"Huaaaaa!"
Lisa merasa kaget begitu mendengar suara bayi menangis. Ketika ia menaiki tangga, tangisan itu semakin kencang terdengar.
Seketika, Lisa merasa sangat kasihan. Tangisan kejar itu seolah menandakan sang bayi tidak baik-baik saja, sementara suara dua perempuan juga berusaha menenangkan sang bayi dengan tabah.
Bi Ijah mengantarkan Lisa ke kamar sang Tuan Muda.
Sebuah kamar dengan pintu putih yang biasa saja, tetapi ketika dibuka tampak mewah dalam warna pastel yang sarat akan anak-anak.
"Permisi, Mbak Resti!" sapa Bi Ijah ketika membuka pintu dan mendapati seorang baby sitter dan bayi di gendongannya yang sedang menangis.
Sementara di sebelahnya ada Mbak Mami yang memegang mainan mencoba membantu menenangkan.
Melihat itu, Bi Ijah mendekat, "Ya ampun ini Aden kenapa lagi?" tanyanya panik.
"Enggak tau Bi, dia keliatan laper tapi gak mau minum susu," jawab Mbak Resti.
"Susu apa?" tanya Bi Ijah mengambil alih baby Axel.
"Formula Bi, tadi Pak Alex menghentikan pembelian susu di bank asi gara-gara ditemukan virus di salah satu susu yang kami beli," ujar Mbak Mami--salah satu pembantu yang ikut membantu Mbak Resti menangkan baby Axel.
"Ya Allah, pantesan," ujar Bi Ijah sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya agar baby Axel tenang.
Lisa yang sedari tadi menonton pun, tak tega karena baby Axel benar-benar lapar. Ia tak akan tenang kalau tidak diberi susu.
"Maaf Bi, boleh saya coba susui?" tanya Lisa mengulurkan tangan.
Bi Ijah, Mbak Mami dan Mbak Resti langsung terkejut.
Awalnya, mereka tak mengindahkan eksistensi Lisa karena fokus pada baby Axel.
"Kamu siapa?" tanya Mbak Mami.
"Iya, kok di sini?" tanya Mbak Resti tak kalah bingung.
Bi Ijah pun langsung menjawab, "Ini Ibu Asi buat Tuan Muda. Lisa, namanya. Kenalannya nanti ya, ini Aden udah keburu lapar."
Melihat baby Axel yang semakin kejar pun, akhirnya Bi Ijah menyerahkan baby Axel ke tangan Lisa. Lisa yang sudah memiliki pengalaman menggendong bayi pun langsung bisa menggendongnya tanpa diajari.
Bi Ijah juga mempersilahkan agar Lisa duduk di tepi ranjag milik baby Axel, lalu ia menyiapkan bantal agar Lisa mudah menyusuinya.
"Duduk dulu sini!" ujar Bi Ijah.
Benar saja, tak lama kemudian setelah ada digendongan Lisa, baby Axel tenang dan mencari sumber makanannya di dada Lisa.
Lisa duduk perlahan, lalu menatap ketiga orang dewasa itu dengan malu.
"Aku belum pernah nyusuin, gimana caranya Bi?" tanyanya malu.
"Gini ...."
Bi Ijah terkekeh, ia kemudian mempraktikan dengan menyingkap hijab instanya ke atas dan menunjukkan caranya.
Lisa mengikuti apa yang dilakukan Bi Ijah, dengan malu-malu mengeluarkan payudara sebelah kanannya kemudian mendekatkannya ke arah mulut kecil baby Axel yang sedari tadi seperti ikan yang ada di air.
"Bismillah," bisik Lisa mengelus kepala baby Axel lembut.
Tak lama, baby Axel langsung mengempeng di puting milik Lisa membuat si empunya meringis karena geli. Tentu saja, ini pertama kalinya ada makhluk yang menyedot payudaranya langsung.
Bi Ijah, Mbak Resti dan Mbak Mami lega melihatnya, mereka lelah menenangkan baby Axel yang kalau sudah menangis susah ditenangkan. Sudah begitu tenaganya yang besar membuat yang menggendong kualahan.
Beberapa kali Lisa meringis, karena baby Axel menyedot dan sesekali menggigitnya dengan gusinya. Sensasi geli lebih mendominasi dan membuat Lisa yang mudah geli itu menjadi lebih geli lagi.
"Anu ... Mbak ini namanya siapa?" tanya Mbak Resti sang baby sitter.
Ketiga perempuan dewasa itu duduk di lantai menonton Lisa menyusui, meski Lisa sudah menutupi payudaranya dengan hijabnya, Lisa tetap merasa malu.
"Maaf ya Mbak-mbak, saya belum kenalan. Nama saya Lisandra Purwaningsih, panggil saja Lisa. Anu ... saya yang akan menyusui dedek Axel ke depannya," ujar Lisa malu-malu.
"Oh iya iya, kemarin Pak Alex memang pesen sama Bi Ijah buat nyariin, eh ketemu kamu. Kamu masih kuliah katanya, ya?" tanya Mbak Mami.
Lisa mengangguk, "Iya, Mbak."
"Owalah berarti kamu yang digosipin tetangga, yang tanya tubuh kamu yang seksi meskipun masih sekolah dulu, eh sekarang udah kuliah aja.."
"Masa?" tanya Mbak Resti.
Bi Ijah angkat bicara, "Iya, emang keturunan. Emaknya aja seksi, tapi dijamin Lisa ini anak baek-baek, salihah," jelasnya.
"Iya sih keliatan," ujar Mbak Mami.
"Kesian juga ya kamu Lis, digosipin kek gitu," ujar Mbak Resti.
"Gak papa Mbak, udah biasa. Aku juga gak pingin punya tubuh yang dewasa begini, tapi aku udah diet gak ngaruh, yang kurus malah perutku," jawab Lisa.
Mereka jadi langsung akrab setelah ngobrol-ngobrol, sampai sejam berlalu, baby Axel tertidur nyenyak.
Mbak Resti pun berinisiatif untuk mengambil alih baby Axel dari Lisa untuk dipindahkan ke box bayi, akan tetapi baby Exo tidak mau melepaskan *uting Lisa dari mulutnya.
Meskipun ia setengah tidur tetapi ia masih menyedot susu yang ada di dalam payudara Lisa. Hal itu membuat Mbak Resti dan Bi Ijah kebingungan. Sementara Mbak Mami sendiri sudah pulang dari tadi karena waktu kerja yang sudah habis. Karyawan yang tinggal di rumah itu adalah Mbak Resti dan Bi Lastri, sementara Mbak Mami dan Bi Ijah pulang ke rumahnya karena tempat kontraknnya yang tidak terlalu jauh dari rumah mereka.
"Gimana nih?" tanya Lisa khawatir.
"Ya udah, coba kamu sambil tiduran di kasur biar Aden Axel sekalian tidur," ujar Mbak Resti akhirnya.
Lisa menurut, dengan hati-hati ia merebahkan baby Axel dan dirinya sendiri dengan miring, ia tidak menarik payudara kanannya yang masih ada di mulut baby Axel karena baby Axel terlihat masih menyedotnya.
"Aduh, ini kalau nggak bisa dicopot kamu kayaknya perlu nginep deh. Soalnya kalau dipaksa, pasti Aden Axel bakalan nangis terus dan itu bisa semalaman loh." ujar Bi Ijah cemas.
"Iya, kasihan kalau nangis terus ...." dukung Mbak Resti.
Hal itu membuat Lisa khawatir, tapi ia juga mengkhawatirkan neneknya yang tinggal sendiri.
"Lah, terus aku nggak pulang gimana? Nenek kan nenek sendirian di rumah," ujar Lisa khawatir.
Bi Ijah kemudian mencari solusi, "Em, gini aja. Apa nanti Bibi ke rumah kamu dan bilang sama Nenekmu? Nanti Bibi akan bilang sama dia kalau Aden Axel nggak mau lepas dari kamu."
Lisa pun mengangguk menurut, sementara Mbak Resti jadi merasa bersalah karena Lisa yang harus berusaha untuk menenangkan baby Axel.
"Aku nggak papa kan, tiduran di sini Mbak?" tanya Lisa pada Mbak Resti.
"Ya nggak apa-apa, kan juga Aden Axel yang mau bukan kamu."
Lisa pun mengangguk ia menatap baby Axel yang sangat lucu dan tampan. Fitur wajahnya mulai terlihat dan ia teringat dengan sosok yang ia temui di ruang kerja itu, dia adalah Ayah dari bayi yang sedang ia sesuai.
Ternyata baby Axel yang tampan itu menurun dari sang ayah, wajahnya sangat bule, rambutnya coklat terang dan matanya berwarna biru, itu sangat indah. Terlebih lebih baby Axel yang masih bayi membuat siapapun gemas.
Lisa terus menepuk-nepuk pantat baby Axel dengan pelan dan membuat baby Axel tidur dengan tenang, tapi sekali lagi, ia belum membiarkan payudara Lisa meninggalkan mulutnya.
Si baby sepertinya mulai bucin pada ibu susunya.
Ini baik, tapi bisa jadi menyulitkan Lisa karena baby itu akan sangat nempel padanya....
Kira-kira, bagaimana kelanjutan kisah Lisa, ya? Jangan lupa vote dan komentar ya, teman-teman :) Ada yang mengomentari ketidak masuk akalan antara memiliki asi dan masih perawan, dengan kalimat yang gak arif. Aku saranin kalian baca sampai tamat, karena tentu aja para editor gak akan setuju dengan cerita yg salah kaprah. So, tolong dibaca sampai tamat dulu sebelum Anda salah paham dg novel ini. Aku jg masih rasional kok, readers Sayang :*
Bibi Ijah pun pamit keluar dari kamar baby Axel dan melihat Max yang terlihat sedang berjalan menuju ke kamar anaknya. "Gimana, Lisa udah ketemu sama Axel?" tanyanya berhenti setelah berada di depan pintu kamar baby Axel. "Iya Tuan Muda Axel kelihatan banget suka sama Lisa dan dia sekarang sudah tidur, tapi sayangnya Aden gak mau ngelepasin ...." Bi Ijah agak ragu untuk menceritakan detailnya. Max memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana panjang casualnya menatap Bi Ijah penasaran. "Melepaskan apa?" tanya Alex tidak mengerti. "Anu... itu Tuan Muda nggak mau melepaskan susu ... em ... maksudnya payudara Lisa, jadi sekarang Lisa nggak bisa pulang," ujarnya menyesal. Max terkejut, ia jadi langsung membayangkan apa yang dikatakan Bi Ijah, ia merasa sangat kurang ajar kalau begini, sedikit-sedikit langsung terbayang dan itu wajar karena meskipun ia seorang pebisnis dan terkenal memiliki kehidupan yang bebas, ia tidak pernah jajan di luar karena semenjak ia tidak berhubungan de
“Nah, soalnya kalau masalah suka ya kita perlu cari jalan keluar, kalo kiranya hubungan ini bakal bahaya lo bisa hindarin dia, tapi situasinya kan kita gak tau,” ujar Hans lagi. Maka, Max menceritakan detail perkaranya, mulai dari ia yang mencari ibu susu, sampai datanglah seorang gadis kuliahan yang polos tetapi menghasilkan asi dan kecantikannya memikat dirinya. Tentu ini pembahasan yang serius di antara mereka. "Jadi gitu ...." gumam Pamungkas setelah mendengar cerita dari sahabatnya. Kevin sampai bengong sendiri, ia berpikir keras. Si otak matematikanya mulai mengeluarkan percikan api seperti listrik yang konslet akibat dari arus listrik yang rusak. Lalu Hans, ia mengusir kedua jalangnya sebelumnya dan fokus pada pembahasan masalah Max. "Rumit sih, masalahnya si Axel udah bucin ama tuh cewek," ujarnya. "Nah itu masalahnya," ujar Kevin. "Tapi emang salah kalo lo suka ama cewek yang umurnya beda jauh ama lu?" tanya Pamungkas. Kevin dan Hans kembali memikirkan itu, "Tentu aja
“Dor!” “Astaghfirulloh, Meiiii!” kaget Lisa ketika mendapati satu-satunya temannya mengagetinya ketika ia sedang serius nugas di gazebo taman kampus. Mereka satu kampus tetapi beda jurusan, tetapi gedung mereka bersebelahan, jadi Mei tak perlu jalan jauh untuk menemui Lisa yang selalu sendiri itu. Mei duduk di samping Lisa, disusun Hanum yang baru-baru ini berkenalan dengan Lisa, mereka bertemu di grup magang. “Assalamu’alaikum, semua!” sapanya ceria. “Wa’alaikumsalam, Num,” balas Lisa dan Mei. “By the way, lu berdua enak banget gak ada KKN, gue ada,” keluh Mei yang benci harus tinggal di luar rumah. “Makanya masuk jurusan ekonomi,” ledek Hanum. “Yeu, gue juga mana tau kalau jurusan ekonomi diistimewakan,” balas Mei. “Tapi emang jurusan lu ribet si, Mei.” “Dih ngatain, lagi kesel juga ….” Lisa hanya terkekeh mendengarkan keduanya berdebat masalah kampus mereka yang tidak adil itu. Memang kampus itu membuat aturan istimewa bagi mahasiswa jurusan ekonomi yang dibebaskan dari
Lisa meletakkan ponselnya di tas, mengabaikan pesan agresif dari kakak tingkatnya yang seperti kata Hanum, dia memang menyukainya. Tentu Lisa sadar akan hal itu, tetapi ia juga menyadari kalau pria itu terlihat jelas, bukan pria baik-bik seperti yang dikatakan Mei, dia buaya darat alias playboy. Pacarnya ada di mana-mana, gebetannya pun tak terhitung, ia memang tampan tapi auranya jelas tak bisa dikatakan baik. Sejauh ini Lisa sudah banyak menemui pria semacam Baron, wajah tampan tetapi kelakuan bak iblis, otaknya hanya berisi tentang wanita dan hal berbau zina. Ia menghela napas berat, menatap gerbang yang ada di depannya. Pukul 16.45 WIB ia baru keluar dari perpustakaan karena baru selesai mengerjakan tugas kelompok, tetapi ia yang menyelesaikannya seorang diri karena tiga anggota lainnya pulang terlebih dahulu dengan alasan ingin malam mingguan karena itu hari Sabtu. "Duh, aku jadi gak enak sama Bi Ijah dan Baby Axel, aku sering ijin kek gini ...." Ia sudah ijin tadi pagi kal
Max sengaja memperpanjang perjalanan bisnisnya pasca ia yakin bahwa perasaannya pada Lisa adalah spesial, tetapi ketika kembali bukannya perasaan itu berkurang, tetapi malah meledak, meluap bak lumpur lapindo. Perasaan itu meletup-letup tanpa bisa dihindari. Ia sampai tak keluar kamar, tak berani menemui baby Axel ketika Lisa belum pulang kerja hingga ketika baby Axel menahan Lisa untuk menginap di rumahnya, ia memilih pergi ke kantor dan tidur di sana. Ia benar-benar niat untuk menjauhkan perasaannya pada Lisa, tetapi itu tak berhasil. Oleh sebab itu, ia menghubungi Hans dan curhat pada si pakar perrcintaan cap buaya darat itu tentang perasaannya yang tak bisa dibendung lagi. Hingga ia mendapat kesimpulan bahwa ia harus menerimanya dan belajar cara menikmati perasaan itu tanpa diketahui oleh Lisa. "Gini ya, Bro. Masalahnya lo udah suka ama dia, kalo misal lo baru tertarik mungkin bisa tuh lo cari kekurangan dia biar lo ilfil sama dia, tapi kalo udah suka mah susah ngilanginnya.
"Aku masih gak ngerti, sebenarnya apa yang Mbak Resti maksud," ujar Lisa bingung. Resti menghela napas dengan gadis tidak peka di depannya itu, "Gini loh, kamu gak tau kalau Pak Boss kita bukan orang biasa?" Lisa meringis, "Iya tau, dia orang kaya kan?" "Bukan itu maksudku," balas Resti gemas. Baby Axel tiba-tiba merengek, ia sepertinya tidak puas dengan susu dari dot, padahal itu juga asi stok yang disiapkan Lisa untuknya. "Oeeeek!" maka pecahlah taangis bayi itu. Lisa langsung meminta baby Axel dari gendongan Resti, "Siniin Mbak, mungkin dia mau nenen langsung ke aku." "Iya kali yah, padahal asinya belum basi loh, kan ditaruh di kulkas," ujar Resti sambil menyeragkan baby Axel ke dalam gendongan Lisa. Lisa pun menggendong baby Axel lalu bersiap menyusuinya, "Uluh-uluh, si ganteng tau yah kalau ada Kakak, iya?" Melihat itu Resti terkekeh, ia membantu merapihkan posisi baby Axel agar Lisa nyaman juga, ia masih diinfus karena masih membutuhkan asupan pada tubuhnya selain m
Tatapan tajam Lisa membuat Max tersadar dan menatap balik gadis bermata jernih itu. Ia menutup ponselnya dan menaikkan sebelah alis. "Kenapa?" tanyanya sembari mengantongi ponselnya lagi. "Eng ...." Lisa menggeleng takut, "Gak kenapa-napa, Pak?" "Kamu tadi natap saya kayak gitu," ujar Max. Lisa menggeleng lagi, "Gak Pak, gak papa. Maaf sudah mengganggu." "Jangan-jangan kamu terpesona pada saya?" +_+_+ Pada akhirnya Lisa tak bisa tidur lagi, ia tak nyaman ada Max di ruangan itu. Max tidur di sofa setelah menggodanya tadi, pria itu menuduh Lisa terpesona karena menatapnya lama. Padahal Lisa sedang mengamati tato-tato di tangan Max, lalu mengepaskan dengan teori-teori yang dibuat Resti yang suka nonton YouTube dengan chanel cerita-cerita hororr. Lisa juga terpengaruh oleh cerita Resti, takut Max melakukan hal buruk padanya sebagai persembahan. Sampai ketika jam 1 malam, baby Axel terbangun dari tidurnya dan menangis, sepertinya Lisa tak akan tidur malam ini. Resti pun langsung ter
Max tak habis fikir dengan pengakuan Lisa atas alasan mengapa gadis itu menjauhinya, ternyata itu karena segitiga dengan gambar mata di tengahnya yang sering disebut sebagai Illuminati, padahal ini adalah tato yang ia buat ketika ia memulai bisnis dengan filosofi yang berbeda jauh dari illuminati itu sendiri. "Lis, serius kamu mikir kalo saya ngelakuin hal konyol begitu?" "Saya kan cuma dapet info dari internet, Pak," jawab Lisa mulai santai. Max pun ikut santai dan tertawa melihat bagaimana cara Lisa berpikir, sangat polos. "Hahahaha!" Gemparlah seisi mansion ketika mendengar tawa Max yang hampir tidak pernah terjadi semenjak hubungannya renggang dengan mantan istrinya. Beberapa pegawai di rumah itu, pembantu, bodyguard, dan tukang kebun bahkan mengintip di ambang pintu. Mereka sampai mendelik melihat betapa Max terlihat bahagia dengan Lisa sebagai objek tawanya. Lisa sendiri memanyunkan bibirnya karena kesal, "Bapak jangan keras-keras ketawanya, nanti baby Ax bangun." "Baby A