papa, Mami telpon Naufal buat jemput kamu, ya?" ucap Ayana seraya beranjak dari duduknya menuju kamar, mungkin mengambil ponsel."Ja-" Ucapan Hanan terhenti ketika mendapat tepukan halus dibahunya. Hanan menoleh, Afa seakan-akan melarangnya mencegah tindakan Ayana. "kenapa, Afa?" sambungnya."Biarin aja Mami telpon Kak Naufal, biar Yeza tau rasa!" jawab Afa.Hanan terlonjak kaget, menatap kedua bola mata adik iparnya. Terlihat semburat kebencian saat mengucapkan nama mantan tuna
"Mi, maaf sebelumnya, biar Naufal sama Hanan nyelesaikan masalah kami dulu. Soalnya tadi Hanan ngambek, makanya ke sini. Naufal kira tadi ke rumah Papa, ternyata malah ke sini. Naufal bawa Hanan pulang dulu ya, Mi. Maklum pengantin baru isteri masih manja-manja nya," ucap Naufal.Hanan melotot mendengar kebohongan yang dilontarkan Naufal. Enak saja, menjual namanya! Ah, sayang sekali, Naufal tak peduli dengan tatapan horor dari Hanan. Naufal meraih tangan kanan Hanan, memberi kode agar patuh mengikuti akting nya."Mi, Hanan pulang dulu!" Pamit Hanan sembari mengikuti langkah Naufal. Tentu saja terpaksa, sebab tangannya terus diseret oleh Naufal.Ayana terheran-heran dengan sikap pasangan tersebut, namun, hanya mampu menganggukkan kepalanya."Kamu mau ke mana?" tanya Naufal pada Hanan yang melengos saat saling tatap dengannya."Pulang dong!" jawab Hanan santai. Memakai helm dan menghidupkan mesin motor sport kesayangannya.Naufal bergerak cepat, mencabut paksa kunci nya dan berlalu men
Hanan mengipas-ngipas wajah menggunakan mini bag yang ia pegang. Sesekali menghembuskan napas secara kasar. Hari sudah sore, namun, masih begitu terasa panas menyengat di tubuh. Hanan berdecak kesal, ketika ponsel yang ada di dalam mini bag bergetar terus."Ponselmu ramai, Hanan," goda gadis yang duduk di samping Hanan. Lyra, namanya, sahabat Hanan sejak kecil. Namun, mereka berpisah sekolah saat Hanan memutuskan masuk ke SMA, sedangkan Lyra masuk ke SMK. Mereka sangat dekat, bahkan bak pinang dibelah dua. Wajahnya terlihat ada kemiripan, mungkin karena selalu bersama sejak kecil."Hm." Hanan mengeluarkan ponsel dari dalam mini bag._Group Alumni SMA Tunas Bangsa angkatan ke XV_[Diberitahukan kepada seluruh alumni angkatan ke 15, agar datang ke Choffe shop di jalan Imam Bonjol, pukul tujuh malam. Kita mengadakan reuni dan saling sapa menjalin tali silaturahmi. Diharapkan semuanya agar dapat hadir. Boleh membawa pasangan masing-masing.]Si pemberi pengumuman adalah ketua kelas Hanan s
"Hm, cukup buruk dan sangat tidak berkesan. Gak kebayang sih, jodohnya sama kamu. Eh, salah, saat ini aku menjaga jodoh orang untuk sementara waktu." Hanan memutar bola matanya malas. Merasa jengah lama-lama duduk berdua dengan Naufal."Memangnya sudah siap menjadi janda?" tanya Naufal.Mata Hanan melotot, seenaknya saja bicara seperti itu. Benar-benar niat banget ya, ingin segera berpisah dengan dirinya."Kenapa melotot? Aku hanya meneruskan ucapan kamu," tukas Naufal. "lagian siapa juga yang mau menceraikan kamu? Kecuali aku udah dapat penggantinya," tambahnya.Hanan bangkit dari duduknya. Menyambar mini bag yang tergeletak di atas nakas. Menghentakkan kakinya, kesal, bahkan sangat kesal.Brak!Pintu kamar ditutup dengan kasar oleh Hanan. Beruntung cukup kokoh, sehingga masih aman untuk menjadi korban pelampiasan kekesalan Hanan. Manda sedang asyik sendiri di kamarnya, sehingga tak mendengar kegaduhan di kamar sang putri.Dengan hati menahan kesal, Hanan menghidupkan mesin motor spo
"Bersikaplah menjadi sosok isteri yang patuh pada suami," bisik Naufal.Hanan menatap tajam Naufal. Ia terjebak oleh kalimatnya sendiri. Tak ada opsi pilihan untuk menolak, dengan sangat terpaksa Hanan tersenyum manis dan membalas kecupan manis di pipi Naufal. Menjijikan, satu kalimat yang ingin sekali Hanan lontarkan tepat di wajah Naufal."Urusan kita belum selesai," ucap Hanan.Amora menatap bergantian wajah Hanan dan Naufal, "Wah, Ibu jadi iri sama kalian. Romantis banget, tapi sayang, gak tau tempat."Hanan menatap sinis pada Amora, "Iri ya? Memangnya dulu belum puas saat bermesraan sama Papa? Kalau memang belum puas, cari aja laki-laki lain. Kamu mana pernah cukup setia pada satu laki-laki!" tandas Hanan.Merasa sudah puas memancing emosi Amora, Hanan memilih beranjak dari duduknya dan segera keluar menuju garasi. Tak mempedulikan Amora yang sudah pasti sedang menahan amarah dan Naufal yang sok polos itu.Saat hendak menarik gas motor sport kesayangannya, tangan Hanan dipegang Na
*Bab 13*Hanan menatap nyalang pada Naufal. Entah mengapa hatinya begitu sakit. Ia sendiri heran kena tiba-tiba dirinya bersikap seperti itu. Toh ia tidak mencintai Naufal, lalu kenapa bersikap seperti itu?"Siapa yang bajingan, Hanan?" Naufal mengulangi pertanyaannya. Hanan mengalihkan pandangannya. Memilih menatap orang-orang yang sedang menikmati suasana senja di alun-alun. Matanya tertuju pada pasangan yang saling menyuapi. Huh! Semakin kesal saja hatinya.Tiba-tiba ada sesuatu yang dipaksa masuk ke mulut Hanan. Ya, Naufal menyuapi Hanan kebab Turki. Lebih tepatnya memaksa, sebab bibir Hanan masih tertutup rapat. Ternyata ekor mata Naufal mengikuti arah penglihatan Hanan. Ia mengira sang istri ingin seperti mereka."Apa-apaan sih?!" bentak Hanan. Memuntahkan kembali kebab yang sudah masuk ke dalam mulutnya sebagian."Kok dimuntahin? Bukannya kamu tadi pengin makan Kebab Turki?" tanya Naufal."Makan sama kamu!""Loh, loh, kenapa begitu? Ada apa sih?" Raut wajah Naufal menggambarka
Hanan dan Naufal terdiam, sibuk berperang dengan isi pikiran masing-masing. Hanya saling lirik, seakan-akan memberi kode agar salah satu diantara mereka lebih dulu buka mulut memulai lagi perbincangan. Mematung di sisi jalan, memang benar-benar konyol."Sudahlah, Aku mau pulang. Gak penting juga pertanyaan yang aku ajukan, bukan ranah urusanku. Toh dia masih menjadi bagian kehidupanmu. Asal jangan kamu hamili dia saja, bukan hanya reputasi dan nama baik keluarga dipertaruhkan. Tapi nyawamu juga, karena sudah berani mempermalukan aku. Segila-gilanya diriku, gak akan Sudi punya suami peselingkuh. Sebenarnya mudah saja mendepakmu dari kehidupanku. Tapi aku masih menghargai Mami dan Papi, sebagai mertuaku. Sebab kamu juga masih menghargai Papa dan mamaku," ucap Hanan. Akhirnya ia yang mengalah buka mulut lebih dulu."Kenapa kamu selalu berpikir buruk tentangku? Hingga sejauh itu menduga suatu hal yang tak masuk akal?""Hm, pertama, Aku sama sekali tidak berpikir buruk tentangmu. Dua puluh