"Bos, dia masih hidup.." Johan memberikan isyarat pada Teddy. Dia mengecek sekali lagi untuk memastikan keberadaan denyut nadinya.
Dengan hati-hati aku mulai Teddy mendudukkannya di sebelahnya. Dia masih pingsan dan akhirnya rubuh. Dan pada akhirnya ia menyandarkan kepalanya di pundak Teddy.
"Johan, cepatlah!"
"Baik, Bos!"
Johan memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Di sela-sela derasnya air hujan, akhirnya nampak istana besar Teddy yang menjulang. Mereka semakin dekat dengan rumah.
Sesampainya di bawah atap carport, Teddy segera menggendong Aina masuk. Johan nampak keheranan. Mungkin dia teringat adegan film Korea. Teddy mengisyaratkan kalau perempuan ini bukan tipeku,dia alergi dengan wanita religius begini.
"Asiihh, buka pintunya!" Panggil Teddy dengan suara nyaring.
Tidak butuh waktu lama pintu sudah terbuka lebar. Orang-orang yang tinggal di rumah keheranan melihat Teddy menggendong seorang perempuan basah kuyup.
"Asih, cepat ganti baju wanita ini. Aku tidak mau dia mati kedinginan!" Bentak Teddy sambil meletakkannya di ranjang kamar tamu.
"Baik, Tuan Teddy..."Asih lantas menutup pintu kamar tamu dan melaksanakan perintah.
"Sial..." Teddy mengumpat. Baju Armano yang sudah dia siapkan untuk meeting tadi harus rusak karena kehujanan.
**
"Bagaimana, Bos? Apakah kita akan melanjutkan rencana untuk kita re-schedule dilain waktu?" Tanya Johan.
"Aku sudah tidak mood keluar rumah malam ini, Johan..."
"Saya akan mengirimkan pengajuan waktu lain, bos. Agar... kesempatan ini tidak lari dari tangan kita."
Tangan Teddy mengisyaratkan agar Johan keluar dari meja kerjanya. Teddy menatap jendela ruangan yang terbuka lebar. Hujan yang masih terus menerus membasahi bumi membuatnya tak bisa tenang.
Rasa penasaran pada wanita yang baru ia bawa tadi membuatnya ingin melihatnya di kamar tamu. Ah, tapi apa kata para pembantu dan orang-orangnya? Wibawanya tentu akan jatuh di mata mereka,
Tok..tok..tok..
"Sayaanggg... Aku kangen, aku sudah menunggumu sejak sore tadi. Lihat, aku basah kuyup karena harus berlari dari parkiran menuju ruanganmu ini..."
Sally, salah satu teman wanita berambut lurus itu mulai berbicara. Biasanya ia akan berceloteh panjang lebar dan bermanja-manja dengan Teddy.
"Hmmm.." Teddy menikmati batang cerutu dan ia belum tertarik untuk mengikuti hasratnya.
"Sayaanggg..." Dia mendekat dan mulai membuka mantel bulunya.
"Saayangg, lihatlah aku..." Sally mulai menggoda dengan menunjukkan lekukan tubuhnya yang membuat mata lelaki manapun tak bisa beranjak.
Tapi kali ini Teddy masih terus diam tak menggubris. Biasanya Teddy akan langsung menyambutnya dengan pelukan atau ciuman mesra. Sungguh, malam ini ia sama sekali tidak tertarik padanya.
"Aku lelah, tidurlah di kamar bawah..." Kata Teddy.
"Saayaanggg.." Rengeknya.
"Sudahlah, pergi dari sini!" Ujarnya. Teddy tidak tahan lagi melihat wajahnya.
"Tapi, bagaimana denganku? Aku sudah terlanjur berdandan untukmu..." Dia masih tak mau menyerah begitu saja.
"Kamu bisa berdandan lagi besok dan datang lagi ke sini." Teddy memelotonya seakan ingin menerkamnya jika dia tak segera pergi. Teddy hanya ingin sendiri.
**
Malam sudah semakin larut. Tapi mata Teddy belum juga bisa terpejam.
"Apa aku harus melihatnya?" Guman Teddy.
Namun, ada sedikit keraguan jika Teddy harus melihatnya di malam menjelang pagi ini. Dia khawatir jika tak bisa mengendalikan nafsu. Biarlah. diapun turun ke lantai satu untuk melihatnya.
Kreekk...
Perlahan Teddy membuka pintu yang ternyata tidak dikunci.
Teddy mendekati Aina yang tertidur pulas dengan sedikit perban di kepala dan penutup luka di mulut. Dia mengamati dengan detail setiap tubuhnya.
Benarkah? Naluri kelelakian Teddy tiba-tiba muncul di saat yang tidak tepat. Teddy menginginkan sesuatu yang lebih. Rambutnya sedikit terlihat dan aku bisa melihat dengan jelas betapa ingin aku mendekatinya lebih dekat lagi.
"Hmmhhh..." ia mengeluarkan sedikit suara.
Apakah ia mulai siuman? Teddy hanya berani bertanya dalam hati. Tak ada kata yang bisa keluar dari mulutnya.
Kuberanikan diri untuk menyentuh jari-jemarinya. Belum pernah aku merasakan hal yang seperti ini. Ada perasaan yang sangat tenang ketika melihatnya tertidur pulas.
Rambutnya yang terlihat beberapa helai, membuat Teddy ingin menyingkap kerudung yang masih menutup seluruh kepalanya.
Saat tangan Teddy akan menyentuh kerudung itu, tiba-tiba matanya terbuka. Mereka saling beradu pandang.
"Sss..ssiapa kamu?" Katanya dengan terbata-bata. Suaranya sangat lembut. Hanya saja Aina gugup dan kaget.
"Tenang, aku tidak akan melakukan apa-apa padamu..." Teddy mulai menenangkannya.
"Si... siapa kamu?" Dia kembali bertanya dengan suara lemah.
Tanpa pikir panjang Teddy langsung membuka pintu dan memanggil Asih. Tak tahu harus berbuat apa.
Hanya beberapa menit Asih datang dan menenangkan wanita itu. Dia yang baru terbangun langsung meneteskan air mata. Isakan tangisnya membuat Teddy tidak tahan untuk menatapnya jauh lebih lama.
"Tuan, sebaiknya jangan di sini dulu. Biarkan saya saja yang menjaganya! Dia masih ketakutan." Asih mulai duduk di samping Aina.
Teddy segera keluar dari kamar. Aina menatap Teddy dengan tatapan gelisah.
"Apakah ia tidak pernah menemui lelaki setampan dan segagah aku? Apa dia pikir dia sudah mati dan ada di alam lain?" Teddy berguman dalam hati.
**
Mata Aina masih terasa berat. Dia mengira bahwa ia akan memejamkan mata selamanya. Apa dia sudah di alam kubur?
Hidung Aina tiba-tiba mencium aroma parfum maskulin yang membuatnya membuka mata. Benar, ada sosok lelaki asing di hadapannya. Dia kebingungan dan akhirnya memanggil-manggil seseorang. Beberapa saat kemudian datanglah seorang wanita paruh baya di ruangan itu.
Dengan penuh perhatian dia menanyai Aina tentang asal usul dan apa yang ia ingat terakhir kali saat sebelum kejadian kecelakaan.
"Saya Aina..." Aina memperkenalkan diri pada wanita itu.
"Namanya cantik, secantik orangnya..." Wanita itu menjawab dengan lembut.
Suaranya yang tenang membuat Aina teringat almarhumah ibunya yang meninggal sepuluh tahun lalu. Seolah memori tentang ibu kembali menyeruak pada hidupnya sekarang.
"Apakah Aina ingin sesuatu?"
"Minum..." Aina masih belum enak untuk banyak bicara. Kepalanya masih sedikit pusing.
"Dimana bajuku?"
"Ah, tadi Bibik ganti karena sewaktu Tuan datang membawa Aina, bajumu basah kuyup.." Jawabnya.
"Bik, saya mau pulang saja..."
"Apakah tidak salah mengatakan pulang? bukankah aku tadi kabur dari rumah? Bagaimana bisa aku langsung kembali ke rumah hari ini juga" batin Aina dalam hati.
**
"Bik, saya mau solat subuh.." Aina tertatih-tatih menuju kamar mandi. Setelah mencoba berjalan. lukanya terasa lebih menyakitkan dari apa yang dia pikirkan. "Aduuh..."
Ada bekas goresan pada beberapa bagian. Mulut Aina juga terasa pedih saat terkena cipratan air.
"Tidak usah dipaksa kalau tidak bisa..." Bik Asih membopongku ke kamar mandi.
"Saya takut kalau saya meninggalkan solat..."
"Aduuhhh.." Akhinya Aina jatuh di kamar mandi.
"Ada apa?" Lelaki yang dipanggil 'tuan' oleh Bik Asih tiba-tiba muncul dari luar.
"Maaf jangan sentuh saya, saya sudah wudhu..." Kata Aina.
"Ohh..." tangannya tiba-tiba diangkat.
"Ini Tuan, Aina mau solat..." Bik Asih menjelaskan.
"Maaf Aina, bibik tidak punya mukena..."
"Saya pakai selimut ini saja, Bik..."
"Apakah tidak ada satupun yang menjalankan solat di sini?" batin Aina.
**
"Oke, baiklah. itu sudah cukup. 2 Milyar saja..."
Aina mendengar seseorang bercakap-cakap melalui telepon. Karena pintu kamar terbuka sedikit, dia bisa melihat siapapun yang melintasi di depan pintu kamar.
Sorot mata itu kembali menatap Aina dengan tajam. Ya, dimata Aina ia nampak seperti seorang yang sangat tegas dan menakutkan. Meski tidak nampak tato atau hal apapun yang membuatnya nampak seram, tapi dari caranya berbicara dia bisa merasakannya.
"Asih..." Dia melambaikan tangannya.
Hanya beberapa detik Bik Asih datang dan memasuki kamar.
"Bik, siapa dia? mengapa dia ada disini terus?" Tanya Aina penasaran.
"Aina jangan keras-keras. Dialah yang menolongmu saat kecelakaan, Tuan Teddy, panggil saja tuan ET..."
"Apakah dia jahat?" Aina bertanya sambil menatap wajahnya.
"Kalau dia jahat, mana mungkin dia mau membatalkan acara pentingnya dan menolongmu?"
Apakah benar dia tidak jahat?
'"Sayaanggg.. aku mau shopping dulu, jangan lupa nanti malam kita dinner di tempat biasa ya?"
Aina melihat seorang wanita berpakaian terbuka memeluk dan mencium pipinya. Meski tak begitu mendapatkan perhatian, namun lelaki itu hanya membiarkannya. Bukankah itu pertanda bahwa ia memang mengizinkannya?
"Itu Nona Sally, pacarnya Tuan Teddy, panggil saja ia dengan Tuan ET.. begitu dia dikenal di sini..."
Mata Aina mengikuti kemanapun gerak-gerik lelaki itu.
"Oh ya, nanti setelah tuan ET datang. Kamu disuruh menghadap beliau..." kata Bik Asih sambil membawa makanan pergi.
"Tuan.." Bik Asih memasuki sebuah ruangan kerja dengan ragu.Aina sendiri tidak paham siapa yang berada di balik kursi besar yang menghadap ke jendela. Dia masih asyik berbincang dengan seseorang di seberang sana."Kita tunggu dulu, jangan duduk.."Aina kembali berdiri di samping kursi."Oke, deal. Aku akan mengirimkan barangnya malam ini. Siapkan saja uangnya!" hanya itu yang bisa Aina dengar dengan jelas.Perlahan ia membalikkan kursi kulit warna cokelat gelap dan melihat tepat kepadanya."Asih, ada perlu apa?"Laki-laki itu memandang Aina dari atas sampai bawah seolah Aina adalah sesosok hantu yang baru muncul di malam hari,"Tuan, Mbak Aina sudah sehat." Bik Asih berkata padanya mengabarkan keadaan Aina."Siapa Aina?" Dia bertanya dengan tatapan mata tajam."Saya Aina, Pak..." Kataku.Aina asal bicara saja dengan memanggilnya "pak". Yang ia tahu pria itu bernama ET, entah kepanjangan apa ET itu. Beberapa orang yang Aina temui menyebutnya dengan Tuan ET. "Asih, ajari dia. Jangan m
"Assalamualaikum..."Semua yang berada di rumah nampak terkejut melihat kedatangan Aina. Terlebih Novan dan ibu tirinya."Darimana saja kamu menghilang? Kamu pulang setelah meninggalkan rumah berhari-hari, apakah kamu pergi dengan lelaki yang kamu bawa ke rumah malam itu?" Ibu tirinya langsung menyambut dengan omelan panjang."Biarkan dia duduk..." Ayah Aina menatap dengan tatapan yang marah."Ayah, Aina bisa menjelaskan..." Kata Aina."Benarkan om, dia pergi dengan lelaki itu... Pacarnya..." Novan memotong pembicaraan dan mengucapkan tuduhannya."Ayah, Demi Allah! Aina tidak punya pacar... Malam itu dia...." ketika Aina mulai menunjuk Novan, ibu tirinya malah memojokkannya."Apa-apaan kamu menuduh ponakanku yang tidak-tidak, kamu tahu kan Novan itu pendidikannya tinggi. Dia kuliah S2 di luar negeri dan sudah lama bekerja di sana." Katanya."Lagipula, lihat dirimu, kamu ini pernah mondok di pesantren kan sebelum kuliah? apa jadinya? Cuma kedok saja pakai kerudung tapi masih juga berma
"Akhirnya setelah kabur, kamu kembali juga pulang ke rumah barumu!" Teddy membukakan pintu depan.Aina mengira pukul sepuluh malam begini Teddy masih asyik dengan dunia luarnya seperti biasa, tapi justru malam ini dia sudah ada di rumah."Aku tidak kabur." Jawab Aina sambil tetap mempertahankan dignity-nya sebagai perempuan. Aina tak mau terlihat lemah."Tapi kamu ditolak oleh keluargamu, bukan?" Kata-katanya membuat hati Aina semakin sakit.Bagaimanapun gara-gara lelaki ini Aina diusir dari rumah. Novan rupanya tahu kalau Aina masuk ke mobil laki-laki asing."Asih, anakmu sudah pulang!" Teriak Teddy pada Bik Asih yang tak berapa lama kemudian menyambut kedatangan Aina."Astagaa, kamu pergi kemana? Pak Eko dan Hana mencarimu kemana-mana sampai bingung. Tuan ET juga langsung pulang saat kami bilang kamu hilang. Bibik mengkhawatirkan keselamatanmu!" Bik Asih terlihat lega."Tidak apa-apa Bik, aku cuma jalan-jalan dan tersesat saja." Aina sengaja mengarang cerita."Lain kali kalau mau ja
Teddy terus memandangi sebuah ponsel warna hitam yang tergeletak di meja kerjanya. Mana mungkin Aina bisa menemukannya. Teddy sangat yakin pasti ia tidak menyadari jika benda berharga miliknya jatuh ke tangannya. Asalkan ia berdiam diri, tidak ada seorangpun yang akan mencurigainya."Hmmm.. akhirnya aku bisa menemukan rahasiamu..." Sambil membuka-buka isi ponsel Aina, Teddy menyeruput kopi yang sudah terhidang di meja.Kriingg..kriiing...Tiba-tiba seseorang menghubunginya. Nomor yang tidak dikenali."Halo..." Suara di seberang sana.Teddy terdiam dan masih enggan menjawab."Hei, ET. Serahkan wanita itu atau kau akan menanggung akibatnya...""Huh, tidak akan..." Jawab Teddy singkat.Teddy masih bertanya-tanya wanita mana yang dia maksud. Apakah Monika, Jessie, Mila? Atau ada wanita yang lain yang dia maksud?"Jangan pura-pura bodoh! Serahkan Aina padaku..."Seketika Teddy terkejut, bagaimana bisa ada orang luar yang mengetahui keberadaan Aina di tempatnya?"Aku tidak mengenali Aina, s
Teddy menyaksikan Aina yang terbangun, Bik Asih rupanya mengamati Tedyy dengan tatapan yang aneh. Kalau bukan bos-nya, mungkin Teddy sudah dihajar malam ini juga."Tidak ada yang masuk Aina..." Bik Asih menjawab sambil tetap memperhatikan gerak-gerik bosnya. Tatapannya terlihat sinis dan mengintimidasi. Seolah lelaki itu adalah laki-laki jalanan yang melakukan perbuatan kurang ajar pada anak perempuannya.Dari tadi Teddy masih terdiam. Aina seolah masih berada di antara alam mimpi dan nyata.Tanpa pikir panjang Teddy langsung bergegas menuju tangga. Ia membiarkan Bik Asih dan Aina masuk ke dalam kamar lagi."Huffhh..." hampir saja Teddy tertangkap basah.Tapi, bukankah sangat menantang jika masuk mengendap ke kamar wanita tanpa sepengetahuannya. Terlebih jika ia tak sadarkan diri. Teddy bisa berbuat yang lebih lagi.Senyum licik Teddy mulai mengembang. Jiwanya tidak puas jika hanya memegang atau mengelus rambutnya."Mungkin besok aku akan melakukannya lagi.." Gumannya.**"Bik Asih, s
Johan terlihat mondar-mandir sejak pagi. Biasanya dia akan datang ke rumah sekitar pukul enam pagi. Lain dengan hari ini, ia sudah datang di pagi buta."Johan, ngapain kamu datang pagi-pagi? tumben sudah bangun..." Kata Teddy sambil merentangkan kedua tangan."Bos, saya ada perlu..." tidak biasanya dia sedikit malu untuk mengungkapkan sesuatu. "Saya mau mencari..."Matanya bergerak-gerak melirik ke arah dalam rumah."Apa dia mencari sesuatu?" batin Johan."Monika tidak ada di sini..." jawab Johan seketika.Raut mukanya berubah. Sepertinya salah tebakan Teddy."Aina.." Satu nama yang keluar dari mulutnya membuat Teddy nampak tidak senang,"Kenapa dengan Aina? Dia baik-baik saja sepertinya." Teddy pura-pura tidak mengetahui tentang apa yang terjadi.Tiba-tiba Johan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak beludru berwarna merah. "Apa isinya?" tanya Aina lagi."Ah bukan apa-apa, Bos... sebentar..." Dia mengeluarkan ponsel dan mulai menghubungi seseorang.***"Johan??" Aina
Aina masih belum bisa mengerti mengapa Johan rela melakukan hal yang menjijikkan. "Aina aku bisa jelaskan semuanya..." Johan mengiba untuk didengarkan. Aina menolak. "Aku tidak mau berteman dengan orang munafik sepertimu Johan..." "Aina aku tidak minum sama sekali..." Johan berusaha menjelaskan. "Dan wanita-wanita itu?" Aina berhenti sejenak dan memberinya tatapan mata tajam. "Aina, mereka hanya teman-temanku... Merekaa...." Suara Johan agak lirih. "Mereka teman-teman kencanmu, yang dengan bebas kau apa-apakan. Bagaimana bisa teman berciuman dengan teman? Sudah. Biarkan aku pergi..." Aina melenggang meninggalkan tempat terkutuk itu. Ditepisnya berkali-kali tangan Johan yang ingin membuatnya berhenti. Melihat pertikaian Aina dan Johan, Teddy hanya tersenyum. Sebuah rencana besarnya telah berhasil. Beberapa kali Aina sempat berteriak agar Johan menjauhinya. "Aina, aku bukan pemabuk! Aku hanya dijebak. Aku tidak ikut minum-minum, sumpah... Aku tak pernah minum lagi. Tadi mereka
Teddy memandangi Aina yang tengah tertidur pulas. Sementara nalurinya mulai bergejolak dan membuatnyasemakin resah. Meski tidur sekamar adalah hal yang dibenci Aina, tapi Teddy menginginkan yang lebih lagi. Mata Aina yang terpejam membuatnya bisa mengamatinya hingga puas. Teddy melihat betapa sempurna lekukan wajah yang Aina miliki. Alisnya yang tebal dan bibirnya yang ranum membuat Teddy menelan ludah. Seperti apa rasanya bibir itu? "Andai kamu bisa mematuhiku tidak hanya saat di luar tempat tidurku, Aina..." Teddy bergumam pada dirinya sendiri. Tiba-tiba petir menyambar mengejutkan bumi. Getaran listrinya yang jutaan volt itu membuat kaki Teddy terkejut bukan main. Aina bahkan merintih ketakutan saat mendengarnya. Untunglah dia tidak terbangun. Teddy menepuk-nepuk lengannya selayaknya bayi yang butuh keamanan. Dia terlelap kembali dalam mimpinya. Tangan kanan Teddy mulai tidak bisa menahan gejolak ini. "Ainaa.." Teddy memanggil