Share

5. Penolakan

Setelah menyerahkan pesanan Akila, Zahira meminta izin pada pemilik dagangan untuk menjenguk ayahnya di Rumah Sakit.

"Ibu, aku hanya sebentar saja, aku hanya ingin tahu kapan rencana operasi ayahku!"

"Baiklah jangan lama," kata pemilik dagangan.

"Bareng aku saja, kebetulan aku pakai grab," tawar Akila.

Berhubung Zahira di buru waktu, dia menerima tawaran Akila.

"Ayahmu sakit apa?" tanya Akila.

"Papaku mengalami kecelakaan dan tulang kakinya ada yang retak jadi harus di operasi!" jawab Zahira sedih.

"Oh kasian, kapan operasinya?" tanya Akila lagi.

"Tergantung dari biayanya sih, bukankah sekarang ini jika punya uang semuanya akan mudah!" jawab Zahira

Akila merasa kasihan namun dia tak bisa berbuat apa-apa.

Mobil berhenti depan Rumah Sakit, Zahira segera turun.

"Makasih tumpangannya!"

Akila dan Zahira saling melambaikan tangannya.

Zahira menuju ke kelas tiga dimana ayahnya di rawat tetapi kata penjaga pasien lain mengatakan jika ayahnya sudah di pindahkan ke ruang VIP.

Dahi Zahira berkerut, VIP? Apa nggak salah? Bagaimana mama tidak memberitahuku?

Zahira berjalan menyusuri koridor menuju ruang VIP dengan segala pertanyaan memenuhi benaknya.

"Ponsel saja mama tak bisa membelinya, bagaimana bisa pindah ke ruang VIP, bagaimana cara mama membayarnya? Oh Tuhan ada apa lagi ini?"

Akhirnya sampailah Zahira di ruang VIP 1 yang di katakan penjaga pasien tadi. Nampak olehnya ibunya sedang menyuapi ayahnya.

"Papa!" serunya.

"Mari nak, kata mama kau sudah mulai kerja ya?" tanya ayahnya dengan mata berbinar.

Zahira menatap wajah ibunya, dari wajah ibunya pastilah dia tak mengatakan jenis pekerjaan yang di gelutinya

"Iya yah, lumayan!"

"Syukurlah nak, jika bukan karena kecelakaan itu kau mungkin sudah kuliah!" sesal Mulyono.

"Sudahlah pa, jangan di ingat lagi, musibah itu tak bisa dihindari. Mudah-mudahan papa cepat sembuh dan bisa kembali berkumpul bersama," ucap Zahira sambil menggenggam erat tangan ayahnya.

Setelah menyeka mulut suaminya Naning meminumkan obat untuk suaminya itu. Melihat raut wajah Zahira, Naning tahu pasti anaknya ini penuh tanda tanya.

"Kita ngomong di depan saja nak, biarkan papamu istirahat. Masih ada beberapa tahapan lagi yang harus di lalui papamu sebelum operasi."

Naning menarik tangan Zahira keluar ruangan, setelah memastikan suaminya mulai memejamkan matanya.

"Papamu harus dipindahkan ke ruang yang terpisah dari pasien lain agar penanganannya mudah," alasan yang sengaja dibuat Naning cukup membuat Zahira tak bertanya, dia lalu melanjutkan.

"Mama tau kau pasti memikirkan biayanya, jangan khawatir nak, mama masih punya perhiasan yang di tinggalkan nenekmu!" Naning mengusap-usap lembut bahu anaknya.

"Apakah itu cukup?" tanya Zahira sambil mengamati wajah ibunya dengan cermat.

Naning sengaja memalingkan wajahnya, dia tak mau anaknya mengetahui kebohongannya.

"Percayalah nak, Allah akan selalu memberikan jalan keluar yang terbaik untuk kita, Allah yang memberikan masalah ini maka Allah sudah menyiapkan pula jalan keluarnya."

Sejak kecil Zahira di didik dengan pemahaman agama yang kuat, sehingga dia memahami apa yang di sampaikan ibunya.

"Baiklah ma, aku tak bisa berlama-lama disini, malam nanti aku akan datang kembali," Zahira pamit pada ibunya. Sebelumnya dia masuk ke ruangan untuk melihat ayahnya. Karena ayahnya sudah tidur akhirnya dia tak lagi berpamitan.

Fajar kembali ke rumah atas permintaan orang tuanya, tadinya dia ingin kembali ke apartemennya namun ibunya memaksanya untuk pulang.

Di rumah ayah ibunya sudah menunggu kedatangannya di ruang tamu. Sebagai anak sulung dia selalu menunjukkan teladan pada adiknya bagaimana cara menghormati orang tua. Ketika tiba dia langsung mencium punggung tangan ke dua orang tuanya.

"Tumben mama dan papa memanggilku!"

Fajar segera duduk di hadapan ayah dan ibunya. Melihat keseriusan di wajah kedua orang tuanya membuatnya yakin jika masalahnya pasti sangat penting.

"Kami ingin kau segera menikah!" ucap Handoko tanpa basa basi.

"Oh itu kirain apa, sudah pasti pa, ma. Aku sudah memikirkannya sebelum mama dan papa menyuruhku," kata Fajar dengan rileks. Dia lalu menyandarkan bahunya di kursi sofa dengan santai.

"Besok malam calon tunanganmu dan keluarganya akan berkunjung ke rumah!" kata Nagita dengan tegas.

"Apa?!" Fajar terlonjak kaget dan duduk dengan tegak.

"Sampai besok malam kau tak boleh tinggal di apartemen, nama gadis itu Alisha dia seorang dokter jebolan universitas terkemuka di Jerman!" kata Nagita dengan serius.

Dia tahu anaknya pasti akan menolaknya makanya hari ini dia harus bersikap tegas.

"Aku sudah punya calon ma, aku pernah mengatakan pada mama dan papa tentang dirinya. Kami sudah berencana menikah setelah proyek yang aku kerjakan selesai, mengapa mama mengambil keputusan tanpa meminta persetujuan dariku?" sesal Fajar namun dia tak berani memarahi ibunya. Dia termasuk anak yang patuh apalagi dia tahu ibunya sering sakit-sakitan, makanya dia tak mau menolak dengan kasar.

"Begini nak, papa dan mama sudah memikirkan semuanya secara matang, tahun depan papa ingin pensiun dari dunia bisnis jadi papa mau kaulah yang melanjutkan usaha papa ini, tak mungkin pilihan orang tua itu salah nak, sebenarnya kami bukan tidak suka pada kekasihmu itu tapi kau terlambat mengenalkannya pada kami saat kami sudah menyetujui perjodohannya," ucap Handoko panjang lebar. Suaranya tenang namun terkandung penekanan di dalamnya.

"Papa memaksaku?!"

"Bukan memaksa tetapi meminta pengertian mu!"

"Bagaimana jika aku menolaknya?"

Nagita terlihat mulai tidak sabar, Handoko melihat sebentar lagi emosi isterinya ini akan meledak.

"Jika kau menolak keluar dari rumah ini!"

Handoko terlambat mencegah emosi Nagita.

"Baiklah jika itu yang mama mau!" kata Fajar akhirnya.

"Oh jadi demi wanita sialan itu kau menentang mama dan papa? Silakan, silakan keluar dari rumah ini dan jangan bawa satu sen pun, kau tidak berhak atas semua aset yang ada. Ingat, apartemen, mobil, ATM dan perusahaan bukan milikmu!" kata Nagita berapi-api.

Handoko menarik nafas dalam.

"Dengarkan papa, papa tak akan membela siapapun, tidak mama tidak juga dirimu, papa punya jalan tengah dan harap kau dan mama pikirkan baik-baik!"

Fajar yang hendak berdiri segera memperbaiki duduknya kembali.

"Mama tidak menyukai kekasihmu yang bernama Akila itu, jadi bagaimana jika papa mengusulkan tidak Akila tidak juga Alisha, jadi mulai sekarang papa membebaskan kamu untuk memilih sendiri pasangannya diluar dari kedua orang tadi bagaimana?"

"Bagaimana mungkin pa, aku sangat mencintai Akila begitu juga sebaliknya, tolong hargai perasaanku pa!"

"Kau ingin minta di hargai, lihat! Belum menikah dengan wanita itu saja kau sudah tidak menghargai perasaan mama, inikah didikan kami selama ini padamu? Jangan-jangan saat kau menikahinya, mama kau akan jadikan pembantu!"

"Bukan begitu ma, tolong dengarkan aku, mama kayak tak pernah merasakan bagaiman cinta itu huhu hu...!" Akhirnya Fajar menangis di hadapan kedua orang tuanya.

"Saat ini jangan memaksanya dulu ma, biarkan dia berpikir, dan aku pun ingin mama berpikir kembali. Sekarang papa mau tidur, terlalu lelah memikirkan masalah kalian."

Handoko segera berdiri namun sebelumnya dia berbisik ke telinga anaknya.

"Jika kau menyayangi ibumu, jangan buat penyakit jantungnya kambuh lagi!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status