MIB-24
Mira dan Baskara sudah paham apa yang terjadi kenapa itu anak serta mantunya memakai baju sampai ketukar-tukar. Namun, tetap saja mempertanyakan.“Ini tuh lagi trend, Mi.”“Alah, tren apa trend? Kok, Mami nggak tahu,” goda Mira.“Sumpah, asli trend, Mi.” Zivanka ngotot bersemu merah pipinya.“Huss!” Azkio menyikut lengan, “jangan sumpah-sumpah gitu,” lanjutnya berbisik.“Habisnya Mami nggak percaya kalau tukeran baju gini lagi trend.”“Terus, cewek pake sarung juga lagi trend?” sindir Baskara.“Iyalah, kan sepaket, Pi,” jelas Zivanka.“Oh, gitu. Sejak kapan putri Papi jadi malu-malu gini? Biasanya juga blak-blakan.""Sejak urat malunya nyambung lagi-lah, Pi." Mira menimpali."Masya Allah, beruntung ya, kita punya mantu ustaz.""Pi, Mi, lebih baik kita masuk dulu," sela Azkio."Oh iya, ngapain kita ngobrol di pintu."Mereka pun masuk dan langsung mewaw"Sayang, Ummi minta kita datang ke Panti. Gimana?”“Ya, ayo!”“Di sana ada Lily. Apa kamu tidak apa-apa jika bertemu dia?""Tenang saja, aku tidak akan haj4r dia.Bukan itu yang saya takutkan. Terus?”“Takut kamu dipermalukan atau dikerjain. Dia kan picik.”“Lah, baru sadar kalau adek kesayangan kamu tuh, picik,” sindir Zivanka.“Dia begitu semenjak saya menikah saja. Sebenarnya dia baik.”“Belain terus!”“Eh, bukan belain. Fakta. Makanya semakin yakin kalau kamu adalah jodoh saya.”“Hubungannya apa?”“Saya tidak mau menikah dengan wanita yang bisa buta karena cinta.”“Lah, aku malah lebih buruk. Tahu sendiri badung.""Maka dari itu misi saya ini menaklukkan istri badung."Zivanka tersenyum lebar, lalu bergelayut manja. Setelah berpakian rapi dengan baju couple suami-istri, mereka pun berangkat ke Panti.Kehidupan sehari-hari di panti masih sama. Masih me
MIB-25Azkio lekas membawa Zivanka ke ruang kesehatan panti asuhan. Luka di jari Zivanka akibat daun serai lekas diobati."Lain kali, bawa pisau kalau mau ambil serai.""Mana aku tahu.""Baiklah, karena sekarang saya banyak waktu luang, jadi kita harus sering belajar masak di rumah.""Ok, deh." Zivanka mengacungkan dua jempol, “Oya, Honey, si Liliput kok, gitu? Padahal kan dia cewek berhijab.”“Berhijab itu tidak menjamin bahwa akhlaknya juga akan baik. Tapi, setidaknya dengan berhijab, dia sudah menunaikan kewajiban sebagai wanita muslimah. Seharusnya hijab bisa jadi pengingat atau alrm saat hendak melakukan yang tidak disukai oleh Allah.”“Lalu gimana jika ada cewek muslim nggak berhijab, tapi baik.”“Sebaik apapun, dosanya karena tak berhijab tetap akan diperhitungkan, tetap dicatat sebagai kewajiban yang tidak ditunaikan.”“Ih, ternyata emang wajib banget, ya?”“Iya. Tidak bisa ditawar-tawa
Azkio langsung mencubit gemas pipi Zivanka yang mulai gembil semenjak hidup bersamanya. Sebab, tuh anak orang dia kasih makan nasi, bukan makan hati.“Sayang, bukan kasih salam ‘assalamualikum’, tapi daun salam. Nih, yang ini!” Azkio lekas membuka kulkas dan mengambil beberapa lembar daun salam di dalamnya.“Oh, jadi daun salam. Bilang kek, dari tadi. Kebiasaan cowok tuh, gini, nih! Kalau ngomong nggak jelas.” Zivanka malah mendumel."Ya, yang namanya sayur asem pasti dikasih daun salam, Sayang. Kamu ini aneh.” Azkio geleng-geleng.“Ish, udah salah, ngatain aku aneh lagi.” Zivanka cemberut tak terima.Azkio langsung ingat pasal 1 bahwa istri itu selalu benar. Pasal 2 kalau suami benar, istri pasti lebih benar. Pasal 3, jika istri salah maka suami lebih salah. Entah siapa pencetusnya, ngaco begitu. Yang pasti hidup para istri!**Setelah beberapa hari berkutat cari pekerjaan, melamar ke sana sini, akhirnya ada juga perusa
MIB-26“Hallo, Honey!” seru Zivanka saat telepon diangkat.“Salam dulu,” tegur Azkio.“Oh iya, assalamualaikum.""Waalaikum salam, jemput sekarang?""Yuhu! Ditunggu ya, mmuah." Zivanka begitu riang.Gayanya yang kayak setrikaan diam-diam tengah di awasi seorang pria dari jauh. Tanpa sadar bibirnya menyunggingkan senyuman."Hanya beda cover saja. Tingkahnya masih sama." Dia bergumam.Zivanka yang tak sadar diperhatikan akhirnya bersorak senang karena Azkio sudah tiba. “Ayo!” "Hemm." Zivanka masih saja berdiri enggan naik ke motor.“Kenapa?” Azkio mengernyitkan dahi.Zivanka mengerucutkan bibirnya, “nggak turun dulu?”“Turun dulu? Bukannya kita mau pulang?”"Ish!" Zivanka mendesis.Ribet banget sih, gegara urat malu nyambung, jadi susah mau ngomong juga, batin Zivanka."Ada apa, Sayang?""Itu loh, kek di fim-film. Ceweknya dipakein
Zivanka tampak bete.“Honey, kamu tega!” Zivanka mendumel.“Kenapa, hem?”“Tadi biarin aku cium tembok.”“Kan keburu ada papi-mami. Malu, Sayang.”“Ah, nggak asik!” Zivanka pura-pura merajuk.“Iya, maaf.”“Dimaafkan, asal kita mampir ke super market.”“Mau apa?”“Mau belanjalah.”Azkio mendadak berasa jantungnya tengah ngedance. Bukan tak mau menuruti, tapi keuangannya sedang tak memungkinkan. Terlebih karena tadi dipakai buat bayar makan.“Sayang, gimana kalau lain kali saja.”“Nggak mau. Sekarang!”“Hem, sebenarnya uang kita mungkin tak cukup.” Azkio memilih jujur.“Kan kata kamu masih ada di kartu.”“Kan sudah dipakai bayar makan.”“Allahu akbar! Tadi yang bayar makan kamu, ya?” Zivanka baru ngeuh akan janjinya untuk mentraktir, “maaf, ya!” cicitnya.“Tidak apa. Seharusnya saya yang minta maaf. Maaf belum mencukupi keinginan kamu
MIB-27Artinya ada pria yang diam-diam menyukai Zivanka. Azkio tentu tidak rela dan harus waspada. Kalau caranya seperti ini, mungkin orang itu bukanlah orang sembarangan.Bagaimana dia bisa tahu kalau mereka tadi berbelanja ke supermarket.Azkio menghampiri jendela dan mengedarkan pandangan ke luar rumah. Bisa jadi kan ada mata-mata tengah memerhatikan.“Honey, ada apa, sih?” Zivanka malah kebingungan.“Sayang, mulai hari ini kemana pun harus selalu saya yang antar jemput. Kalau ada orang mencurigakan segera kasih tahu."Zivanka mengangguk ragu. Sejujurnya sikap suami yang terlalu posesif membuat tidak nyaman. Tas pemberian orang misterius hanya bisa sebatas dipandangnya. Sama sekali tidak bisa memiliki karena Azkio tidak mengizinkan. **Azkio mendapat telepon dari Fatimah. Diminta untuk segera ke panti karena donatur baru sudah menunggu. Sedari dulu jika ada tamu penting menyangkut kerja sama atau donatur, Az
Mengingat istrinya di rumah sendirian, Azkio bergegas pamit kepada Fatimah. Sebelum pulang, diserahkannya paperbag yang berisi tas.“Masya Allah, ini buat Ummi?” tanya Fatimah.“Iya, Mi.”“Bagus, sih. Tapi Ummi buat apa? Ini modelnya lebih cocok buat anak muda. Iya nggak, Ly?”“Hmm … iya, sih. Tapi sah-sah saja kalau dipake sama Ummi juga.”“Kio, boleh tidak kalau tasnya buat Lily saja. Ummi rasa lebih cocok di dia.”“Iya, Ummi. Bagaimana baiknya saja. daripada mubazir.”“Jadi ini untuk aku? Masya Allah, rezeki anak soleh.” Lily kegirangan.Azkio pun benar-benar pamit pulang. Sedangkan Lily menerima sebuah pesan jika seseorang ingin bertemu sekarang juga. Setelah bersiap-siap cukup singkat, Lily pamit kepada Fatimah dengan alasan akan bertemu teman. Untung saja, umminya itu tidak mengintrogasi teman yang mana. Jadi Lily aman, tidak mengharuskan berbohong.Lily mengedarkan pandangan ke segala p
MIB-28Azkio geleng-geleng kepala melihat tingkah Zivanka di atas genting.“Ayo, turun!”“Sebentar!” Zivanka masih saja mengacungkan tespeck ke udara. Berharap garis samar itu berubah jelas.“Lagian ngapain?”“Ini garisnya kurang kelihatan, Honey.”“Allahu akbar.” Azkio memijat pelipis.Mungkin hanya istrinya yang berpikiran kalau dengan mengacungkan alat tes kehamilan tinggi-tinggi, itu garis bisa jadi muncul jelas. Pikir dia kayak cari sinyal apa. Sudahlah! Absurd dan bodohnya kadang beda tipis.“Ah, sama saja, tetap samar.” Zivanka menyerah.“Ayo, turun!”“Iya-iya,” sahut Zivanka bete, “lah, Honey. Gimana cara turunnya?""Ya Allah, tadi kamu naik pakai apa?""Naik aja.""Tidak mungkin. Tangganya mana?"Zivanka garuk-garuk kepala yang berbalut jilbab bergo. Bisa-bisanya dia tak sadar saat naik dan sekarang jadi bingung saat turun.Azkio lekas menga