Jacky menghampiri orang-orang tersebut dan menyampaikan ucapan Tommy tadi, “Pak Tommy bilang kalian boleh pergi.”Wajah mereka terlihat berbinar bahagia sambil berkata, “Terima kasih! Terima kasih sekali Pak Jacky dan Pak Tommy!”“Tapi ….” Jacky menggantung ucapannya dan membuat ketiga lelaki itu menahan napas menunggu ucapan Jacky selanjutnya. Dia memang sengaja membuat mereka gugup dan membeku di tempat sambil dengan perlahan berkata,“Pak Tommy bilang kalian harus ganti rugi alkohol 9.6 miliar yang sudah dia beli dari pelelangan di Elota. Minuman itu memang sebanding dengan harganya dan saya percaya kalian nggak mungkin nggak mau, kan?”Keringat dingin membanjiri kening ketiga lelaki itu. Dengan tergagap dia berkata, “Eum … Ki-kira-kira Pak Tommy bisa kasih kami dispensasi waktu?” “Kelonggaran waktu?” Kening Jacky berkerut dan terlihat jelas dia tidak suka.“Dia sudah kasih kalian ganti rugi dengan nominal yang sesuai dan itu merupakan dispensasi yang sangat besar sekali! Kalau ng
Setelah keadaan restoran menjadi jauh lebih tenang, Juanita baru menatap Tommy. Kebetulan lelaki itu juga tengah menatapnya. Keduanya saling berpandangan sejenak dan mendadak Juanita merasa pikirannya kosong. Dia tiba-tiba tidak tahu mau berkata apa.“Kenapa?” tanya Tommy.Dia menunduk dengan gugup karena bertatapan dengan lelaki itu. Dengan sedikit berbisik dia berkata, “Nggak ada apa-apa. Terima kasih banyak untuk kejadian tadi.”“Nggak apa-apa. Lain kali jangan dengan bodohnya diintimidasi orang lain,” kata Tommy dengan acuh.Juanita mengulas senyum terpaksa karena dia tidak begitu bahagia. Dia dan Tommy tidak ada hubungan apa-apa. Dengan status dan latar belakangnya, sepertinya sulit jika tidak diintimidasi oleh orang lain, bukan?Hal yang paling utama adalah dia harus mencari sebuah pekerjaan yang layak. Juanita mulai melamun dan sibuk menyusun rencana masa depannya.“Iya, aku tahu,” jawab Juanita dengan suara sedih sambil mengangguk kepalanya.Tommy meliriknya sekilas dan tanpa b
Juanita baru teringat dia lupa menjemput Ingga ketika perempuan itu baru membuka pintu rumah. Dia menepuk keningnya dan marah pada dirinya sendiri yang begitu ceroboh. Akan tetapi dia mendengar suara Jingga yang berasal dari dalam kamarnya.“Mama, sudah pulang?!”Juanita tercenung sesaat dan dia berjongkok di depan Ingga kemudian bertanya, “Ingga, bagaimana kamu pulang ke rumah?”“Om Bodyguard yang antar aku pulang. Mereka bilang Mama dan Papa- Om Tommy sedang makan bersama.”Mendengar itu dia terdiam dan perasaannya mendadak menjadi sulit dijelaskan. Ternyata pikiran Tommy lebih jauh dari dirinya. Juanita menunduk dan mengelus kepala Ingga sambil berkata, “Ingga, sudah malam, cepat tidur.”“Iya,” jawab Ingga sambil mengangguk. Setelah itu dia kembali memajukan bibirnya dan berkata, “Mama makan dengan Om Tommy kenapa nggak ajak aku?”Juanita tidak bisa berkata-kata. Dia sudah bilang pada Tommy, tetapi lelaki itu tidak setuju dan dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.“Iya, kami ada urusa
“Kenapa?” tanya Tommy sambil mengangkat kedua alisnya. Dia seperti tidak suka dengan respon yang diberikan Juanita. Perempuan itu langsung menggeleng dengan cepat. Setelah masuk ke mobil, dia melirik Tommy secara diam-diam dan akhirnya tawanya menyembur keluar.Tommy mendelik sekilas dan membuat Juanita merasa gugup. Untungnya lelaki itu tidak lanjut memperpanjang masalah ini lagi. Juanita menghela napas lega dan terdengar Ingga yang bertanya, “Mama, apa yang Mama tertawakan?”“Ng-nggak ada,” jawab Juanita dengan cepat.Ingga sedikit tidak percaya dan bertanya lagi, “Mama lagi menertawakan Papa? Apa yang lucu? Bukannya pakaian Papa sangat keren?”Juanita menyunggingkan seulas senyum dan berkata, “Iya, seleranya bagus.”“Yang aku katakan semuanya jujur,” gumam Ingga sambil memajukan bibirnya.“Ingga harus semangat waktu lomba nanti,” ujar Juanita memberi semangat.Bocah itu mengangguk dengan semangat sambil menepuk dadanya dan berkata, “Tentu saja! Papa, pernah lihat aku kalah waktu mai
Perlombaan masih terus berlanjut. Setelah delapan babak, Ingga berhasil masuk dalam delapan besar. Awalnya dia tidak begitu berharap pada perlombaan ini. Namun ketika melihat penampilan Ingga yang begitu hebat membuat perasaannya ikut merasa gugup.“Tommy, aku nggak mengerti permainan seperti ini. Menurutmu Ingga bisa juara berapa?” tanya Juanita dengan gugup.Tentu saja dia berharap Ingga juara satu. Namun usia bocah itu yang masih sangat kecil membuat dia tidak berani terlalu berharap. Ditambah dia tidak mengerti permainan ini membuatnya mengerti jalannya pertandingan dengan mengandalkan penjelasan dari pembawa acara. Dia juga tidak tahu kehebatan Ingga ada di bagian mana.“Pertama,” jawab Tommy tanpa ragu. Dia terlihat sangat yakin dengan kemampuan Ingga.Meski dari awal Tommy memang sudah berkata demikian, tetapi Juanita pikir itu seperti sebuah kalimat penyemangat saja. Dia tidak menyangka ternyata jawaban lelaki itu tetap masih sama.“Sungguh?” tanya Juanita dengan alis terangkat
Babak empat besar merupakan babak di mana empat orang terhebat akan bertanding. Ada terdapat waktu untuk istirahat sehingga Tommy membawa Juanita dan Ingga untuk makan di restoran sekitar tempat perlombaan.“Ingga, kamu gugup nggak waktu lomba tadi?” tanya Juanita.Jika yang mengikuti turnamen lomba adalah dirinya, Juanita pasti akan sangat gugup. Akan tetapi Ingga justru terlihat sangat tenang dan memiliki waktu untuk berpikir menjebak lawan.“Nggak,” jawab Ingga sambil makan dan menggelengkan kepalanya.Juanita mulai merasa dirinya terlihat lebih tidak berguna dibandingkan bocah itu. Dia kembali bertanya, “Sebanyak itu orang yang menontonmu, kamu nggak merasa gugup sama sekali?”“Nggak masalah. Yang penting aku harus main dengan baik dan bagus saja. Aku nggak terpengaruh ada orang yang lihat atau nggak.”Melihat ekspresi sok dewasa bocah itu membuat Juanita mendecak dan bingung entah sikap siapa yang diwariskan pada Ingga. Yang pasti bocah itu tidak mirip dengan Juanita, kemungkinan
Ketika melihat Juanita yang menghampirinya, Ingga memasang raut kesakitan dan memeluk ibubya sambil merintih, “Mama, sakit.”Juanita menarik tangannya dan air matanya nyaris menetes ketika melihat luka tersebut. Dia langsung bertanya, “Ingga, apa yang terjadi?”Ingga menatap air mata perempuan itu dan seketika merasa menyesal sudah mengatakan dirinya kesakitan. Dengan cepat dia menenangkan, “Mama, tadi aku bohong. Sebenarnya nggak begitu sakit”Ternyata seperti tebakan Juanita tadi, Ingga dicelakai ketika bersalaman tadi. Lawannya menyembunyikan paku di telapak tangannya. Dia memanfaatkan kesempatan bersalaman tadi untuk melukai Ingga. Karena takut menghambat waktu lomba, Ingga menahan rasa sakitnya hingga perlombaan berakhir.Karena terluka, Ingga tidak tampil dengan maksimal karena menahan sakit selama pertandingan berlangsung. Responsnya terlihat sedikit lambat dari yang seharusnya. Namun pada akhirnya dia tetap memenangkan perlombaan ini.Pihak yang mengadakan acara melihat kejadia
“Ingga, kenapa tadi kamu bicara seperti itu?” tanya Juanita setelah anak lelaki itu pergi.Ingga mendongak dan dengan sedikit bingung bertanya, “Apanya yang kenapa? Karena aku ingin berkata seperti itu saja. Lagian dia memang hebat, asalkan mau berlatih dengan giat pasti akan menjadi pemenangnya.”Juanita menatap Ingga dengan lekat. Dia mendadak tidak tahu harus berkata apa. Hingga akhirnya dia hanya bisa terkekeh sambil mengelus kepala bocah itu. Ingga merupakan anak yang sangat cerdas dan baik.Usianya yang begitu kecil bisa memiliki sifat yang seperti itu membuat Juanita bingung dari mana anak itu mempelajarinya.Setelah semua urusan selesai, babak penentuan pemenang akan dimulai. Tadi Ingga berhasil memenangkan juara satu dari kelompok anak-anak. Namun masih ada satu perlombaan terakhir yang harus dia jalani.Pihak penyelenggara acara sudah mengetahui luka Ingga. Sosok Tommy juga berdiri di sana dan membuat mereka sangat ketakutan. Mereka takut hal buruk terjadi saat perlombaan kar