”Ada cinta yang terlarang di sana, nafsu yang terkekang, cinta tak berbalas, bertepuk sebelah tangan, penolakan, penampikan, perjuangan, pengorbanan, pertarungan, tetes darah, airmata, juga..,” Mira boleh cantik dan kaya. Leony juga bisa menarik bak artis sinetron. Anggun sang pramugari pun menawan bak bidadari. Riska yang seorang guru juga ayu plus salihah. Ada pula Jihan dan Ika yang keduanya masih gadis dan masih berkuliah. Namun, Ifat justru jatuh cinta pada Kassandra yang seorang wanita tunasusila?? Apa yang dimiliki Kassandra hingga Ifat tidak sanggup melupakannya bahkan ketika sudah dipisahkan oleh jarak dan waktu? Perjuangan dan kepahitan hidup bagaimana pula yang ia jalani bersama Joni Johan bersaudara dan Ucon? Semuanya akan Anda dapatkan di sini, di dalam novel IFAT yang sangat menguras perasaan dan juga emosi. Selamat membaca, selamat menikmati.
Lihat lebih banyakBab 77: Nice ** “Oooh..! Jadi ini laki-laki yang merebut kamu dari aku??” Aku dan Jihan tersentak, bersamaan pula kami mengangkat wajah. Seorang lelaki bersetelan parlente tiba-tiba saja sudah berdiri di depan kami, memandangku dan Jihan berganti-gantian. Sorotnya sinis saat menatapi aku dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tarikan sebelah bibirnya, juga mundur sebelah pipinya, memberi satu penghakiman seperti aku ini hanya kecoa di matanya. Jihan resah, dan aku masih tidak mengerti duduk perkaranya. “Pantas saja kamu selalu bersembunyi kalau Abang datang ke rumah. Pantas saja kamu tidak pernah mengangkat telepon Abang lagi." "Ternyata, ah, gila, dengan laki-laki berpakaian rombeng begini kamu bisa jatuh cinta??” Aku disebut lelaki berpakaian rombeng? Duh, padahal bajuku ini adalah yang terbaik yang aku punya. Meskipun ketiaknya robek.., aku meraba bagian ketiakku, lho?? Tidak robek lagi! Aku baru sadar. Siapa pula yang telah menjahitnya? Apakah Bik Laras, atau Teh Y
Bab 76: Mozaik Cinta di Pelataran SKA**Oh, ternyata Jihan.“Ada apa, Jihan?” Tanyaku.“Kok Abang tanya begitu? Tanya kabar dulu lah.”“Oh, iya, maaf, Jihan apa kabar?”“Kabar baik, Bang. Abang bagaimana kabarnya?”“Alhamdulillah, kabar Abang baik. Mmm.., ngomong-ngomong, ada apa ya?”“Abang lupa ya?” Tanya Jihan.“Lupa apa?” Aku balas tanya.“Syarat.”“Syarat?”“Iya, Abang, syarat. Aku sudah mengerjakan challenge dari Abang, shalat 40 hari di awal waktu seperti yang Abang minta. Jadi, bagaimana sekarang?”Ya Allah, jadi dia benar-benar mengerjakan syarat itu. Artinya dia benar-benar cinta kepadaku!Aduh, bagaimana ini? Haruskah kuterima cintanya?Bukankah ia sudah menyelesaikan syarat dan sesuai kesepakatan aku akan menerima cintanya?Ah,
Bab 75: Secantik di Dalam Foto**Badanku terasa lebih segar sekarang. Setelah menjenguk Idah di Menteng, aku berencana pulang ke Bandar Baru untuk menjenguk Joni.Bondan dan Wisnu yang mengatur semuanya, menyopiri aku ke sana ke mari, juga mencarikan tiket pesawat untukku. Khusus untuk tiket pesawat, aku bilang,“Jangan Garuda!”“Kenapa?”Dalam benakku terselip wajah Anggun. Tapi kujawab, “aku mau berhemat.”Kontrakku dengan Josep adalah dua belas pertandingan. Jika aku pulang ke Bandar Baru sebelum kontrakku itu selesai maka aku sendiri yang menanggung biaya pulang-pergiku.Bondan melirik Wisnu. “Terserah kamu saja.” Sahut mereka.Perihal ‘tuduhan’ dan ‘vonis’ atas pencurian dari Anggun itu, jujur kuakui, sebenarnya aku merasa tersanjung juga.Tapi cara dia ketika bilang suka, mengerjai aku sampai merasa sedih, itu yang membuat a
Bab 74: First Man Standing**Apakah ini deja vu?Atau kebalikannya?Aneh sekali. Aku merasa pernah mengalami hal ini sebelumnya. Kilatan cahaya menampar-nampar wajahku. Seumpama blitz kamera; flash.. flash.. flash!Di masing-masing kilatan cahaya itu aku melihat Ainun, Idah, Joni dan Johan sedang tersenyum. Namun di antara mereka hanya Joni yang wajahnya bersinar-sinar, dan dari jemarinya, seakan ia ingin memberikannya kepadaku, beberapa kuntum bunga kamboja berjatuhan, berputar seperti gasing tapi lambat, lalu jatuh pasrah diterima tanah.Aku juga melihat Ucon sedang bergulat membebaskan diri dari belitan ular phyton, Pak Latif beserta istri dan semua anaknya, Leony dan seorang lelaki asing yang bergandengan tangan. Aku juga melihat ribuan manusia yang bersorak sorai di sekeliling ring oktagon.Anehnya, di antara penonton itu, aku melihat Jihan, Ika, Riska, juga Anggun, dan semuanya sedang memakai mukena.
Bab 73: Delapan Tungkai**Semua keterangan Aldo tentang ring yang lebih menyerupai kandang sirkus ini benar adanya. Namun tak kuduga, begitu aku memasuki ring, sontak aku bergidik.Lantai ring yang terbuat dari kanvas berwarna putih, telah berwarna merah, darah! Darah para petarung sebelumnya yang diseka ala kadarnya. Bau amis segera meruap di hidungku. Nafasku sesak.Benar, aku pernah mempelajari silat, taekwondo, gulat dan kickboxing. Benar, aku pernah meraih medali di ajang pekan olah raga daerah pada salah satu cabang beladiri yang aku ikuti.Tapi itu dulu, dulu sekali. Kemenanganku pun hanya sebatas akumulasi dari poin-poin yang aku dapatkan di setiap babak pertandingan, dan juga di bawah aturan keselamatan yang ketat.Maka kemudian, dari dalam ring yang disebut oktagon ini, di dalam todongan seribuan pasang mata juga kamera-kamera yang menyorotku, aku bisa melihat diriku sendiri..,Yang kerdil ini, yang
Bab 72: Seirama Langkah Pertama**Dalam sebuah ruangan di bagian belakang gedung, aku menunggu suara seseorang di seberang telepon. Aku menghubungi Bang Idris dan meminta tolong padanya untuk memberikan ponsel pada Pak Latif.“As.., assalamu’alaikum.. ini Ifat?” Suara Pak Latif di seberang sana terdengar.Aku tersenyum.“Walaikumsalam.” Jawabku di sini.“Bapak sendiri? Maksudku, Bang Idris masih berada di situ?”“Tidak, saya sekarang sendiri, Fat. Bang Idris langsung kembali ke rumahnya. Jadi, bagaimana Idah, Fat?” Tanya Pak Latif cemas.“Alhamdulillah, baik-baik saja Pak. Saya sudah bertemu dengannya kemarin. Dia sehat dan..,”Tidak akan kukatakan padanya bahwa Idah sangat tertekan dan menderita, agar ia bisa sedikit tenang dan tidak bertambah buruk penyakitnya.“Dan..? Dan apa, Fat?”“Semakin gemuk dan cantik, Pak.&
Bab 71: Pertaruhan**Suasana gedung hingar binger. Musik berdentuman dan beberapa puluh lelaki bersorak sorai. Namun, semua bahana suara itu tidak sampai menjalar keluar, karena teredam sempurna dengan karpet yang melapisi semua lantai, dinding dan langit-langit gedung ini.Di keempat dinding gedung terdapat delapan billboard, atau poster besar yang terpampang dengan jelas. Sorot lampu halogen menyinari kedelapan poster yang ditempelkan berpasang-pasangan itu. Poster itu berisi foto berikut nama petarung yang akan bertanding malam ini.Di bagian tengah gedung, dan rupanya dari situlah pemicu sorak sorai sebagian pengunjung, sebuah bidang berbentuk segi enam dengan tinggi satu meter dari lantai diisi oleh tiga wanita berbusana minim.Mereka berlenggak-lenggok, menari erotis, menikmati semua pelototan lelaki pemuja birahi dengan bangga.Temaram lampu-lampu, juga kelap-kelip warna-warni menjadikan pesona surga dunia di lekuk-lekuk tubuh mereka
Bab 70: Bidadari Melepaskan Sayapnya**“Haah?? Bang Ifat ke mari??” Jihan sampai menegakkan tubuhnya di kursi. Ia lalu merapatkan tubuhnya pada meja yang ada di beranda depan rumah Ika ini.“Kapan itu? Urusan apa?” Ada nada cemburu di dalam pertanyaannya itu.Ika tersenyum. “Sekitar seminggu yang lalu. Eh, lebih, ding. Sepuluh harian begitu lah.”“Ada urusan apa?” Ulang Jihan lagi bertanya.Ika tersenyum lagi, menyadari kecemburuan Jihan itu.“Tidak ada urusan apa-apa kok. Dia hanya menemani Bang Irham mengantar buku untuk Kak Riska.”“Bang Irham ini siapa?”“Teman kerja Bang Ifat.”“Kamu kenal dia?”“Tidak.”“Kamu bilang mengantar buku?”“Iya, buku materi ekskul, punya Kak Riska. Bang Irham bilang, besok istrinya tidak bisa masuk mengajar, jadi dia disuruh istrinya un
Bab 69: Underground**Akhirnya, tibalah pertarungan itu!Josep, Bondan, dan Wisnu menjemput aku pukul sembilan malam. Mereka membawa dua mobil.Josep, Bondan, aku dan Kassandra di dalam mobil pertama. Wisnu, Reynold, dan dua sparring partner itu di mobil lainnya, mengawal kami.“Kamu sudah nonton CD yang aku beri, Fat?” Tanya Josep dari jok depan.“Terlambat.” Jawabku sedikit acuh.“Seharusnya sejak jauh-jauh hari aku menontonnya, agar persiapanku lebih matang. Jujur saja, aku bertanding ini hanya mengharapkan nasib baik.”“Ah, aku minta maaf, Fat. Sayang memang, kita berkenalan terlalu singkat. Tapi aku mohon padamu, kamu harus menang di pertarungan ini.”“Supaya apa? Supaya kamu memenangkan taruhan? Supaya kamu bisa membolak-balik permainan?”“Itu nomor sembilan, Fat. Satu yang terpenting adalah kamu selamat, tidak terluka.”
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.