MIB-30
“Ada-ada saja si Mbak. Itu bos kita, malah dikatain maling."Zivanka tidak menghiraukannya, dia tetap berlari mengejar seorang pria yang tergesa menjauh."Maling, tunggu!" Zivanka berhasil mengejar dan menghadang."Anda memanggil saya?" Si pria memasang wajah bingung sambil menunjuk diri sendiri."Lu, Maling kan?" Zivanka begitu yakin kalau pria di depannya adalah Malingga.Meski lama sekali tak bertemu, tapi tidak mungkin Zivanka lupa dengan wajah pria yang dulu selalu hiasi hari dan mimpi. Bedanya sekarang pria ini tampil rapi dan berkarismatik."Sebentar, Anda kenal saya?""Gue pake hijab, sih. Jadi wajar, lu nggak ngenalin." Ada kecewa dalam nada Zivanka."Hmm, kamu …." Si pria tampak seolah memindai wajah, "Zivanka!" serunya."Yups! Lu kerja juga di sini?"Malingga mengusap tengkuk, "iya.""Selamat siang, Bos," sapa para karyawan yang kebetulan lewat.MalBisa-bisanya Zivanka bercerita penuh semangat perihal pria lain.Ingat istrinya lagi hamil, Azkio lekas mengusap wajah sambil beristighfar. Tak ada kata-kata lain keluar dari mulutnya. Ditarik dan diembuskan berulang napas yang terasa kian sesak.“Honey, maaf!” seru Zivanka.Saking merasa bersalahnya, dia tak sadar langsung mendekat dan memeluk Azkio. Namun, menit kemudian, rasa mual itu tidak terelakan lagi.Hoek, hoek.Zivanka muntah dan muntahannya tentu menyembur Azkio yang sedang menahan emosi. “Zivanka Kalala!” satu bentakan akhirnya keluar.Zivanka terperanjat dan saat itu juga langsung terisak-isak.“Istri muntah, bukan ditolongin, malah dibentak,” protesnya di sela-sela isakan.Dia terus menangis sampai tersedu-sedu. Azkio yang merasa bersalah kini kebingungan. Ingin mendiamkan dengan kata-kata, emosinya masih belum terkontrol karena cemburu kepada Malingga. Ingin menenangkan dengan pelukan, Z
MIB-31Hujan belum juga reda setelah beberapa waktu menunggu. Zivanka kukuh mengajak pulang dan hanya mau dibonceng suaminya. Padahal Azkio mau mencari taksi ke depan agar dia tidak kehujanan.“Nggak mau. Sama kamu aja pulangnya,” rengek Zivanka.“Ya, udah. Pakai jas hujan dulu.”Ada satu jas hujan di bagasi motor. Azkio lekas memakaikannya kepada Zivanka. Sedangkan dia sendiri kehujanan. Tak apalah pikirnya, yang penting istri aman.Sepanjang jalan, Zivanka menahan mual. Dia yang biasa memeluk erat di motor, kali ini tidak bisa melakukannya. Sebab, aroma bau terus tercium dari tubuh Azkio.Benar saja sesampai di rumah, kamar mandi menjadi tujuan Zivanka untuk memuntahkan isian perut. Azkio tak tega melihatnya. Dia sudah berusaha memakai berbagai parfum, berharap istrinya tak mencium bau lagi. Eh, masih saja sama. Unik sekali orang ngidam.**Minggu berganti minggu. Kesibukan mulai menyita waktu mereka. Selain s
“Wah, akhir-akhir ini selalu semangat.” Lily berkomentar kepada Azkio."Alhamdulillah.""Pasti karena kak Ziva sudah nempel lagi.""Tahu aja." Azkio terkekeh malu.Lily sangat hapal karakter pria yang harus terus dia anggap sebagai kakaknya itu. Hal ini tentu lebih membuat sakit. Sebab, setiap kali Azkio bahagia karena Zivanka, dia akan sangat merasakan energinya.Kegiatan panti asuhan yang disponsori Putra membuat Azkio dan Lily terus terlibat satu sama lain. Mereka hampir setiap hari bersama. Inilah salah satu kesepakatan yang dibuatnya dengan Putra.“Honey!” Tiba-tiba Zivanka datang menghampiri Azkio.“Baru saja mau jemput.” Azkio langsung menarik kursi agar istrinya bisa duduk.“Nggak apa-apa. Kamu pasti sibuk.”"Loh, kak Ziva nggak kerja?" Lily terkejut.“Iya. Sebetulnya Ziva kurang enak badan, jadi tidak masuk. Tapi maksain mau hadiri acara ini,” jelas Azkio.“Iya. Soalnya belum
MIB-32Juno menepuk mulutnya yang tak memiliki rem. Putra sendiri tak dapat menahan senyuman yang mendesak terbit.“Eu … cinta sebagai sodara seiman, sebangsa, setanah air. Merdeka!” Juno berusaha meralat.Namun, orang bodoh mana yang akan percaya akan pengalihan Juno? Justru Azkio semakin percaya akan kesaksiannya tadi.Zivanka sendiri langsung menundukkan wajah dalam. Tangannya memegang erat sisian gamis. Tak ubahnya anak kecil yang ketakutan akan dimarahi oleh orang tua.“Sekalipun Ziva pernah menyukai Putra, tak apa,” tanggap Azkio setelah menekan ego dalam-dalam.Zivanka langsung mendongak. Ada gurat kecewa karena Azkio terdengar tidak cemburu lagi, tapi rasa lega bersamaan datang.“Oh, gitu ya?” Juno jadi garuk-garuk kepala.“Kan hanya pernah. Hanya terjadi di masa lalu. Setiap orang punya masa lalu, termasuk saya.” Azkio mengangkat kedua tangan sebagai tanda tidak mempermasahkan.“Aih, si Ustaz b
Alih-alih menjawab apalagi setuju, Azkio malah menjitak dahi Zivanka. Ritual mandi pun dilakukan bergantian. Karena Azkio masih dalam mode tak ramah.Jika Zivanka mandi sungguhan, maka sebetulnya Azkio hanya membasahi rambutnya saja. Kalau mandi, ditakutkan aroma bau asap sate hilang, kalah dengan wangi sabun.Semarah-marahnya dia, masih saja memikirkan sang istri. Kasihan juga kan kalau Zivanka sampai muntah-muntah.Keluar kamar kali ini, mereka terlihat habis mandi wajib. Namun, Lily dan Juno sudah tak ada di tempat tadi. Hanya Fatimah yang terlihat sedang memeriksa barisan chat di apliaksi.“Nah, gitu. Jadi seger lihatnya,” puji Fatimah.“Iya, Mi. kami pulang dulu,” pamit Azkio."Kio, ingat pesan Ummi, kamu harus baik-baik dan tetap manis seperti ini sama istrimu. Apalagi Ziva lagi hamil. Jadi suami siap siaga, ya!" Fatimah tidak bosan mengingatkan."Baik, Mi."Zivanka lekas mencium punggung tangan Fatimah. M
MIB-33 Semenjak tahu bahwa Malingga itu Putra, sang donatur baru panti asuhan, jelas Azkio tidak berdiam diri. Meksi tak memiliki bukti konkrit, dia tetap menarik benang merah dari runtutan kejadian. Bahwa harus waspada terhadap orang sepertinya."Apa tawaran Papi masih berlaku?" Azkio langsung bertanya tanpa basa-basi."Tentu saja. Gimana?""Bismillah, saya bersedia.""Alhamdulillah. Papi sangat percaya sama kamu, Ustaz mantu. Jangan kecewakan Papi, apalagi Ziva.""Insya Allah, Pi."Bisnis Waralaba yang akan diwariskan kepada Zivanka pun mulai dikelola oleh Azkio. Untuk awal-awal, Baskara akan terus mendampingi. Sekiranya sudah bisa mandiri dan menguasai, baru akan dilepas.Baskara sempat penasaran, hal apa sekiranya yang sudah merubah pikiran Azkio. Namun, apapun itu, sebagai orang tua akan selalu mendukung. "Nanti kalau bisnisnya semakin berkembang, kamu juga bisa memiliki saham. Atau gini saja, sa
Zivanka mengaku kangen sama rumahnya. Jadi malam ini memutuskan untuk menginap. Sepanjang menikah belum pernah bermalam di kediaman Baskara.Saking senangnya Mira langsung heboh beres-beres rumah bareng pembantunya. Segala fornitur, perabot, dilap sampai kinclong. Barang-barang juga tertata rapi. Masakan berbagai menu pun sudah tersaji dengan apik di meja. Namun, ada satu hal yang dilupakan, kamar Zivanka. Padahal sudah diwanti-wanti via telepon terkait hal ini.“Ayo Ustaz mantu, kita makan malam dulu,” ajak Mira bersemangat.Azkio menatap makanan yang tersaji, tetapi ekspresinya menunjukkan ketakutan.“Tenang, ini yang masak si bibi,” bisik Baskara yang seolah paham apa yang ada dalam benak menantu.Azkio jadi tersipu dan merasa bersalah dengan ekspresi yang baru saja terpasang. Dia lekas menarik kursi tepat di samping Zivanka. Acara makan malam berjalan menyenangkan ditemani obrolan hangat seputar kehamilan."Kalau begitu, kita
MIB-34Rupanya Azkio alami trauma karena pernah digigit tokek sewaktu kecil. Jadi setiap dengar suaranya, spontan saja ketakutan. Saat suara tokek tidak terdengar lagi, barulah Azkio sadar kalau kepalanya tenggelam di mana? Detak jantung Zivanka terdengar bertalu-talu karena menang banyak.“Ekhm,” deham Azkio sambil menarik diri dari pelukan istri.“Honey, takut ya?” goda Zivanka.“Nggak.”“Tuh!” tunjuknya ke gordeng tepat kepala si tokek nongol.“Astaghfirullah.” Azkio hampir nyungsep di dad* Zivanka lagi.Dengan cepat dia menguasai diri, tetap mencoba tenang dengan posisi berbaring. Selama si tokek tak keluarkan suara dan tak dilihat, rasanya masih amanlah.“Honey, tak apa kok, jika kamu takut.” Zivanka mendekat, lalu meletakkan kepala di dada Azkio yang tak begitu bidang. “Berani itu bukan berarti kita tak takut apapun. Yang terpenting bagaimana cara kita hadapi ketakutan itu sendiri.”Perk