Satu bulan telah berlalu dan hari ini adalah hari di mana Willy akan menikahi Zaara secara siri. Karena permintaan dari Zaara dan juga gadis itu sama sekali tidak membawa tanda pengenal apapun. Sehingga untuk menutupi gunjingan para tetangga yang nanti akan menghina Zaara saat perutnya semakin membuncit, akhirnya hanya itu satu-satunya jalan keluar.
Endang Susanti membangunkan gadis yang sudah dianggapnya sebagai putrinya sendiri. Bahkan jauh di lubuk hatinya, ia sangat senang ketika Zaara menikah dengan putranya. Meskipun sebenarnya merasa tidak pantas karena mereka berbeda kasta. Dengan penuh kelembutan, Endang mengusap rambut panjang gadis yang terlihat tertidur dengan posisi memeluk guling.
"Zaara, bangun Sayang. Ini sudah siang. Kamu harus bersiap."
Zaara yang sudah mulai kembali dari alam bawah sadarnya, mengucek matanya beberapa kali. Lalu, bangkit dari posisinya yang awalnya berbaring dan langsung duduk di
🍃 Tiga tahun kemudian 🍃Terlihat seorang balita laki-laki yang saat ini tengah berlarian di halaman depan rumah. Dengan kakinya yang mungil, balita tersebut tidak merasakan lelah meskipun sudah berlarian kesana-kemari dari beberapa menit yang lalu. Tidak lupa suara tawanya terdengar saat merasa senang karena bisa berlarian dengan memegang bola dan melemparnya.Sementara itu, Zaara terlihat memegangi lututnya karena merasa sangat lelah ketika mengejar putranya yang berusia 2 tahun lebih 1 bulan dan ia beri nama Arza Atharizz. Tentu saja nama itu adalah singkatan dari nama Arkan dan Zaara. Karena meskipun ia berusaha untuk membenci pria yang tidak bertanggungjawab padanya, tetap saja tidak bisa melakukannya.Sehingga ia hanya ingin menyimpan semua kenangan dari pria yang masih dicintainya itu dengan memberi nama putranya Arza. Zaara terlihat berjongkok sambil menormalkan deru napasnya yang memburu. Tidak lupa pandanganny
Willy yang baru saja pulang dari kantor, langsung berjalan masuk ke dalam rumah. Tangan kanannya yang membawa kantong plastik berisi susu dan pampers, serta ada beberapa biskuit untuk Arza. Sementara tangan kirinya menenteng tas kerja. Tentu saja yang dicari pertama olehnya adalah sosok bocah laki-laki berusia 2 tahun lebih yang sangat disayanginya."Arza, Sayang."Zaara yang baru saja selesai memakaikan baju pada Arza, langsung menatap ke arah putranya yang saat ini tengah ia sisir rambutnya. Bahkan ia sudah memakaikan bedak di wajah putranya, sehingga terlihat sangatlah lucu dan semakin menggemaskan. Zaara memang sangat suka memakaikan bedak di seluruh tubuh Arza karena membuat badan anaknya selalu wangi dan segar.Meskipun ada para dokter yang melarang memakaikan bedak, tetapi ia sama sekali tidak memperdulikan hal itu. Karena mempercayai bahwa orang jaman dulu selalu memakaikan bedak pada anak-anaknya, tetapi baik-ba
Zaara membekap mulutnya saat melihat sosok pria yang sangat tidak asing baginya. Meskipun ia sudah lama tidak melihat pria yang berjalan ke arahnya dengan membawa kotak di tangannya. Pria dengan tubuh tinggi tegap dengan wajah yang manis, berjalan semakin mendekat dan menatap ke arahnya."Kamu?" Zaara mengarahkan jari telunjuknya pada pria yang sangat dihafal olehnya, tetapi lupa namanya.Pria yang tak lain adalah Krisna, berpura-pura bersikap biasa pada gadis yang terlihat shock ketika melihatnya masuk ke dalam ruangan bosnya. Ia sengaja masuk duluan karena memang itu merupakan perintah dari Arkan yang ingin memberikan shock terapi pada Zaara. Krisna masih tidak menanggapi perkataan dari Zaara, karena ia sibuk dengan mengeluarkan barang-barang dari kotak berukuran sedang yang ia bawa.Barang-barang itu adalah merupakan milik bosnya dan ada sebuah nama dan sudah ditaruh di atas meja.Zaara berbalik b
Jantung Zaara berdetak sangat kencang saat berada pada posisi yang sangat intim dengan pria yang selama ini sangat dirindukan, sekaligus menjadi pria satu-satunya yang ia cintai selama 3 tahun ini. Hembusan napas beraroma mint yang bisa tertangkap indera penciumannya, seolah membuatnya tidak bisa berpikir rasional dan ingin segera menghambur untuk memeluk sosok pria dengan pahatan sempurna di depannya.Netra pekat dengan silinder hitam yang tajam itu tengah menatapnya dengan tatapan intens dan seolah mengunci dan menyihirnya hingga tidak berkutik berada di antara kuasa lengan kekar Arkan. Begitu juga saat ia mendengar perkataan bernada ancaman dari pria yang wajahnya berada tepat di depannya.Bahkan jika ia bergerak sedikit saja, wajah pria yang sangat dipujanya itu akan menempel dan bibir tebal yang membuatnya tidak berkedip saat menatapnya, bisa mendarat dengan sempurna di bibirnya. Ia meremas celana panjangnya begitu mendengar ancaman dari Arkan yang masih mengunci
Arkan mengarahkan tatapan tajam dan menusuk pada Zaara yang saat ini berada dalam kuasanya. "Apa kamu mendengarku, Aisyahzaara Bellova!" Mengeratkan pelukannya hingga tubuh Zaara menghantam tubuhnya. Bahkan ia bisa merasakan dada sintal nan padat itu baru saja menabrak dadanya.Zaara yang lagi-lagi dibuat shock dengan perbuatan Arkan yang selalu menyentuh dan mendesaknya, semakin membuat perasaannya kacau balau. Akan tetapi, ia dengan sekuat tenaga menolak setiap sentuhan dari Arkan dengan cara mengarahkan tangannya ke dada bidang itu, untuk memberi jarak pada tubuhnya dan tubuh kekar yang hanya berjarak beberapa centi darinya."Tolong lepaskan saya, Presdir!" Zaara benar-benar memohon agar pria yang masih menguncinya itu mau melepaskan cengkeramannya."Jawab dulu perkataanku tadi, baru aku akan melepaskanmu!" Arkan semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Zaara.Akhirnya Zaara yang meras
Beberapa saat setelah Zaara berdiam diri cukup lama di dalam toilet, ia yang sudah berhasil menormalkan perasannya yang tidak menentu, kini terlihat berjalan keluar dari sana. Kaki jenjangnya telah melangkah menuju ke arah ruangan pantry yang tidak jauh dari ruangan kerja presiden direktur.Awalnya ia merasa sangat aneh saat melihat ruangan tersebut di lantai atas dekat dengan ruangan pemimpin perusahaan. Namun, semua keanehan dan kejanggalan yang dirasakannya seolah musnah setelah mengalami kejadian sangat mengejutkan hari ini.Karena merasa sangat stres, Zaara membuat kopi untuk mencoba menenangkan diri. Sebenarnya ia sama sekali belum pernah minum kopi, tetapi karena ia merasa membutuhkan sebuah asupan untuk hatinya yang gundah gulana, membuatnya melampiaskan pada sebuah minuman."Jika ada anggur merah di sini, mungkin aku sudah meneguknya hingga habis." Mengaduk kopi susu yang baru saja ia buat. Hingga ia pun mendengar ketukan pintu dan suara bariton d
Arkan menaikkan kedua alisnya saat mendengar pertanyaan dari Zaara yang seolah sama sekali tidak mempercayainya. Kemudian ia mengeratkan tangannya pada kedua sisi lengan itu dan mengunci tatapan dari wanita di depannya."Kenapa kamu tidak percaya padaku, Zaara? Apa kamu berpikir aku telah berbohong padamu? Dan apa tadi kamu bilang, menjadikanmu istri kedua? Astaga, pikiran konyol macam apa itu."Zaara menelan salivanya karena masih merasa gugup saat pria yang menurutnya semakin tampan itu tidak mengalihkan tatapannya. "Ini tidak konyol, Presdir. Bukankah dulu Anda bilang sangat mencintai wanita ular itu dan sudah menikahinya? Tolong lepaskan saya dan jangan seperti ini."Arkan sama sekali tidak menuruti keinginan dari Zaara, karena ia sangat suka berada pada posisi yang sangat intim dengan wanita yang bisa dilihatnya merasa sangat gugup. Bahkan ia bisa mendengar suara detak jantung yang tidak beraturan dari Zaara.
Zaara terlihat meremas celana panjang berbahan katun yang dipakainya untuk menormalkan kegugupannya. "Saya tidak bisa, Presdir. Karena saya sudah menikah dan tidak ingin menyakiti hati abang Willy."Arkan kembali dibakar api cemburu saat Zaara menolaknya mentah-mentah. Tentu saja ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa wanita yang sangat ingin dinikahinya itu tidak mau menerimanya dan langsung menolak tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Sehingga ia mencoba untuk mengubah pikiran dari Zaara agar mau mengubah pendirian dan menerimanya."Zaara, aku merasa sangat yakin bahwa kamu masih sangat mencintaiku. Kamu tidak merasa bahagia hidup bersama pria itu, kan? Jadi, jangan menyiksa dirimu sendiri. Kamu bisa hidup berbahagia bersamaku, Gadisku."Tanpa bisa menahannya, bulir bening air mata lolos dari wajah Zaara saat mendengar kata-kata dari Arkan yang memang benar adanya. Dengan suara bergetar dan serak, ia mencoba untuk meny