Share

Bab 2 Kehidupan Kedua

"Bos, dia masih hidup.." Johan memberikan isyarat pada Teddy. Dia mengecek sekali lagi untuk memastikan keberadaan denyut nadinya.

Dengan hati-hati aku mulai Teddy mendudukkannya di sebelahnya. Dia masih pingsan dan akhirnya rubuh. Dan pada akhirnya ia menyandarkan kepalanya di pundak Teddy.

"Johan, cepatlah!"

"Baik, Bos!"

Johan memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Di sela-sela derasnya air hujan, akhirnya nampak istana besar Teddy yang menjulang. Mereka semakin dekat dengan rumah.

Sesampainya di bawah atap carport, Teddy segera menggendong Aina masuk. Johan nampak keheranan. Mungkin  dia teringat adegan film Korea. Teddy mengisyaratkan kalau perempuan ini bukan tipeku,dia alergi dengan wanita religius begini.

"Asiihh, buka pintunya!" Panggil Teddy dengan suara nyaring.

Tidak butuh waktu lama pintu sudah terbuka lebar. Orang-orang yang tinggal di rumah keheranan melihat Teddy menggendong seorang perempuan basah kuyup.

"Asih, cepat ganti baju wanita ini. Aku tidak mau dia mati kedinginan!" Bentak Teddy sambil meletakkannya di ranjang kamar tamu.

"Baik, Tuan Teddy..."Asih lantas menutup pintu kamar tamu dan melaksanakan perintah.

"Sial..." Teddy mengumpat. Baju Armano yang sudah dia siapkan untuk meeting tadi harus rusak karena kehujanan.

**

"Bagaimana, Bos? Apakah kita akan melanjutkan rencana untuk kita re-schedule dilain waktu?" Tanya Johan. 

 "Aku sudah tidak mood keluar rumah malam ini, Johan..." 

"Saya akan mengirimkan pengajuan waktu lain, bos. Agar... kesempatan ini tidak lari dari tangan kita."

Tangan Teddy mengisyaratkan agar Johan keluar dari meja kerjanya. Teddy menatap jendela ruangan yang terbuka lebar. Hujan yang masih terus menerus membasahi bumi membuatnya tak bisa tenang.

Rasa penasaran pada wanita yang baru ia bawa tadi membuatnya ingin melihatnya di kamar tamu. Ah, tapi apa kata para pembantu dan orang-orangnya? Wibawanya tentu akan jatuh di mata mereka,

Tok..tok..tok..

"Sayaanggg... Aku kangen, aku sudah menunggumu sejak sore tadi. Lihat, aku basah kuyup karena harus berlari dari parkiran menuju ruanganmu ini..."

Sally, salah satu teman wanita berambut lurus itu mulai berbicara. Biasanya ia akan berceloteh panjang lebar dan bermanja-manja dengan Teddy.

"Hmmm.." Teddy menikmati batang cerutu dan ia belum tertarik untuk mengikuti hasratnya.

"Sayaanggg..." Dia mendekat dan mulai membuka mantel bulunya.

"Saayangg, lihatlah aku..." Sally mulai menggoda dengan menunjukkan lekukan tubuhnya yang membuat mata lelaki manapun tak bisa beranjak.

Tapi kali ini Teddy masih terus diam tak menggubris. Biasanya Teddy akan langsung menyambutnya dengan pelukan atau ciuman mesra. Sungguh, malam ini ia sama sekali tidak tertarik padanya.

"Aku lelah, tidurlah di kamar bawah..." Kata Teddy.

"Saayaanggg.." Rengeknya.

"Sudahlah, pergi dari sini!" Ujarnya. Teddy tidak tahan lagi melihat wajahnya.

"Tapi, bagaimana denganku? Aku sudah terlanjur berdandan untukmu..." Dia masih tak mau menyerah begitu saja.

"Kamu bisa berdandan lagi besok dan datang lagi ke sini." Teddy memelotonya seakan ingin menerkamnya jika dia tak segera pergi. Teddy hanya ingin sendiri.

**

Malam sudah semakin larut. Tapi mata Teddy belum juga bisa terpejam.

"Apa aku harus melihatnya?" Guman Teddy.

Namun, ada sedikit keraguan jika Teddy harus melihatnya di malam menjelang pagi ini. Dia khawatir jika tak bisa mengendalikan nafsu. Biarlah. diapun turun ke lantai satu untuk melihatnya.

Kreekk...

Perlahan Teddy membuka pintu yang ternyata tidak dikunci.

Teddy mendekati Aina yang tertidur pulas dengan sedikit perban di kepala dan penutup luka di mulut. Dia mengamati dengan detail setiap tubuhnya.

Benarkah? Naluri kelelakian Teddy tiba-tiba muncul di saat yang tidak tepat. Teddy menginginkan sesuatu yang lebih. Rambutnya sedikit terlihat dan aku bisa melihat dengan jelas betapa ingin aku mendekatinya lebih dekat lagi.

"Hmmhhh..." ia mengeluarkan sedikit suara. 

Apakah ia mulai siuman? Teddy hanya berani bertanya dalam hati. Tak ada kata yang bisa keluar dari mulutnya.

Kuberanikan diri untuk menyentuh jari-jemarinya. Belum pernah aku merasakan hal yang seperti ini. Ada perasaan yang sangat tenang ketika melihatnya tertidur pulas.

Rambutnya yang terlihat beberapa helai, membuat Teddy ingin menyingkap kerudung yang masih menutup seluruh kepalanya. 

Saat tangan Teddy akan menyentuh kerudung itu, tiba-tiba matanya terbuka. Mereka saling beradu pandang.

"Sss..ssiapa kamu?" Katanya dengan terbata-bata. Suaranya sangat lembut. Hanya saja Aina gugup dan kaget.

"Tenang, aku tidak akan melakukan apa-apa padamu..." Teddy mulai menenangkannya.

"Si... siapa kamu?" Dia kembali bertanya dengan suara lemah.

Tanpa pikir panjang Teddy langsung membuka pintu dan memanggil Asih. Tak tahu harus berbuat apa.

Hanya beberapa menit Asih datang dan menenangkan wanita itu. Dia yang baru terbangun langsung meneteskan air mata. Isakan tangisnya membuat Teddy tidak tahan untuk menatapnya jauh lebih lama.

"Tuan, sebaiknya jangan di sini dulu. Biarkan saya saja yang menjaganya! Dia masih ketakutan." Asih mulai duduk di samping Aina.

Teddy segera keluar dari kamar. Aina menatap Teddy dengan tatapan gelisah.

"Apakah ia tidak pernah menemui lelaki setampan dan segagah aku? Apa dia pikir dia sudah mati dan ada di alam lain?" Teddy berguman dalam hati.

**

Mata Aina masih terasa berat. Dia mengira bahwa ia akan memejamkan mata selamanya. Apa dia sudah di alam kubur?

Hidung Aina tiba-tiba mencium aroma parfum maskulin yang membuatnya membuka mata. Benar, ada sosok lelaki asing di hadapannya. Dia kebingungan dan akhirnya memanggil-manggil seseorang. Beberapa saat kemudian datanglah seorang wanita paruh baya di ruangan itu.

Dengan penuh perhatian dia menanyai Aina tentang asal usul dan apa yang ia ingat terakhir kali saat sebelum kejadian kecelakaan.

"Saya Aina..." Aina memperkenalkan diri pada wanita itu.

"Namanya cantik, secantik orangnya..." Wanita itu menjawab dengan lembut.

Suaranya yang tenang membuat Aina teringat almarhumah ibunya yang meninggal sepuluh tahun lalu. Seolah memori tentang ibu kembali menyeruak pada hidupnya sekarang.

"Apakah Aina ingin sesuatu?"

"Minum..." Aina masih belum enak untuk banyak bicara. Kepalanya masih sedikit pusing.

"Dimana bajuku?"

"Ah, tadi Bibik ganti karena sewaktu Tuan datang membawa Aina, bajumu basah kuyup.." Jawabnya.

"Bik, saya mau pulang saja..."

"Apakah tidak salah mengatakan pulang? bukankah aku tadi kabur dari rumah? Bagaimana bisa aku langsung kembali ke rumah hari ini juga" batin Aina dalam hati.

**

"Bik, saya mau solat subuh.." Aina tertatih-tatih menuju kamar mandi. Setelah mencoba berjalan. lukanya terasa lebih menyakitkan dari apa yang dia pikirkan. "Aduuh..." 

Ada bekas goresan pada beberapa bagian. Mulut Aina juga terasa pedih saat terkena cipratan air.

"Tidak usah dipaksa kalau tidak bisa..." Bik Asih membopongku ke kamar mandi.

"Saya takut kalau saya meninggalkan solat..."

"Aduuhhh.." Akhinya Aina jatuh di kamar mandi.

"Ada apa?" Lelaki yang dipanggil 'tuan' oleh Bik Asih tiba-tiba muncul dari luar.

"Maaf jangan sentuh saya, saya sudah wudhu..." Kata Aina.

"Ohh..." tangannya tiba-tiba diangkat.

"Ini Tuan, Aina mau solat..." Bik Asih menjelaskan.

"Maaf Aina, bibik tidak punya mukena..."

"Saya pakai selimut ini saja, Bik..."

"Apakah tidak ada satupun yang menjalankan solat di sini?" batin Aina.

**

"Oke, baiklah. itu sudah cukup. 2 Milyar saja..."

Aina mendengar seseorang bercakap-cakap melalui telepon. Karena pintu kamar terbuka sedikit, dia bisa melihat siapapun yang melintasi di depan pintu kamar.

Sorot mata itu kembali menatap Aina dengan tajam. Ya, dimata Aina ia nampak seperti seorang yang sangat tegas dan menakutkan. Meski tidak nampak tato atau hal apapun yang membuatnya nampak seram, tapi dari caranya berbicara dia bisa merasakannya.

"Asih..." Dia melambaikan tangannya.

Hanya beberapa detik Bik Asih datang dan memasuki kamar.

"Bik, siapa dia? mengapa dia ada disini terus?" Tanya Aina penasaran.

"Aina jangan keras-keras. Dialah yang menolongmu saat kecelakaan, Tuan Teddy, panggil saja tuan ET..."

"Apakah dia jahat?" Aina bertanya sambil menatap wajahnya.

"Kalau dia jahat, mana mungkin dia mau membatalkan acara pentingnya dan menolongmu?"

Apakah benar dia tidak jahat?

'"Sayaanggg.. aku mau shopping dulu, jangan lupa nanti malam kita dinner di tempat biasa ya?"

Aina melihat seorang wanita berpakaian terbuka memeluk dan mencium pipinya. Meski tak begitu mendapatkan perhatian, namun lelaki itu hanya membiarkannya. Bukankah itu pertanda bahwa ia memang mengizinkannya?

"Itu Nona Sally, pacarnya Tuan Teddy, panggil saja ia dengan Tuan ET.. begitu dia dikenal di sini..."

Mata Aina mengikuti kemanapun gerak-gerik lelaki itu.

"Oh ya, nanti setelah tuan ET datang. Kamu disuruh menghadap beliau..." kata Bik Asih sambil membawa makanan pergi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status