“Kenapa?” tanya Tommy sambil mengangkat kedua alisnya. Dia seperti tidak suka dengan respon yang diberikan Juanita. Perempuan itu langsung menggeleng dengan cepat. Setelah masuk ke mobil, dia melirik Tommy secara diam-diam dan akhirnya tawanya menyembur keluar.Tommy mendelik sekilas dan membuat Juanita merasa gugup. Untungnya lelaki itu tidak lanjut memperpanjang masalah ini lagi. Juanita menghela napas lega dan terdengar Ingga yang bertanya, “Mama, apa yang Mama tertawakan?”“Ng-nggak ada,” jawab Juanita dengan cepat.Ingga sedikit tidak percaya dan bertanya lagi, “Mama lagi menertawakan Papa? Apa yang lucu? Bukannya pakaian Papa sangat keren?”Juanita menyunggingkan seulas senyum dan berkata, “Iya, seleranya bagus.”“Yang aku katakan semuanya jujur,” gumam Ingga sambil memajukan bibirnya.“Ingga harus semangat waktu lomba nanti,” ujar Juanita memberi semangat.Bocah itu mengangguk dengan semangat sambil menepuk dadanya dan berkata, “Tentu saja! Papa, pernah lihat aku kalah waktu mai
Perlombaan masih terus berlanjut. Setelah delapan babak, Ingga berhasil masuk dalam delapan besar. Awalnya dia tidak begitu berharap pada perlombaan ini. Namun ketika melihat penampilan Ingga yang begitu hebat membuat perasaannya ikut merasa gugup.“Tommy, aku nggak mengerti permainan seperti ini. Menurutmu Ingga bisa juara berapa?” tanya Juanita dengan gugup.Tentu saja dia berharap Ingga juara satu. Namun usia bocah itu yang masih sangat kecil membuat dia tidak berani terlalu berharap. Ditambah dia tidak mengerti permainan ini membuatnya mengerti jalannya pertandingan dengan mengandalkan penjelasan dari pembawa acara. Dia juga tidak tahu kehebatan Ingga ada di bagian mana.“Pertama,” jawab Tommy tanpa ragu. Dia terlihat sangat yakin dengan kemampuan Ingga.Meski dari awal Tommy memang sudah berkata demikian, tetapi Juanita pikir itu seperti sebuah kalimat penyemangat saja. Dia tidak menyangka ternyata jawaban lelaki itu tetap masih sama.“Sungguh?” tanya Juanita dengan alis terangkat
Babak empat besar merupakan babak di mana empat orang terhebat akan bertanding. Ada terdapat waktu untuk istirahat sehingga Tommy membawa Juanita dan Ingga untuk makan di restoran sekitar tempat perlombaan.“Ingga, kamu gugup nggak waktu lomba tadi?” tanya Juanita.Jika yang mengikuti turnamen lomba adalah dirinya, Juanita pasti akan sangat gugup. Akan tetapi Ingga justru terlihat sangat tenang dan memiliki waktu untuk berpikir menjebak lawan.“Nggak,” jawab Ingga sambil makan dan menggelengkan kepalanya.Juanita mulai merasa dirinya terlihat lebih tidak berguna dibandingkan bocah itu. Dia kembali bertanya, “Sebanyak itu orang yang menontonmu, kamu nggak merasa gugup sama sekali?”“Nggak masalah. Yang penting aku harus main dengan baik dan bagus saja. Aku nggak terpengaruh ada orang yang lihat atau nggak.”Melihat ekspresi sok dewasa bocah itu membuat Juanita mendecak dan bingung entah sikap siapa yang diwariskan pada Ingga. Yang pasti bocah itu tidak mirip dengan Juanita, kemungkinan
Ketika melihat Juanita yang menghampirinya, Ingga memasang raut kesakitan dan memeluk ibubya sambil merintih, “Mama, sakit.”Juanita menarik tangannya dan air matanya nyaris menetes ketika melihat luka tersebut. Dia langsung bertanya, “Ingga, apa yang terjadi?”Ingga menatap air mata perempuan itu dan seketika merasa menyesal sudah mengatakan dirinya kesakitan. Dengan cepat dia menenangkan, “Mama, tadi aku bohong. Sebenarnya nggak begitu sakit”Ternyata seperti tebakan Juanita tadi, Ingga dicelakai ketika bersalaman tadi. Lawannya menyembunyikan paku di telapak tangannya. Dia memanfaatkan kesempatan bersalaman tadi untuk melukai Ingga. Karena takut menghambat waktu lomba, Ingga menahan rasa sakitnya hingga perlombaan berakhir.Karena terluka, Ingga tidak tampil dengan maksimal karena menahan sakit selama pertandingan berlangsung. Responsnya terlihat sedikit lambat dari yang seharusnya. Namun pada akhirnya dia tetap memenangkan perlombaan ini.Pihak yang mengadakan acara melihat kejadia
“Ingga, kenapa tadi kamu bicara seperti itu?” tanya Juanita setelah anak lelaki itu pergi.Ingga mendongak dan dengan sedikit bingung bertanya, “Apanya yang kenapa? Karena aku ingin berkata seperti itu saja. Lagian dia memang hebat, asalkan mau berlatih dengan giat pasti akan menjadi pemenangnya.”Juanita menatap Ingga dengan lekat. Dia mendadak tidak tahu harus berkata apa. Hingga akhirnya dia hanya bisa terkekeh sambil mengelus kepala bocah itu. Ingga merupakan anak yang sangat cerdas dan baik.Usianya yang begitu kecil bisa memiliki sifat yang seperti itu membuat Juanita bingung dari mana anak itu mempelajarinya.Setelah semua urusan selesai, babak penentuan pemenang akan dimulai. Tadi Ingga berhasil memenangkan juara satu dari kelompok anak-anak. Namun masih ada satu perlombaan terakhir yang harus dia jalani.Pihak penyelenggara acara sudah mengetahui luka Ingga. Sosok Tommy juga berdiri di sana dan membuat mereka sangat ketakutan. Mereka takut hal buruk terjadi saat perlombaan kar
Ucapan Tommy membuat Juanita terkejut. Dia tidak tahu kenapa lelaki itu bisa merasakan hal tersebut. Juanita juga tahu kalau lelaki di sampingnya ini bukan tipikal yang akan sembarangan berbicara. Karena sudah diucapkan, kemungkinan dia ada alasannya sendiri.Akan tetapi, meski keduanya tidak ada hubungan apa pun. Sifat mereka memang sangat mirip dan tidak ada yang aneh dari hal itu. Tommy menatap Ingga yang masih ada di pentas dan mencoba menarik pikirannya pada puluhan tahun yang lalu.Dia tersentak karena sifatnya saat kecil juga sama persis dengan sifat Ingga. Terkadang saat bersama dengan bocah itu, dia bisa merasakan kalau Ingga seperti anak kandungnya sendiri. Namun bagaimana mungkin dia memiliki seorang anak seperti Ingga?Tommy sangat jelas kalau dia tidak ada bayangan apa pun tentang Juanita. Dia juga tidak mungkin membiarkan perempuan itu melahirkan anaknya tanpa sepengetahuan Tommy. Mungkin ini semua hanya sebuah kebetulan saja.Mendadak Tommy menjadi penasaran dengan ayah
Perlombaan berakhir dengan sukses. Pemenang dari kelompok remaja dan dewasa juga sengaja mengajak Ingga berfoto bersama.“Kamu Jingga, pemenang dari kelompok anak-anak, kan? Boleh foto untuk kenang-kenangan?” tanya mereka. Ingga mengerjap dan menoleh untuk menatap Juanita seperti sedang meminta izin.Tentu saja dia tidak akan melarangnya. Mereka adalah orang-orang yang berada lingkup yang sama dengan Ingga. Tidak ada salahnya jika mereka saling mengenal. Setelah ketiganya selesai mengambil foto, mereka mulai sibuk membicarakan permainan hari ini.“Anak kecil, aku nggak nyangka usiamu begitu muda tapi permainanmu bagus sekali,” kata Yoes pada Ingga.“Aku juga merasa kamu hebat. Tapi terkadang kamu terlihat buru-buru. Meski hasilnya luar biasa, langkah itu juga bisa membahayakan diri sendiri,” ujar Ingga.Yoes terdiam sesaat, dia terbahak dan tidak merasa tersinggung ketika mendapat saran yang terkesan mengajar dari anak kecil.“Nggak disangka ternyata kamu begitu hebat. Pelatihku juga b
Yoes dan Ryan memang sudah ditebak oleh semua orang. Namun saat mendengar Julio menyebut nama terakhir, pembawa acara yang berdiri di samping lelaki itu tampak terkejut. Bahkan Ingga juga sedikit tidak menyangka. Di waktu yang bersamaan dia juga merasa sedih.Kenapa bisa begini? Jelas-jelas Ingga adalah juaranya, kenapa Julio melewatinya dan memilih juara dua?Semua orang yang ada di sana tampak bingung dengan pilihan Julio. Mereka merasa Ingga merupakan pemenang dalam permainan ini, kenapa Julio tidak memilih Ingga dan memilih yang menjadi juara dua?Ketika Ingga terdiam di tempatnya, Fandy berjalan mendekat dan berkata, “Maaf, sebenarnya aku mau kasih tahu kamu. Sesungguhnya hal ini sudah disampaikan Pak Julio pada kami.”Kening Tommy berkerut ketika melihat ucapan bocah itu. Dengan raut keruh dia bertanya, “Kenapa?”Fandy memiringkan kepala dan berpikir sejenak. Kemudian dia menjawab dengan jujur, “Mungkin … mungkin karena kami ada uang.”Uang? mendengar akta itu membuat Tommy nyari