Slamet berjalan tergesa memasuki mobil. Hatinya panas dan remuk redam karena melihat Yana yang sudah mendapatkan pengganti pasangan hidup.Dengan mata berkaca, dia menatap ke arah warung tempat Yana mengambil cincin dari kotak yang diulurkan Bagas.Nyuuut ....Slamet merasa ada ada yang meremas hatinya dan merasakan sensasi sakit dan cemburu.Seketika Slamet meremas setir untuk mengurangi rasa cemburu dalam hatinya."Ya Tuhan, kenapa rasanya sesakit ini? Padahal aku juga sudah menikah dengan Rima?" gumam Slamet.Slamet menggigit bibir bawahnya saat melihat Bagas mengajak Yana pergi dari tempat duduk dan berlalu ke dalam warung.Slamet menghembuskan nafas kasar dan segera menghidupkan mobil lalu melajukannya keluar dari warung milik Bagas.Tak berapa lama, Slametpun sampai di area peternakan milik Rima. Slamet segera memarkirkan mobilnya dan keluar menuju kandang sapi. Slamet mengganti baju seragam dan sepatu boot lalu mulai mengamati para pekerjanya memberi makan sapi-sapi milik Rim
Rima pun tersenyum dan mengambil cangkir teh yang ada di posisi tengah dan mendekatkannya ke mulut lalu meminumnya perlahan."Ayo Met, kita juga minum," ajak Ibu Slamet seraya mengangkat cangkir tehnya.Slamet pun mengikuti dan meminum teh di cangkirnya sampai habis."Duh, ini terlalu manis, Bu. Rima nggak suka manis kan?" kata Rima sambil meletakkan cangkir tehnya yang masih tersisa setengah."Rima, sekali lagi ibu minta maaf dengan setulus hati atas kelakuan Tita dan Eva. Ibu berjanji akan mengajari mereka empati dan sopan santun." "Sudahlah Bu. Jangan dibahas lagi. Saya sudah langsung memaafkannya. Mungkin kemarin saya sedang banyak pikiran karena sapi saya mati mendadak, jadi saya langsung marah.""Makasih ya Nak. Kamu adalah menantu terbaik." Ibu Slamet memegang tangan Rima erat.Rima tersenyum."Evaaa ..., Tita ..., kesini sebentar! Kalian belum minta maaf pada Rima!" Eva dan Tita yang pura-pura memasang wajah segan dan takut mendekat ke arah Rima."Maafkan mbak, Rim. Mbak men
"Maaf, kami menerima laporan kalau ada maling perhiasan sembunyi di rumah ini. Boleh kami masuk ke dalam untuk memeriksa?Tita mendelik. "Gak mungkin Pak. Nggak ada pencuri masuk sini.""Kami membawa surat penggeledahan, jadi kami harus masuk," tukas salah seorang polwan yang ada di belakang polisi itu.Polisi dan kedua polwan itu merengsek masuk ke dalam rumah Rima. Sementara itu Tita berlari mendahului dan sampai di ruang makan."Bu, ada polisi datang. Katanya mau memeriksa rumah ini!" lapor Tita sambil berlari ke belakang ibu dan Eva."Selamat pagi, kami dari kepolisian. Hendak memeriksa rumah ini berdasarkan laporan Ibu Rima," kata salah seorang polisi berbadan tegap."Hah, Rima?""Nggak mungkinkan?"Suara-suara keluarga Slamet berdengungan memenuhi ruang makan."Iya, saya yang menelepon polisi. Karena saya punya buktinya," kata Rima tegas."Tega kamu!" sentak mertuanya."Masak saya tega? Lebih tega mana antara orang yang melaporkan pencuri pada polisi dengan orang yang mencuri di
"Jadi, kamu membalaskan dendam Yana pada keluarga Slamet, Nak?" tanya bapak Yana pada Rima, tak percaya."Rima mengangguk mantap."Astaga, Bapak tadinya sudah pasrah dengan kejadian rahimnya Yana, walaupun bapak tidak terima, tapi bapak tidak tahu harus bagaimana.""Bapak telah menyelamatkan nyawa dan harta saya dari begal saat saya pulang dari pabrik, mana mungkin saya melupakan jasa bapak?" tanya Rima retoris."Tapi saya tidak meminta mbak Rima untuk mengorbankan hidup Mbak demi saya," jawab Yana lirih."Tidak apa-apa. Saya cuma ikut sakit hati sekali atas apa yang mereka lakukan padamu sampai kamu kehilangan harta yang paling berharga bagi perempuan."Yana dan keluarganya memandangi Rima dengan perasaan campur aduk."Terus, nanti kalau mbak ternyata hamil anaknya mas Slamet, gimana?" tanya Yana hati-hati."Nggak mungkin Yan. Aku pakai alat kontrasepsi selama ini. Lain halnya saat aku menikah dengan suami yang pertama dulu. Dia impot*n. Jadi aku tidak bisa hamil. Tapi nggak apa-apa
"Saya terima nikah dan kawinnya Yusriyana binti Suparman dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan salah satu cabang resto dibayar tunai.""Bagaimana para saksi? Sah?" tanya penghulu pada para tamu yang hadir di rumah Yana."SAH!!""Alhamdulillah, barakallahu laka wa baarakaa alaika wa jamaa bainakumaa fii khoir."Yana lalu menyalami Bagas dengan takzim lalu Bagas memegang kepala Yana dan meniup ubun-ubun Yana seraya melantunkan doa :“Allahumma inni as’aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa ‘alaih. Wa a’udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha ‘alaih.”Artinya: ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya.Yana memejamkan mata saat Bagas meniup ubun-ubun dan mencium keningnya."Yuk, salaman dulu sama para tamu," kata Bagas lembut.Yana mengangguk. Keduanya lalu menyalami satu persatu tamu di ruang depan rumah Yana.
"Semalam kamu sungguh luar biasa, Yang!" tukas Bagas sambil memeluk Yana. Tangan lelaki itu menyusuri tubuh polos Yana dari arah belakang, lalu mengecup pundak istrinya pelan. "Kamu juga Joss banget, Yang!" balas Yana sambil membalikkan badannya sehingga berhadapan dengan sang suami. "Aku ingin lagi!" "Ih, genit! Emang kamu enggak capek?" tanya Yana sambil mencubit pipi sang suami dengan gemas. "Enggak. Kan aku bercintanya dengan perempuan yang aku cintai?" tanya Bagas balik. "Kalau gitu, terserah kamu saja," jawab Yana dengan pipi bersemu merah. "Aku anggap kata-kata kamu berarti setuju," ujar Bagas sambil menindih tubuh Yana. Yana mengangguk malu-malu. "Baiklah. Kalau begitu, aku tidak akan ragu lagi untuk melakukan hal itu lagi." Bagas lalu mulai menciumi wajah dan leher Yana dengan perlahan. Dan semakin bersemangat saat Yana mendesah penuh nikmat. *** "Yana, aku berangkat dulu ya!" tukas Bagas sambil mencium kening Yana dan ketiga anaknya. Yana mengangguk kan kepa
Dan seketika semua menoleh ke asal suara.Tampak Slamet tergopoh-gopoh mendatangi tempat kejadian. "Ada apa ini?" ulang Slamet. Lalu pandangan matanya terarah pada Yana. Lelaki itu langsung tercengang. Karena Yana menjadi begitu cantik. "Yana? Kamu Yana kan?" tanya Slamet dengan mata membulat tidak percaya. "Iya.""Apa kabar?" tanya Slamet parau sambil mengulurkan tangannya.Yana mematung dan hanya memandang tangan Slamet. "Heh, bukan saatnya kamu terpesona dengan mantan istri kamu!" seru Eva kesal pada sang adik. "Yang paling penting, siapa yang sekarang bertanggung jawab terhadap karung beras ku?!" seru Ibu-ibu gendut. "Sudah saya bilang kan, Bu. Kalau minta tanggung jawab pada dia. Dia yang jelas-jelas nabrak saya saat saya menyebrang jalan!" seru Eva berusaha memprovokasi sambil menuding Yana."Itu fitnah. Saya mengendarai motor saya dengan lambat, dan mendadak ada dia yang menyebrang kearah saya. Logika saja lah. Kalau memang mau menyebrang dengan selamat, kenapa harus saa
"Tunggu! Jangan lari kalian!" seru satpam pasar. Lelaki itu segera mengejar tiga orang tersebut dengan dibantu oleh beberapa karyawan toko kelontong."Cepet lari, Met!""Ayo lari, Tita!""Ya Tuhan, ada apa sih ini? Kenapa aku juga harus berlari?" tanya Slamet bingung. "Nanti kami jelaskan di rumah!""Tapi bentor ku masih tertinggal di pasar!""Sudahlah. Bentor kamu diambil nanti. Kan kuncinya kamu bawa!""Jangan banyak omong! Ayo kita berpencar saja!" "Woy, jangan kabur!""Jangan lari kalian!""Tanggung jawab kalian!"Seruan-seruan antara orang yang dikejar dengan orang yang mengejar saling bersahutan. Sedangkan Tita, Eva, dan Slamet berlari kian kencang. Ketiga nya berpencar dan berlari secepat mungkin. Namun, secepat-cepatnya mereka berlari, mereka tetap tertangkap karena semakin banyak orang yang mengejar. "Kamu mau kemana, Bu? Jangan lari setelah membuat gaduh dan rusuh!" seru satpam itu sambil menggelandang Eva dibantu oleh seorang lelaki berbadan kekar. Eva terdiam dan tamp