I know, aku mengakhiri kisah ini dengan tidak sempurna, tidak sesuai harapan kalian. But, percayalah, tiap komen kalian, rating + ulasan kalian, aku pikirkan untuk bab-bab selanjutnya, aku berusaha memperbaiki salahku. Aku mungkin hanya penulis yang belum ada di peringkat teratas dalam sebuah kompetisi, but, aku nulis ini dengan hati tanpa ekspektasi tetapi berkat dukungan kalian novel ini ada di antara novel pemes lainnya, saranghae pembaca tercinta. Editorku baik, sll bantu aku bangkit ketika aku pesimis usai dikritik. Aku tau aku masih harus belajar, kritik kalian adl cinta dan harapan baik untukku. So, aku akan terus berkarya, utk menghibur kalian. . Btw, minta Extra Part dan Epilog gak nih? Komen yah.... \(^o^)/
Diana meminta maaf pada Lisa, ia minta maaf karena semua yang terjadi padanya adalah akibat dari ambisinya memisahkan mereka. "Aku minta maaf atas semua yang terjadi padamu, yah ... aku tau, maafku mungkin tidak berguna untuk sekarang tapi, aku berharap bahwa aku bisa menebusnya meski hanya sedikit." Lisa terdiam, kemudian kembali mengingat waktu-waktu ke belakang ketika Diana memperlakukannya. Diana bekerja sama dengan para wanita-wanita yang mencoba untuk mendekati suaminya. ia ingat ada luka yang ia terima dan semua hal tentang Diana. Hingga kemudian, ia mengangguk dan tersenyum pada ibu mertuanya. "Sejujurnya aku juga bukan orang yang baik, sehingga aku bisa mudah ikhlas dengan semua yang sudah terjadi, tapi aku sudah memaafkanmu, Mom. Aku kira kejadian-kejadian yang sudah berlalu biarlah menjadi masa lalu, aku harap kita bisa mulai akur dan membuka lembaran baru." ••• Lisa dan Diana berbelanja bersama di mall dengan bahagia, bahkan Diana membelanjakan banyak barang untuk men
Dua bulan terakhir ini Max terus mengganggu Lisa alias mengajaknya bercinta setiap malam, sehingga ia merasa cukup kewalahan dengannya. Namun, ia tidak bisa berkata kalau itu tidak menyenangkan, karena ia pun menikmatinya. Bagaimanapun, aktivitas itu adalah salah satu surga dunia yang Allah siapkan untuk pasangan halal. Tiba-tiba saat Lisa dan Max makan malam, Lisa merasa mual tak berkusuhadahan, sampai ia lemas karena kekurangan cairan. "Sayang, kamu gak papa?" tanyanya panik. Lisa sudah lelah dan tak kuasa untuk menjawab, sehingga Max langsung membawanya ke rumah sakit dengan tergopoh-gopoh. Sifa pun ikut panik melihat Nyonya-nya dibopong oleh sang Tuan, ia cemas. Ia sudah sembuh setelah istirahat dua bulan, mungkin awalnya trauma tetapi ia mulai kembali belajar mobil setelahnya. Meski bekerja dengan Nyonya yang merupakan istri konglomerat yang memiliki banyak musuh, Sifa masih tetap setia pada Lisa karena nominal gaji yang tinggi dan karena ia tidak yakin bisa menemukan bos se
"Oom Kevan mau nikah Sayang, jadi besok kita kondangan," ujar Lisa pada anak perempuannya. Axel kini bukanlah Baby lagi, ia tumbuh menjadi anak laki-laki yang membanggakan. Ia sudah tau atas rencana pernikahan itu, bahkan ia tau bagaimana Kevan sulit move on dari ibunya yang ia cintai. Agak mengherankan memang ketika saingan cinta Max malah akrab dengan anak-anaknya, tak bisa dipungkiri itu karena seringnya Kevan bertemu dengan Max sebagai rekan bisnis. Namun, seiring berjalanannya kesibukan Kevan sebagai pimpinan perusahaan membuatnya jadi mudahh menerima ketanyataan bahwa Lies milik suaminya. "Yey! Ketemu Oom Kevan!" ujar Zahra senang. "Iya, Zahra mau ngado apa?" tanya Lisa padanya. "Apa ya?" balasnya berpikir. "Gimana kalau bola basket? Oom Kevan kan suka sasket," ujarnya. "Janganlab Sayang, kan dia lagi nikah bukan bhat ulang tahun. Kadonya yah buat Oom sama Tante bukan hanya untuk Oom." Zahra mengangguk-angguk, "Siap. Terus apa Ma?" Kini Lisa yang berpikir, tetapi Axel ya
Suatu hari Axel yang sudah lulus S1 dan sedang melanjutkan kuliah S2-nya di Amerika menelpon ibu sambungnya dengan video call."Ma, aku mau ngasih tau sesuatu," ujar Axel."Iya Sayang, kasih tahu aja," ujar Lisa."Aku, dapet bagian untuk bacain kesan dan pesan saat wisuda nanti," ujar Axel bahagia."Wah, masyaa Allah, alhamdulillah. Emang hebat anak Mama.""Pokoknya besok Mama harus ikut di wisudaku, sama adik-adik ya," ujar Axel."Iya tentu aja, Sayang. Coba kamu kasih tahu Papa kamu biar dia juga mengatur jadwalnya.""Iyap Mah," jawab Axel."Oh ya, sambil tolong dibujukin Papamu dong. Dia suka lembur, Mama nggak suka ...." keluh Lisa.Axel pun tertawa mendengarnya, "Siap, Mah. Semoga aja aku lekas bisa bantu Papa supaya Papa bisa lebih banyak istirahat sama Mama.""Aamiin, Mama juga berharap gitu, tapi Mama juga nggak mau kalau kamu maksain diri kamu. Kamu masih muda Sayang, perlu menikmati hidup juga jangan langsung kerja kayak Papa kamu. Gak ada waktu buat quality time sama keluarg
"Masih SMA susunya gede banget, pasti sering digrepe cowok tuh!""Oh jelas, walaupun dah ditutup kerudung, tetep aja tuh tete tetep keliatan gede.""Semalem berapa, Neng?""Yok sama Abang, dijamin puas ahaha!"Lisa menunduk ketika suara-suara itu kembali terngiang di kepalanya. Ia pikir hinaan karena dirinya berdada besar akan berlalu bila dibiarkan. Nyatanya, ia masih saja mendengarnya, bahkan sampai kini Lisa sudah memasuki semester 7 perkuliahan. Seolah-olah, besar dadanya menandakan Lisa layak diperlakukan seperti jalang oleh para lelaki. Parahnya, beberapa perempuan yang ia harapkan dapat mendukung, malah ikut-ikutan menghinanya karena rasa iri. "Udah Nduk, gak usah didengerin omongan orang. Kamu kan gak ngelakuin apa yang mereka katakan," ujar sang nenek lembut, seolah mengerti keterdiamannya. Lisa pun langsung mendongak ke arah neneknya dan mengangguk.Semua orang mungkin tidak tahu. Meski Lisa anak seorang pelacur, ia dididik untuk menjadi gadis baik-baik yang tidak tersentu
Setelah pulang dari kampus, benar saja Bi Ijah ada di depan rumahnya sedang duduk di eperan rumah lusuh itu. "Kamu baru pulang?" tanya Bi Ijah berdiri. Bi Ijah adalah tetangga dari ustadzah Ami yang merupakan ibu dari Mei. "Iya, Bi. Ada apa ya?" tanya Lisa sambil mencium tangan kanan Bi Ijah khidmat. "Kita masuk dulu yuk! Ada hal penting yang mau Bibi omongin sama kamu." Lisa pun mengangguk dan mempersilahkan Bi Ijah untuk masuk ke dalam rumahnya yang sangat sederhana itu. Rumah dengan ruang tamu yang sangat sederhana semuanya serba kayu sampai lantai-lantainya pun kayu. Bi Ijah dipersilahkan duduk dan disuguhi mium teh. "Bi mohon maaf ya, cuma ini aja yang kami punya," ucap Lisa sopan. Bi Ijah mengangguk saja, "Ini maaf yah, Bibi dapat info dari Ustadzah kalau kamu bisa mengeluarkan asi." Lisa terdiam. Ia menatap ragu wanita di hadapannya. Ini adalah rahasia yang hanya diketahui keluarga dan ustadzah pembimbingnya. Menyadari tatapan Lisa, Bi Ijah segera berkata, "Eh, tenang
Keesokan harinya, Bi Ijah kembali datang seperti biasa. Tampaknya, ia hanya bisa menemui Lisa saat sore setelah jam kerjanya selesai. "Saya sudah bicara dengan Tuan Alex, kalau Tuan Alex sendiri nggak masalah, bahkan dia bersedia menyiapkan sopir atau motor untuk aktivitas pulang pergi Lisa. Kalau Lisa nggak mau pakai sopir, jadi di sana nanti Lisa bisa pulang sekitar jam 4 sore, dengan jam kerja setelah pulang sekolah.” Lisa dan Nenek Mirna mengangguk-angguk mendengarkan, “Jadi Lisa nggak kelamaan di sana, kalau Tuan Alex sendiri memang lebih memperhatikan kualitas. Dia pengennya sesuatu yang bagus, kalaupun harus Nak Lisa di sana dalam waktu singkat nggak apa-apa, nggak masalah. Nanti Lisa bisa siapkan cadangan untuk diminum Tuan Muda ketika malam hari. Tuan Alex juga menyiapkan makanan khusus Ibu Menyusui, nanti Lisa dipastikan setidaknya harus siap untuk makan makanan sehat demi agar Tuan Muda menerima asi yang sehat. Bagaimana?" Lisa mengangguk setuju, "Selama ini, Nenek juga g
"Huaaaaa!" Lisa merasa kaget begitu mendengar suara bayi menangis. Ketika ia menaiki tangga, tangisan itu semakin kencang terdengar. Seketika, Lisa merasa sangat kasihan. Tangisan kejar itu seolah menandakan sang bayi tidak baik-baik saja, sementara suara dua perempuan juga berusaha menenangkan sang bayi dengan tabah. Bi Ijah mengantarkan Lisa ke kamar sang Tuan Muda. Sebuah kamar dengan pintu putih yang biasa saja, tetapi ketika dibuka tampak mewah dalam warna pastel yang sarat akan anak-anak. "Permisi, Mbak Resti!" sapa Bi Ijah ketika membuka pintu dan mendapati seorang baby sitter dan bayi di gendongannya yang sedang menangis. Sementara di sebelahnya ada Mbak Mami yang memegang mainan mencoba membantu menenangkan. Melihat itu, Bi Ijah mendekat, "Ya ampun ini Aden kenapa lagi?" tanyanya panik. "Enggak tau Bi, dia keliatan laper tapi gak mau minum susu," jawab Mbak Resti. "Susu apa?" tanya Bi Ijah mengambil alih baby Axel. "Formula Bi, tadi Pak Alex menghentikan pembelian