"Apa? Faqih kecelakaan?" Zayyad baru saja mengambil buku dan bersantai di sofa kamarnya dengan bacaan. Tapi mendengar kabar itu dari Bakri melalui telepon, Zayyad terus meletakkan buku itu kembali di rak.
"Dia dirawat di rumah sakit mana?" Zayyad melangkah masuk ke ruang ganti dan bersiap-siap dengan cepat.
"Baik, saya segera ke sana sekarang"
Di lantai bawah, Maya sibuk membantu Ferdi bersih-bersih vila. Ia tentu saja tidak enak jika tidak berbuat apa-apa. Biar sebagai tamu sekalipun, Maya tetap berusaha menjadi tamu yang sopan.
"Jadi, non Maya ini teman dekatnya Bu Alina?" Tanya Ferdi, di sela-sela memangkas tanaman hias yang ada di sekitar pekarangan vila.
"Benar paman" Maya sibuk menyapu dedaunan kering yang berserakan dan mengumpulkannya menjadi tumpukan-tumpukan kecil.
"Sudah, non Maya istirahat saja di dalam. Saya jadi gak enak kalo non nyapu-nyapu disini" Ferdi jelas merasa tidak enak dengan Maya. Terlebih lagi Maya adalah tamu istim
Reaksi Alina sungguh diluar dugaan Bara. Wanita pada umumnya paling tidak akan menjadi gugup gemetar dengan pemberitaan itu tapi Alina terlihat abai dan tak peduli. Sikap Alina itu, kian mengundang antusias Bara.Bara terus mengambil jalan keluar dari kepadatan kota dan menepikan mobilnya di jalan yang sepi. Alina tiba-tiba tersadar kalau sepertinya Bara akan benar-benar melewati batas saat ini. Tapi Alina mencoba untuk tetap tenang."Kau serius ingin berselingkuh denganku?" Mata Bara menatap penuh hasrat pada wajah Alina yang terbilang cukup cantik, natural dan memikat."Selama kau punya jabatan itu, kenapa tidak?" Alina sadar ada yang lain dari tatapan Bara terhadapnya. Tapi itu tidak menahan Alina untuk bertindak lebih ekstrim dan menantang.Bara melepaskan sabuk pengamannya dan dengan agresif ia menerjang Alina. Bibirnya itu siap menyambar mulut kecil Alina yang terus saja menggoda birahinya sejak tadi. Tapi refleksi Alina jauh lebih cepat. Alina memb
Alina sudah turun dari mobil dan bersembunyi di balik sebuah pohon besar dekat jalan. Ia menunggu Zayyad datang menjemputnya di sana. Bisa gawat jika Bara menemukan keberadaannya. Ia tidak mungkin berada dalam keberuntungan dua kali. Di samping itu ia juga sadar diri kekuatannya tidak lah seberapa dibanding Bara yang seorang lelaki.Setelah beberapa menit menanti, sebuah mobil hitam mengkilap yang tak lagi asing dimatanya muncul di pertengahan jalan yang sepi.Alina ingin berteriak memanggil Zayyad. Tapi mendengar suara pintu mobil terbuka, Alina menoleh pada mobil merah yang masih terparkir di tepi jalan itu. Tampak di sana Bara keluar dari mobil dalam keadaan pusing."Brengsek kau!" Betapa terkejutnya Alina mendapati Zayyad yang entah kapan sudah turun dari mobil, mendatangi Bara dan menendangnya hingga jatuh tersungkur ke jalan."Apa-apaan ini?" Bara berteriak marah. Tangannya memegang perutnya yang sudah sakit dua kali hari ini. Satu karena gebukan ka
Setelah tiga hari berlalu sejak kejadian itu. Bara akhirnya terbukti bersalah dan terjerat dalam penjara yang dingin. Alina tersenyum puas mendengar kabar itu. Ia merasa seperti sudah berhasil membalaskan dendamnya. Tidak sia-sia ia merekam pembicaraan mereka tempo hari, hingga itu menjadi bukti yang kuat dalam proses penyelidikan Bara. "Bagaimana keadaan mu?" Alina melirik Faqih yang berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan tatapan acuh tak acuh. Faqih yang sudah tidak lagi asing dengan sikap cuek Alina, mengulas senyum tipis, alih-alih menjawab, ia berkata, "Senang liat kak Alina datang menjenguk" Alina tersenyum, tapi tidak seperti senyum. Sekilas terlihat seperti tidak ikhlas. Walau jujur saja, ia datang ke sana memang murni ingin melihat keadaan bocah ingusan itu! "Kak Maya beneran udah balik ke kota Z?" Tanya Faqih pada Alina. Sekilas mata Faqih berkilat sedih. Kemarin cinta pertamanya itu pamit padanya untuk kembali ke kota Z. Tidak
Jawaban itu membuat Erina tersenyum penuh arti. Kedalaman arti dari pengakuan sederhana itu membuat Erina tau betapa Zayyad sangat mencintai dan menyayangi cucu semata wayangnya Alina."Aku senang kau begitu tulus padanya" Mata tua itu menyipit, melepas senyum haru.Zayyad hanya tersenyum sopan sebagai balasan."Aku yakin cucuku juga mencintaimu setulus kau mencintainya"Pernyataan Erina itu membuat sepasang mata Zayyad membulat terkejut."Hanya sedikit sulit bagi anak itu untuk mengakui perasaannya. Bagaimanapun cinta adalah dimana kau mulai mempercayai seseorang. Mungkin ini adalah hal yang sulit untuk Alina mulai denganmu"Tentu Zayyad mengerti kenapa. Kisah dan jalan hidup Alina yang tidak seberuntung orang-orang, itu telah menjadi landasan tolak ukur wanita itu dalam memandang kehidupan menggunakan kacamata kehati-hatian dan kewaspadaan."Jadi aku berharap, teruslah mencintainya seperti ini. Tak perlu menanti pengakuan darinya, k
Pagi harinya, Zayyad dikejutkan dengan Alina yang sudah beraktivitas di dapur. Terdengar dentingan wajan dan spatula seiring dengan suara gurih masakan memenuhi atmosfer. Melangkah ke kebelakang Alina, Zayyad melirik melewati pundak Alina yang berada jauh di bawahnya. Zayyad melihat Alina tengah sibuk menggoreng nasi di wajan.Zayyad merapatkannya tubuhnya ke punggung Alina dan melingkari kedua tangannya di pinggang kecil itu, "Tidak biasanya kau bangun awal" Zayyad menjatuhkan dagunya di atas pundak Alina, "Kalau ngidam nasi goreng bilang saja padaku, biar aku saja yang siapkan"Alina tersenyum kecil. Rasanya pelayanan pria itu semakin menjadi-jadi setelah mengetahui kehamilannya."Aku tidak ngidam. Tapi ini ku siapkan untuk nenek" Alina menuangkan beberapa tetes kecap manis dan kembali mengaduk rata nasi yang sedang digorengnya, "Takutnya jika kau yang menyiapkan sarapan, kau akan menghidangkan bubur. Walaupun bubur buatan mu spesial di lidah nenekku, tapi tet
Tiga hari setelah kabar duka itu. Para kerabat dari pihak Irsyad dan rekan Erina berdatangan ke vila Zayyad setiap malamnya untuk membaca Yasin. Termasuk dengan Maya dan keluarganya yang sudah hadir sejak hari pemakaman. Mereka menginap di vila Zayyad membantu Zayyad mengurus segala keperluan.Zayyad benar-benar lemah tak bertenaga dengan keadaan ini. Sepasang matanya terlihat kuyu dan tubuhnya mengurus. Ia sedih dengan kepergian Erina yang begitu mendadak. Salah seorang wanita di samping Alina yang baru-baru ini menjadi pengecualian dari rasa takutnya.Zayyad pun tak berdaya menghadapi dua orang yang di sayangi nya yang jelas begitu drop dengan kenyataan pahit ini. Kakeknya terus jatuh bangun tak sadarkan diri dan Alina yang sampai hari ini menolak kenyataan kalau Erina sudah meninggal.Tepat di hari pemakaman, kakeknya tersungkur jatuh mencium tanah dan Alina mengurung diri seharian di kamar neneknya dengan sepiring nasi goreng yang sudah basi. Nasi goreng yan
Delapan bulan akhirnya berlalu sudah. Aura ibu hamil dari seorang Alina kian sempurna. Emosinya pun tampak jauh lebih stabil dari trimester pertama dan kedua. Perut Alina membesar dan itu cukup besar nyaris membuat Maya curiga kalau dugaannya itu benar. Bayi yang dikandung sahabatnya itu adalah kembar.Banyak baju yang Alina tidak muat memakainya dan nyaris sobek. Alhasil Zayyad membeli banyak baju khusus untuk ibu hamil buat Alina yang masih tinggal di rumah almarhum neneknya itu.Zayyad mengira kondisi Alina akan segera membaik, tapi ternyata sebaliknya. Istrinya itu mulai berhalusinasi kalau Erina masih hidup dan masih bersama dengan mereka di rumah kecil itu."Kamu udah siap buat buburnya?" Alina datang ke meja makan dan melihat Zayyad yang baru saja menghidangkan semangkuk bubur hangat."Sudah" Zayyad tersenyum. Ada setitik kesedihan jauh di dasar mata coklat bening itu."Kalau begitu aku bawa ke kamar nenek ya" Alina mengambil mangkuk bubur d
"Nenek, engga lama lagi cicit mu akan segera lahir" Alina tersenyum dan berbicara seorang diri. Alina mengelus perut besarnya dan wajahnya terus menoleh ke samping. Seakan-akan ada neneknya yang duduk tepat disebelah nya.Pemandangan dari ruang tamu itu, diam-diam di intip oleh Maya dan Zayyad. Maya menghela nafas berat dan menoleh pada Zayyad, "Kau lihat sendiri kan!" Maya bersuara pelan tapi tak mengurangi emosi marah dan kesal yang terukir jelas di raut wajahnya, "Sebulan sudah berlalu lagi dan Alina masih saja begitu. Zayyad, apa kau akan terus membiarkannya seperti ini?"Zayyad diam, memilih untuk tidak berkata apa-apa. Bukan hanya Maya yang mengkhawatirkan keadaan psikis Alina tapi dirinya pun juga. Hanya ia memutuskan untuk yakin, percaya dan sabar menanti. Kalau Alina akan segera menjadi Alina yang dulu— istrinya yang arogan, keras kepala dan tangguh."Kalau bukan karena aku menghargai keputusanmu sebagai suami dari Alina. Aku pasti akan memb