Apa aja Bar! Selamatkan Lela dari Bapaknya! Hiks... Btw, yuk kasih Blue Rose dukungan dengan bintang 5 di novel ini. See u next part!ヾ(^-^)ノ
Bara tak bisa tidur memikirkan bagaimana nasib Lela. Ia mengintip ke kamar anaknya dan melihat Lela melakukan tugasnya dengan benar. Hanya saja, kali ini ia melihat Lela menangis sambil menyusui Baby Dam. Baby Dam juga merengek di tengah menyusu, apa bayi itu merasakan isi hati ibu asinya? "Abuuu buuu!" "Hehe, Baby Sayang. Kalau nanti aku pergi, tolong nurut sama ibu asi baru kamu ya." Spontan Bara mundur dari sana dan bersandar pada tembok. Apa Lela akan menikah seperti yang ia dengar dari percakapan beberapa jam yang lalu? "Tidak, Lela tak boleh pergi! Setidaknya selama kontrak ini masih berjalan," gumamnya. Orang seperti apa sih ayah Lela itu, sehingga bisa membuat anak sehebat Lela menjadi tak berharga. "Bangsat! Siapa sih ayah Lela?" Bara langsung menghubungi Tim IT langganannya untuk melacak seseorang untuknya. Keesokan harinya, ketika Bara di kantor ia tersenyum melihat panggilan masuk yang berasal dari Lela. Ia sudah memerintahkan seluruh penghuni man
Rapat waktu itu ditutup sehingga Bara langsung bergegas pergi. Masalah kantor ia menyerahkannya pada Dika, sementara ia bersama bodyguard dan tim IT melacak keberadaan Lela. Perjalanan sejam ternyata tak cukup menemukan Lela, titik itu berhenti di tempat yang sama tetapi Lela tidak ada di sana. Lalu mereka menemukan ponsel Lela yang tergeletak di rerumputan, sepertinya dibuang. "Kita harus mencari dengan plan B," ujar detektif. Bara pun menyerahkan semua keputusan pada timnya, ia terlalu khawatir untuk fokus pada mekanisme pencarian. "Ya, lakukanlah!" Lela tidak sedang bertemu dengan ayahnya saja, tetapi bertemu dengan iblis berkedok ayah. Lagipula ayah mana yang mau menjual anaknya, kecuali dia memang iblis yang sudah dibungkam oleh nafsu duniawi. ••• Di dalam mobil yang berisi Lela, ayahnya, dan dua orang berpakaian preman itu berjalan entah ke mana. Lela bingung, ia takut, bagaimanapun ia tidak tau akan kemana mereka. Ia kira hanya menemui ayahnya lalu kembali ke
Bara telah mendapatkan informasi tentang cara masuk dalam waktu 15 menit dengan bantuan Alex lewat telpon. Ia dan timnya menyamar dan mendapatkan tanda anggota palsu. Persis seperti apa yang dikatakan Bara, tempat yang awalnya orang kira rumah biasa, di dalamnya seperti night club yang diisi oleh aktifitas gelap. Ada orang dugem, sex, narkoba, minum, dan lain-lain. Mereka masuk ke dalam dan mencari di mana letak tempat di mana terdapat Lela. Mereka menelusuri tempat, tetapi malah dipandang dengan curiga. Sehingga Bara pura-pura merangkul wanita penghibur dan mengorek informasi darinya. Ia menyamar dengan penampilan khas Alex, jaket kulit, celana jeans, bibir yang ditindik, dan rambut yang acak-acakan. Sayangnya ia tetap tampan dan membuat para wanita penghibur dengan senang hati menempel padanya. "Hai, cantik!" sapanya duduk di sofa.. Wanita penghibur itu secara otomatis langsung melendot pada Bara, lalu meraba-raba tubuhnya. "Sssttt sebentar dong, Sayang. Kita minum dulu!"
Aroma obat mulai masuk ke penciuman Lela, ia merasa sedikit pusing tetapi ia harus membuka matanya. Ketika matanya terbuka dan kesadarannya mulai pulih, ia kembali teringat dengan kejadian itu. Tiada seorang pun di ruangan itu, membuatnya semakin takut. Ia takut ada ayahnya dan orang-orang yang menangkapnya lagi, ia bahkan tidak bisa bepikir kalau ia sedang ada di runah sakit. "Tolong!" teriaknya. Ia langsung turun dari ranjang rumah sakit, lalu berlari ke pojok ruangan. Ia tak perduli tangannya berdarah akibat infusnya dilepaa secara paksa. "Mak... hiks! Pingin pulang!" tangisnya terisak. "Tolong!" gumamnya terus menerus. Hingga detik berikutnya pintu pun terbuka, bodyguard yang berjaga di depan pintu pun masuk dengan tergesa-gesa. "Mbak Lela!" panggil salah satunya mencari keberadaan Lela. Hingga bodyguard lainnya melihat Lela ada di pojok ruangan. "Di sana!" tunjuknya. Keempat orang itu hampir saja mendekati Lela tapi Lela malah berteriak dan histeris. "Jangan! Tolooo
"Bubu itu panggilannua Baby Dam ke kamu kan?" Lela tambah bingung, "Itu karena Baby Dam belum bisa ngomong." Bara hanya tertawa, ia jadi merasa lega kalau Lela sudah baik-baik saja. Buktinya, Lela sudah bisa diajak ngobrol panjang seperti biasa meski random. Sementata itu, Lela merasa sikap Bara lebih lembut padanya, yang awalnya ketus menjadi lebih santai dan protektif. Apakah Bara merasa iba dengannya? Saat Lela duduk diam, Bara pun mendekatinya sambil mengecek suhu tubuhnya dengan menyentuh keningnya. "Pusing?" tanyanya. Nadanya terdengar lembut, membuat Lela shock. "Lela?!" panggil Bara lagi. "Ya?" Lela malah kaget dan menjauhkan keningnya dari tangan Bara. "Kenapa bengong, ada yang sakit?" Lela menggeleng, "Enggak Pak, saya gak papa." Bara menghela napas kemudian duduk di samping Lela, ia menatap gadis itu dengan seksama. "Dengar... kamu sekarang tanggungjawab saya di mansion, jadi jangan ada yang kamu sembunyikan supaya saya bisa bantu kamu." "Tapi
Bara langsung menyuruh Dika untuk mengurus itu, sampai kena. Ia bahkan belum menyiksanya tapi mereka sudah berhasil kabur. Tangan-tangan dan mata yang telah melihat dan melecehkan Lela, akan ia buat menjadi menyakitkan. Awas saja! Di sisi lain, Lela sedang melamun memikirkan tentang dosennya yang misterius. Kata-kata Bi Tati malah menbuatnya kepikiran berat. Ia sudah sedikit mengenal tentang Bara, selain sosoknya yang sebagai dosen. Namun entah kenapa, ia masih melihat ada sisi lain yang tidak bisa ia ketahui. Apa yang disampaikan oleh Bi Tati memperlihatkan bahwa Bara seperti orang yang cukup berpengaruh, itu tidak sederhana. Buktinya dengan kejadian kemarin, ia terlihat mudah sekali menghadapinya. Bara sebagai seorang dosen dan pengusaha, jika tidak ada status spesial lain, ia tak mungkin bisa melakukan itu kan. Melacak keberadaannya, melawan mucikari kelas kakap dengan banyaknya bodyguard di sisinya. Itu terlalu mencurigakan meskipun ia berterima kasih dengan itu, hanya
Malam harinya, Bara baru pulang kerja. Hari ini ia lembur. Tiba-tiba saat ia melewati dapur, ia melihat Lela sedang makan malam di dapur sendirian, bahkan lampu dapur dimatikan dan ia hanya mengandalkan senter hp. Mungkin takut jika sorot lampunya akan mengganggu orang yang sedang beristirahat? Pasalnya itu sudah memasuki tengah malam, ia pun bukannya langsung masuk ke kamar malah berbelok ke dapur dan minum segelas air. Hal itu tentu mengagetkan, karena ia sedang fokus makan. "Eh Bapak baru pulang, Pak?" tanyanya agak gugup. Ia mengelap bibirnya dengan tisu dan berhenti makan, ia sudah dilarang makan makanan instan sejak menyusui Baby Dam, sekarang ia tertangkap basah. "Iya, baru aja. Tapi kamu ngapain makan sambil gelap-gelapan gitu?" Lela pun nyengir, "Enggak apa-apa, Pak," jawabnya. "Makan malam-malam nggak bagus loh." "Iya sih, Pak, tapi saya laper banget tadi." "Emang kamu begadang ya?" "Sebenarnya saya lagi berusaha menyelesaikan PR yang Bapak sampaikan kem
"Saya tau kamu kaget, tapi itu fakta yang berhasil saya dan tim temukan." Lela masih diam, ia bingung harus bagaimana menanggapinya. "Terima kasih Pak sudah menyampaikan informasi itu, saya terlalu buta dengan fakta hanya karena ayah saya adalah orang terdekat saya." "Itu wajar, hanya saja karena kamu sudah tau Ayahmu seperti ini, kamu hanya perlu waspada dengan dia." "Baik Pak, terima kasih banyak." "Sama-sama," jawab Bara melanjutkan makannya yang tertunda. Sudah lama Bara tidak makan akanan dengan rasa yang sangat pekat, ia sedikit asing dengan itu. Ia lalu meminta Lela menambahkan air panas ke mie-nya yang katanya terlalu asin, padahal itu sudah pas. Mungkin lidah sehat Bara menolak untuk makan makanan yang mengandung banyak penyedap rasa. Mereka pun kembali ke kamar masing-masing setelah itu, tetapi belum sampai tidur lelap, Baby Dam sudah menangis minta susu. Lela segera pergi ke kamar bayi tampan itu. Namun saat ia sedang menyusui sambil mengelus-elus punggun