"Selamat ya, Mbak sekarang kamu sudah menjadi seorang istri. Walaupun pernikahan ini sepertinya terburu-buru tapi ini memang sudah takdir kamu. Semoga kamu bahagia," kata adikku, Fikar."Terima kasih, Fikar. Kamu udah membantu Mbak sejauh ini. Mbak nggak tahu apakah ini benar atau salah. Tapi semuanya sudah lega dan sudah selesai. Oh ya sepertinya anak-anak lelah. Tolong kamu bawa aja dulu pulang. Nanti Mbak akan nyusul. Nggak mungkin mereka nunggu di sini seharian. Akan ada hal yang ingin Mbak bicarakan dulu dengan Pak Pras yang sekarang menjadi suami Mbak."Fikar menganggukkan kepalanya dia menyetujui. Rani dan Ratu pulang bersama Fikar. Sebelumnya aku mengecup pipi kedua putriku tersebut. Anak-anakku belum mengerti apa-apa. Mereka juga dengan sopan menyalami anggota keluarga Mbak Rahma dan Pak Pras. "Sayang, nanti kita ngobrol-ngobrol lagi ya lebih dekat dan lebih akrab," kata Pak Pras memegang kepala kedua buah hatiku. Aku pun kembali duduk di sofa di dalam ruang privat Mbak Rah
SEBENING CAHAYA CINTA 32. **PoV CahayaBersamaan dengan ibu mertuaku, aku bergegas masuk ke ruang privat Mbak Rahma ketika mendengar berita dia kejang. Jujur saja perasaanku nggak enak dan tidak menentu. Pak Pras berlari untuk memanggil Dokter agar Mbak Rahma segera mendapatkan penanganan. Begitu kembali di ruang privat tersebut. Aku memang melihat Mbak Rahma seperti menahan sakit yang luar biasa. Aku menyangka dia akan sakaratul maut. Seperti inilah rasanya. Walaupun dia dalam keadaan koma, tetap saja dia menahan rasa sakit yang luar biasa dan semoga apa yang dirasakannya menjadi penggugur dosanya. Penyakit yang dialaminya ini akan menjadi penggugur dosanya. Mungkin saat Inilah aku diberi kesempatan menuntun Mbak Rahma karena dokter juga belum datang. Aku menuntunnya untuk mengucapkan kalimat talqin. Aku tuntun dia pelan-pelan untuk mengucapkan kalimat lailahaillallah agar Mbak Rahma bisa mengikutiku. Walaupun di alam bawah sadarnya. Aku berupaya agar Mbak Rahma itu mendengarkan
Selebihnya, aku juga nggak tahu apa yang harus ku lakukan. Aku hanya berdiam sambil terus menangis. Pasti seluruh keluarga dilanda kelelahan luar biasa termasuk juga diriku. Keluarga besar sudah berkumpul di rumah sakit dan Pak Pras sedang berusaha agar jenazah Mbak Rahmah bisa segera dibawa pulang. Aku terus mendampingi karena kalau aku juga pulang tidak enak. Ini adalah situasi yang genting, di mana Mbak Rahma sudah menghembuskan nafas terakhir dan aku harus terus berada di sini mendampingi Pak Pras sebagai suamiku sekarang. Saat ini aku sedang menghubungi Fikar. Memberitahu kalau aku akan pulang lebih lama setelah mengantarkan jenazah ke rumah duka. Mungkin saat itulah aku akan pulang atau tidak tahu kapan. Seperti apa nanti akan ku konfirmasi lagi lebih jauh kepadanya. "Jadi malam ini kamu ada di sana, Mbak. Aku turut berdekacita atas meninggalnya Mbak Rahma semoga diberikan kelapangan kubur dan keluarga ditinggalkan juga lebih bersabar," ucap Fikar saat aku memberitahu kalau M
SEBENING CAHAYA CINTA 33**PoV Cahaya Aku menunggu Pak Pras mengucapkan kalimatnya. Dia mau berkata apa kepadaku?"Cahaya, sebaiknya kamu jangan memanggil Bapak lagi kepadaku karena aku sekarang suami kamu," katanya lembut. Aku hanya menganggukkan kepalaku tersenyum kecut tanda menyetujui ucapannya. "Begini, Cahaya. Aku tahu kita semua sedang pusing dan dilanda kelelahan apalagi secara tiba-tiba Rahma meninggalkan kita semua. Maafkan aku kalau fokus sekarang mengurusi Istriku yang meninggal. Aku harap kamu paham." "Tentu aku mengerti, Pak. Eh, maksudku Mas. Kalau seperti ini lebih bagus saya pulang saja, ini juga sudah malam. Mungkin besok pagi saya datang kemari bersama anak-anak juga untuk melihat dan menghadiri pemakaman Mbak Rahma." Aku bingung mau mengatakan apa. Sebenarnya aku nggak betah ada di rumah ini. Inginku pulang ke rumah dan tidur bersama kedua putriku. "Mungkin pernikahan ini tidak seperti yang kamu harapkan. Itu pula tidak seperti yang saya harapkan. Kejadianny
Mas Arman mulai drama. Dulu saja dia tidak begitu peduli dengan kuda putriku. Dia juga tidak pernah menunjukkan iktikad baik ke anak-anakku tetapi aku malas bertengkar di sini. Di sini pemakaman Mbak Rahma yang baru saja terjadi. Lebih bagus aku kalem dan tidak memulai pertengkaran dengan dia. "Ayah. Kami mau ikut Om Fikar," kata Ratu. Aku tersenyum saat anakku mengatakan itu. Ternyata benar peribahasa yang mengatakan apa yang kita tabur itulah yang kita tuai. Mas Arman selama ini nggak pernah peduli dengan anakku. Dia nggak pernah memberikan kasih sayang ke anakku dan itulah sekarang yang dia tuai. Anak-anakku juga tidak mencintainya. Bahkan mereka juga tidak terlalu kenal karena sikap acuh tak acuh Mas Arman ke anaknya sendiri. "Kok gitu. Ikut Ayah yuk. Ayah kangen banget sama kalian. Nenek serta Tante Arum dan Ria juga kangen." "Selama ini mereka juga nggak pernah kok rindu sama kami. Kami mau pulang aja, Ayah. Kami mau ngerjakan PR setelah itu mau mengaji," kata Ratu memegang
SEBENING CAHAYA CINTA 34. **PoV Author. "Cahaya. Masalah apa ini apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Pras yang datang secara tiba-tiba. Cahaya tersentak kaget begitu pula Arman. Arman melirik Pras dengan perasaan tidak senang. Meskipun lelaki itu adalah bosnya. Saat ini tidak boleh mencampuri urusan pribadinya. Ada hal yang harus dibicarakannya dengan Cahaya. Arman tidak ingin Pras mendengarkan."Nggak ada masalah apa-apa kok, Pak. Hanya masalah kecil saja. Tadi tidak sengaja bertemu dengan Mas Arman dan juga dia menyapa anak-anak saya. Hanya sekedar seperti itu saja," sambung Cahaya. Pras melirik Arman dengan rasa tidak suka. Lelaki itu memegang bahu Cahaya. Cahaya tersentak ketika Pras melakukan itu. Dia sama sekali tidak ada rasa canggung. Arman melirik dengan mata melotot. Bagaimana mungkin Pras bisa memegang bahu cahaya dan cahaya tidak marah sama sekali? Apakah mereka punya hubungan dan selingkuh?Ini adalah hari pemakaman istri Pras. Tetapi dengan tidak merasa bersal
"Aku sudah mempertimbangkannya. Kita sudah menikah tetapi kita belum berbicara lebih banyak tentang pernikahan kita ini. Masih banyak sekali yang harus kita bicarakan dan aku akan memberikanmu waktu karena aku juga perlu waktu setelah Rahma meninggal. Nanti kita akan saling bercerita, yang penting Arman nggak mengganggu kamu karena kamu ada istriku." Pras berkata tegas. Cahaya hanya meringis seakan-akan hubungan pernikahan mereka memang benar-benar pernikahan asli. Mereka memang belum berbicara tentang pernikahan mereka yang mau dibawa ke mana. Apakah pernikahan sungguhan atau pernikahan seperti apa karena mereka berdua juga tidak terlalu kenal. "Kalau seperti itu Pak saya permisi dulu. Nanti setelah semuanya kondusif dan Bapak juga sudah tenang kita harus berbicara satu sama lain untuk menyelesaikan masalah ini." "Baik, Cahaya. Hanya saya minta sama kamu tolong jangan panggil saya Bapak sudah saya bilang sama kamu panggil saya Mas karena sekarang saya suami kamu." "Eh, Iya, Mas."
SEBENING CAHAYA CINTA 35. **PoV Author.Mendengar ucapan putranya. Bu Heni nggak terima. Begitu pula dengan Ria yang datang beserta Ibunya. Dia melongo seakan-akan yang diucapkan Arman adalah dongeng sebelum tidur. "Kamunya ngehalu ya, Mas? Bagaimana mungkin Mbak Cahaya yang hitam, jelek, dekil bisa menikah sama Bos kamu. Dulu aku pernah lo datang ke acara peresmian kantor atau acara apa gitu, jadi aku ngelihat Bos kamu itu memang keren ganteng dan sayangnya udah punya istri. Aku juga mau sih jadi istri dia. Dan tiba-tiba Mbak Cahaya yang ketiban duren. Rasanya gak mungkin! Gak mungkin dia pilih wanita jelek!" kata Ria gak terima. "Arman kamu ini ngehalu ketinggian sekali. Cahaya memang sudah membohongi kamu. Tapi tidak mungkin dia menggaet Bos kamu. Modal apa dia punya hal seperti itu. Lagian dengar ya, Arman. Di dalam harta Cahaya yang dia bangun toko dan jadi sukses itu ada harta kamu. Kamu nggak boleh berhenti berjuang dong untuk mendapatkan harta itu!" kata Bu Heni geram. Ar