Sementara aku mendatangi bangsal di mana Mbak Rahma sedang menutup matanya. Dia beristirahat tadi kata Pak Pras kondisinya down mungkin sudah ditangani Dokter. "Cahaya, sekali lagi saya minta maaf ya sama kamu karena udah melibatkan kamu dalam hal ini tapi Rahma ingin kamu datang kemari. Katanya ada hal penting yang mau disampaikan. Dia selalu mengatakan kalau memiliki keinginan yang ingin disampaikan kepadamu. Jadi sebelum dia pergi. Dia ingin mengatakannya sendiri," kata Pak Pras. "Pak, Kenapa Mbak Rahma selalu mengatakan kalau dia ingin pergi. Padahal kita nggak pernah tahu kan umur seseorang," kataku pelan. "Iya, saya tahu dan saya selalu marah sama dia. Tapi dia selalu mengatakan itu ke saya.""Saya selalu doakan kesembuhan Mbak Rahma, Pak. Saya tidak ingin dia kenapa-napa. Saya ingin dia sembuh dan sehat seperti dulu lagi." Beberapa saat kami bercerita secara pelan mengenai kondisi Mbak Rahma tiba-tiba wanita itu sepertinya menerima rangsangan dan dia menggeliatkan sedikit t
SEBENING CAHAYA CINTA 28. **PoV Cahaya. Apa yang harus aku jawab? Jika seperti ini, aku bingung mau menjawab apa. Kenapa Mbak Rahma punya pikiran sempit."Mbak, kenapa kamu punya pikiran seperti ini? Bukankah kamu bisa sembuh. Tolonglah Mbak. Jangan berpikir yang tidak-tidak." "Aku selalu berharap bisa sembuh, Cahaya. Tapi ini hanya untuk antisipasi kalaupun memang Mbak sembuh. Nggak masalah bisa bersama kamu. Kita akan bersama-sama menjalani bahtera rumah tangga dengan suami kita." Aku terdiam mendengar ucapan Mbak Rahma. Tidak kah dia itu seperti wanita egois. Mungkin saja Pak Pras juga nggak setuju dengan ucapannya. Tetapi terpaksa karena dia sekarang sakit. "Mbak biarkan aku memikirkannya. Aku perlu berpikir. Aku nggak bisa mengambil keputusan ini begitu saja. Aku yakin kalau pun tidak denganku pasti ada perempuan yang jauh lebih baik dari aku bisa mendampingi Pak Pras." "Ya aku tahu, Cahaya. Kamu nggak mungkin bisa setuju begitu saja. Walaupun aku memang sakit dan aku terl
Bagaimanapun yang harus diajak bekerja sama adalah Pak Pras. Aku tahu perempuan mana yang tidak menderita kalau suaminya menikah lagi. Mbak Rahma pasti juga akan sedih. Namun kesembuhannya itu harus diupayakan. Mungkin setelah dia sehat kembali dan kami bisa berkumpul bersama. Mbak Rahma nggak akan setuju aku selamanya menjadi istri dari suaminya. Setelah semuanya kembali seperti semula. Aku akan berpisah dari Pak Pras entah pikiran dari mana yang ada dalam benakku. Aku hanya ingin Mbak Rahma sembuh saja dulu. Mungkin ini adalah jalan satu-satunya supaya dia sembuh jadi aku harus menuruti keinginannya. "Assalamualaikum, Pak. Apakah Bapak punya waktu? Saya ingin berbicara dengan Bapak di kantor. Apakah bisa? Atau cari tempat berbicara yang nyaman, bagaimana?Aku nekat menghubungi Pak Pras. Aku nggak mau masalah ini berlarut-larut dan kondisi Mbak Rahma semakin tidak baik. Aku juga gugup untuk berbicara dengannya. "Waalaikumsalam, Cahaya boleh kok kamu mau ke kantor saya. Saya tungg
SEBENING CAHAYA CINTA 29. **PoV Cahaya"Ada masalah apa, Cahaya?" tanya Pak Pras. Aku menarik nafas lega dan bersyukur karena Pak Pras sudah ada di sini jadi Mas Arman bisa lebih menghormati bosnya sendiri. "Ini, Pak. Saya ...." kataku bingung. Aku menggigit bibir bawah sambil meringis. "Pak, mohon maaf ya sebelumnya. Ada hubungan apa antara Bapak dan istri saya? Sebenarnya kalian punya masalah apa saya sampai nggak tahu kalau kalian ini saling kenal? Padahal selama ini istri saya itu tidak pernah datang ke kantor dan tidak pernah mencampuri urusan pekerjaan saya. Tiba-tiba saya kaget karena dia bisa mengenal teman-teman saya yang ada di kantor terutama Bapak selaku Bos," kata Mas Arman. "Cahaya istri kamu?" tanya Pak Pras bingung. "Ya." "Tidak." Aku dan Mas Arman menjawab bersamaan tetapi dengan jawaban yang berbeda. Pak Pras menggaruk kepalanya merasa bingung dengan jawaban yang kami berikan berdua. "Jangan buat saya bingung. Saya benar-benar terkejut loh karena Arman meng
"Maaf, Pak sebentar. Bapak mengatakan hubungan Bapak dengan Cahaya spesial? Hubungan Seperti apa? Bolehkah Bapak jelaskan sama saya? Jangan buat saya bertanya-tanya karena kami bercerai juga sebenarnya situasi yang tidak saya inginkan." "Hubungan kami spesial dan tidak bisa saya jabarkan sama kamu yang penting saya dekat dengan Cahaya." "Dekat dengan istri saya maksudnya? Apakah kalian sudah lama dekat, Pak sebelum kami bercerai? Kalian dekat?" "Saya dekat dengan Cahaya baru sebulan ini kok. Lagi pula dia bercerai dari kamu sudah 5 bulan yang lalu." "Jangan berbicara sembarangan ya, Mas. Dulu aku sangat jelek dan tidak ada satupun orang yang mau denganku dan aku baru berubah sekitar 5 bulan yang lalu. Aku tahu nggak ada laki-laki yang serius dan benar-benar mencintai wanita dengan sepenuh hati. Tapi itulah yang aku alami seperti kamu yang selalu memandang rendah diriku!" kataku begitu saja. "Arman, intinya saya sama Cahaya itu tidak pernah punya hubungan apa-apa selama kamu masih
SEBENING CAHAYA CINTA 30. **PoV Cahaya**Aku dan Pak Pras bergegas meninggalkan Kafe. Dia terburu-buru setelah menjawab panggilan telepon yang mengatakan kalau kondisi Mbak Rahma kritis. Aku juga terkaget, kritis seperti apa? Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa yang mengkhawatirkan dengan Mbak Rahma. Itu yang selalu ku inginkan dan doakan. Sepanjang perjalanan wajah Pak Pras sangat serius. Aku tidak berani untuk menyapanya. Aku hanya diam saja sesekali meliriknya tetapi kemudian memandang lagi ke depan. Benar saja dia sama sekali tidak mengatakan sepatah kata pun. Mungkin dia berkutat dengan pemikirannya begitu pula dengan ku. Setelah sampai di rumah sakit. Kami bergegas segera berjalan ke ruang privat Mbak Rahma ketika sudah berada di sana ada beberapa orang berkumpul. Seperti yang diketahui kalau Mbak Rahma itu tidak memiliki Ibu lagi. Tetapi dia memiliki Ayah yang sudah menikah lagi dengan wanita lain. Kali ini Ayahnya datang bersama ibu tirinya. Mereka menangis di dekat bang
Setelah selesai membaca surat itu. Dia melirikku. Kayaknya, keinginan Mbak Rahma memang tidak berubah dan aku tidak bisa berkata tidak sebagai orang yang begitu mencintai dan menyayanginya aku harus mengabulkan permintaannya apapun perasaanku. Aku sudah siap untuk Mbak Rahma. Pak Pras mendekatiku dan memberikan surat itu kepadaku. Aku menghapus air mataku secara kasar. Air mata ini tidak boleh hadir, aku tahu Mbak Rahma pasti tidak suka melihat kesedihanku yang begitu besar saat aku berada di sampingnya. Namun, tetap saja aku ini cengeng, sedih. Dia bagaikan Kakak kandungku sendiri walaupun dia bukan siapa-siapa dan tidak punya hubungan apa-apa. Kadang kala orang lain lebih baik dari saudara sendiri. Aku menerima surat dari pak Pras dan kubaca perlahan. Setiap aksara yang dituliskannya membuat hatiku luluh lantak. Perasaanku berkecamuk. Dia seakan-akan selalu saja tahu kapan malaikat maut akan menjemputnya. Mbak Rahma memberikan keinginannya kepadaku untuk ku tunaikan. Assalamuala
SEBENING CAHAYA CINTA 31. **PoV CahayaAku tak orang tua lagi. Yang ku miliki hanya adik kandungku, Fikar. Di mana adik kandungku yang akan menjadi wali pernikahanku. Aku nggak tahu apakah perbuatanku ini benar atau tidak. Tapi aku kasihan sama Mbak Rahma sampai segitunya dia menginginkan aku menikah dengan suaminya. Hingga dia memberikan surat segala sebagai bukti permohonannya dan ini nggak main-main. Penyakitnya nggak main-main. Dia sedang kritis, menghadapi sakitnya penyakit yang dideritanya. Aku tidak mampu untuk menolak permintaannya. Ini adalah perasaan Mbak Rahma dari hatinya terdalam. Ku lirik Pak Pras juga menerima dengan tegar keputusan sang istri agar aku menikah dengan dirinya. Padahal aku belum mendiskusikan tentang pernikahanku kepada Pak Pras. Ah, sudahlah nanti aku akan mendiskusikannya setelah kami menikah. Aku tahu pernikahan ini mungkin tidak pernikahan yang benar-benar. Kami terjebak dalam situasi pernikahan yang memang terpaksa. Nggak tahu bagaimana kedepann