Share

4. Perdebatan

Sepanjang jalan pak Handoko dan Nyonya Nagita berdebat terkait upaya perjodohan Fajar dan Zahira.

"Papa sih, harusnya papa mendukung mama untuk menyatukan mereka, ini malah papa mendukung nyonya Naning, sepertinya mereka dari keluarga baik-baik pa," ucap Nagita sebal.

Menurut nyonya Nagita, walau baru saja mengenal keluarga itu tapi dari penolakan secara halus nyonya Naning membuatnya bisa menilai jika mereka bukan keluarga mata duitan. Berbeda dengan kekasih Fajar sekarang, Nagita sangat tidak menyetujuinya.

"Dengar ma, nyonya Naning benar, sekarang bukan zamannya menjodohkan anak-anak, biarkan mereka memilih sendiri pasangan hidupnya, yang akan menjalani rumah tangga itu anak-anak kita ma," nasehat tuan Handoko.

Mendengar nasehat itu bukan meredakan amarah isterinya tetapi malah menyulut emosi sang isteri.

"Oh jadi papa lebih mendukung wanita yang bernama Akila itu? Sampai matipun mama tak akan menyetujuinya, atau jangan-jangan papa memang tertarik juga dengan gadis itu?!" tuduh Nagita penuh emosi.

Tuan Handoko menarik nafas dalam, berdebat dengan ibu-ibu itu pasti tak akan ada akhirnya, untuk meredam amarah Nagita akhirnya Handoko mengalah.

"Yah terserah mama saja, tapi jangan memaksakan kehendak pada keluarga Mulyono ma, walau mereka bukan orang kaya tetapi mereka memiliki prinsip hidup yang kuat," Handoko mengalah.

"Iya, mama tidak akan memaksa anaknya Mulyono menikah dengan Fajar, yang mama ingin Fajar menikah sekarang dengan siapa saja terserah asalkan bukan Akila, gadis itu licik pa, dia hanya menyukai materi."

"Itu penilaian mama saja, siapa tau gadis itu wanita baik-baik," bela Handoko.

"Hmm papa mulai membela gadis itu lagi, maunya papa apa sih? Bukankah papa pernah bilang jika papa melihat gadis itu berduaan dengan pria seusia papa, ada apa lagi ini pa?"

Handoko teringat jika dia pernah melihat Akila berjalan bersama seorang pria seusianya, tapi bisa saja itu ayah atau pamannya. Atau bisa saja dia salah liat. Sebenarnya Fajar hanya menunjukkan foto gadis itu tapi belum pernah sekalipun dia membawanya ke rumah karena takut pada ibunya

"Terus maunya mama apa? Kita sudah semakin tua, usia Fajar juga sudah dua enam, pria seusianya sudah wajib nikah. Kita harus tanya Fajar dia maunya bagaimana?"

Nagita terlihat bersemangat, dia menghubungi beberapa teman sosialitanya.

"Hallo, jeng katamu ponakanmu yang dokter itu sudah kembali dari Australia, bagaimana kalau kita jodohkan dia dengan Fajar?"

Handoko melirik isterinya lalu geleng-geleng kepala. Entah apa jawaban temannya yang bernama Ajeng Handoko tak mendengarnya, dia hanya bisa mendengar Nagita sangat bersemangat sebelum menutup teleponnya.

"Pa!"

"Hmm!"

"Ponakannya Ajeng lulusan kedokteran di Jerman, dia nanti akan datang ke rumah membawa ponakannya sekalian di kenalkan sama anak kita, bagaimana?"

"Terserah mama saja, tapi ingat jangan paksa orang kalau dia tidak mau!"

"Aduh papa, siapa yang tidak mau sama anak kita pa, sudah tampan, berduit lagi. Wanita bodoh yang menolaknya pa!"

Nagita kini bersemangat, dia sedang menunggu Ajeng mengirimkan foto gadis itu.

"Wow! Cantik sekali pa, lihat ini!" Nagita menunjukkan foto ponakan Ajeng yang baru saja di terimanya melalui W******p.

Piiiip...!" Handoko nyaris menabrak mobil di depannya gara-gara ulah isterinya. Handoko hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju.

"Besok malam mereka ke rumah pa, hubungi Fajar agar pulang ke rumah, jangan biarkan dia tinggal di apartemennya itu. Takutnya Akila menggodanya dan kita yang kena imbasnya."

"Kalau Fajar menolak bagaimana?" pancing Handoko.

"Kita harus punya akal yang panjang pa, papa berakting pura-pura sakit atau bagaimana gitu!"

"Gita...Gita, kau itu jangan aneh-aneh, bagaimana kalau bersandiwara sakit terus malah jadi sakit beneran, yang rugi siapa?" ujar Handoko.

"Ih...amit-amit, atau begini saja, papa harus beri ultimatum padanya, jika dia menolak menikahi ponakan Ajeng maka ahli waris perusahaan jatuh ke tangan pandu!"

Handoko menghempaskan nafasnya dengan kuat, lagi-lagi istrinya ini tak mau kalah.

"Itu maksa namanya ma!"

"Ah... pokoknya serahkan semuanya sama mama, Fajar itu takut menyakiti mama, tapi dia juga sangat segan padamu pa, sebentar mama akan menghubunginya untuk pulang ke rumah. Mama tak mau dia terus berduaan dengan gadis itu!"

Perdebatan berakhir dengan diamnya Handoko, memang sulit menghadapi ibu-ibu. Untunglah dia punya segudang kesabaran, tapi walau isterinya ini punya kekurangan Handoko tetap menyayanginya.

Sementara itu saat Akila sedang makan siang bersama Fajar di sebuah cafe, teleponnya berdering. Dari layar muncul nama Zahira.

"Hai Ira gimana?"

"Aku sudah pisahkan loh bajunya, bagus-bagus semua, sekitar sepuluh buah," ucap Zahira dari seberang telepon.

"Aku sedang makan bersama pacarku, setengah jam lagi aku ke sana!"

Akila menutup sambungan teleponnya.

"Siapa?" tanya Fajar.

"Teman baruku namanya Zahira, dia penjual pakaian bekas!" jawab Akila dengan santai.

"Kau masih terus mengoleksi pakaian bekas itu untuk apa? Bukankah aku sudah memberikanmu uang untuk belanja pakaian di butik?"

Fajar tak mengerti dengan Akila, entah dikemanakan uang yang sering di berikan Fajar, kekasihnya itu malah senang memakai baju bekas. Sebenarnya Fajar tak tau jika Akila sengaja berusaha menarik simpatiknya agar Fajar semakin yakin jika dia bukanlah gadis matre.

"Aku tak ingin menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak penting, uang yang kau berikan aku selalu simpan biar kelak saat kita membutuhkannya bisa menggunakan uang itu," kata Akila sambil menggenggam tangan Fajar.

Hanya Fajar yang tau jika baju yang dikenakan Akila bukan pakaian bermerek, teman-teman kuliahnya tau jika dia menggunakan pakaian yang mahal, apalagi semua orang tau jika kekasihnya seorang pengusaha kaya.

Kedua pasangan ini saling mencintai satu sama lain, Fajar tak pernah mau memaksakan kehendaknya pada Akila begitu juga sebaliknya. Fajar berniat ingin menikahi Akila setelah proyek pembangunan Rumah Dinas Pemerintah Daerah selesai. Dia ingin mempertemukan pacarnya itu dengan kedua orang tuanya tetapi belum kesampaian. Tetapi Fajar sudah pernah menceritakan sosok Akila pada kedua orang tuanya, walau dia tahu ibunya sedikit keberatan tetapi dia bertekad untuk menikahi gadis itu. Gadis yang dikenalkan sahabatnya ini sangat menarik hatinya. Mereka sangat cocok satu sama lain. Tak pernah ada perdebatan, jika salah satu dari mereka marah maka yang lainnya mengalah.

"Aku ke terminal dulu ya? Kasihan Zahira sudah menungguku. Tadi katanya dia akan ke Rumah Sakit menjenguk ayahnya!"

"Aku antar ya?" tawar Fajar.

"Tidak usah aku bisa pakai grab saja," tolak Akila halus.

"Setelah ini belajarlah mengemudi aku akan membelikanmu sebuah mobil agar kau tak perlu susah-susah naik gojek atau grab lagi!"

Hati Akila berbunga-bunga, tidak sia-sia punya pacar orang kaya, dia akan memamerkan pada teman-temannya jika dia akan dibelikan mobil baru oleh pacarnya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status