Teddy memandangi Aina yang tengah tertidur pulas. Sementara nalurinya mulai bergejolak dan membuatnyasemakin resah. Meski tidur sekamar adalah hal yang dibenci Aina, tapi Teddy menginginkan yang lebih lagi. Mata Aina yang terpejam membuatnya bisa mengamatinya hingga puas. Teddy melihat betapa sempurna lekukan wajah yang Aina miliki. Alisnya yang tebal dan bibirnya yang ranum membuat Teddy menelan ludah. Seperti apa rasanya bibir itu? "Andai kamu bisa mematuhiku tidak hanya saat di luar tempat tidurku, Aina..." Teddy bergumam pada dirinya sendiri. Tiba-tiba petir menyambar mengejutkan bumi. Getaran listrinya yang jutaan volt itu membuat kaki Teddy terkejut bukan main. Aina bahkan merintih ketakutan saat mendengarnya. Untunglah dia tidak terbangun. Teddy menepuk-nepuk lengannya selayaknya bayi yang butuh keamanan. Dia terlelap kembali dalam mimpinya. Tangan kanan Teddy mulai tidak bisa menahan gejolak ini. "Ainaa.." Teddy memanggil
Sebuah senjata masih ditodongkan oleh Teddy tepat di pelipis sebelah kanan Novan. "Mau kemana?" untungnya Teddy bisa mengejar Novan dan Aina."Bukan urusanmu.."Meski Teddy sudah menodongkan pistol ke kepalanya, Novan masih juga besar kepala."Lepaskan Aina..."kata Teddy,"Novan, lepaskan aku..." Aina menangis tersedu.Air mata Aina tumpah melihat dua pria yang memegang senjata. Sementara satu pria sedang mencoba untuk menembak kapanpun ia mau. Rasa takut dan cemas Aina bertarung menjadi satu. Keringat dingin menjalar ke seluruh tubuhnya."Minggir kau mafia gila..." Novan tetap tegar pada pendiriannya."Tinggal satu detik lagi, aku akan menghabisimu!" Teddy makin kuat memegang pistolnya."Bunuhlah aku!" tiba-tiba Aina kembali bicara.Mata kedua pria itu saling pandang melihat Aina. Melihat air mata Aina yang tak kunjung sirna, mereka terdiam."Bunuh aku..." kata Aina sambil kembali menangis tersedu.Beberapa menit berlalu dalam diam. Novan dengan segera membuka pintu duduk Aina dan m
"Kenapa kamu pergi?" Teddy masuk kamar Aina tanpa permisi. "Tuan, maaf saya mau menutup pintu kamar. Silahkan keluar..." Teddy masih enggan memindahkan kakinya yang jenjang. Ia masih berdiri di sebelah pintu kamar Aina. "Tuan saya mohon. Saya lelah..." Aina memohon-mohon agar Teddy beranjak pergi. "Kalau kamu memang menyukaiku, bilang saja!" Teddy tersenyum sinis. Dirobohkan tubuh Aina ke ranjang tidur. Aina yang lemah, tidak mampu berkutik atau melawan. "Tuan saya akan berteriak minta tolong!" Aina mengancam. Berkali-kali Aina memukul dada Teddy dengan semampunya. Tenaganya terlalu lemah untuk memukul pria yang berotot baja itu. "Tolooongg.. Tolooonggg...." Mendengar Aina berteriak, Teddy segera melepaskan Aina dari cengkeramannya. Namun rupanya belum berhenti hanya sampai disitu. Teddy hanya mengunci kamar kemudian kembali lagi melakukan hal sama. "Sekarang kamu bisa berteriak sesukamu! hahahahaha..."
"Aku tidak mengundangmu di pesta ini!" Teddy masih tidak melepaskan Novan dari cengkeramannya. "Siapa bilang aku tidak diundang?" Novan menunjukkan sebuah undangan pada Teddy. "Teddy, dia bersamaku! Ayo jangan gunakan amarahmu disaat senang-senang seperti ini..." seorang pria memakai setelan warna hitam melerai mereka berdua. "Om Gunawan.." Teddy segera melepaskan Novan dan menyalami pria tersebut. "Bagaimana bisa kamu melupakanku?" pria itu berpelukan dengan Teddy. "Saya kira Novan tadi menyelundup datang kemari..." Teddy mempersilahkan pria bernama Gunawan itu sambil tertawa. Setelah lima tahun tidak bertemu, Teddy berbicara panjang lebar dengan Gunawan, yang tak lain adalah adik mendiang ayahnya. "Jadi Om tinggal dimana sekarang?" "Karena usahaku sudah mulai besar, aku meninggalkan Indonesia dan menetap di Belanda bersama istri mudaku... hahahaha.." "Teddy tahun ini akan menikah Om..." Monika yang
Teddy sedikit terhuyung-huyung ketika membawa Monika masuk ke dalam kamarnya di lantai dua. Meski sedikit lelah, ia tetap semangat untuk memanjakan hasrat liarnya malam ini. Berkali-kali Monika mencium dan meraba tubuh Teddy dengan mesra. Teddy yang menikmatinya benar-benar tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Teddy segera menanggalkan setelan jas hitam yang ia kenakan. Sementara Monika juga ikut menanggalkan gaun warna merah mencolok yang membuat kulit putihnya semakin bersinar. "Teddyy...." Monika memanggil-manggil nama Teddy. "Iyaa sayang, apa yang kamu mau?" Kini mereka sudah berada di atas ranjang besar milik Teddy. Monika tersenyum puas saat ia bisa menakhlukkan gairah liar milik Teddy. "Tedd....." mulut Monika sudah tidak bisa berkata lagi. Monika yang sedikit mengantuk tiba-tiba ia langsung hilang kesadaran. Tenaganya sudah habis untuk bersenang-senang dalam pesta. Meski ia tidak banyak mendapat kesempatan berdansa
Sebulan kemudian... Sejak pesta malam itu berakhir, Aina lebih menjaga jarak dan berhati-hati kepada Teddy. Ia merasa sangat ketakutan jika mengingat peristiwa malam itu. "Aina ini kopi Tuan Teddy, tolong dibawa ke meja makan sekarang..." Bik Asih memindahkan baki dari top table. Seperti biasa, Aina memang yang selalu membawakan kopi itu. Biasanya Teddy belum duduk di meja makan. Kalau kopinya dingin, ia akan meminta dibuatkan lagi kopi panas. Setelah meletakkan kopi di atas meja, Aina segera berlari ke dapur untuk menghindari Teddy. "Hei hei.. Mau kemana kamu?" Sialnya, Teddy sudah terlihat dari balik pintu ruang makan. "Anu, maaf..." tanpa menoleh, Aina langsung kabur. "Ainaaa..." "Ainaaa..." Teddy memanggil-manggil nama Aina beberapa kali. "Kenapa ia mencariku...." Aina berguman lirih. Beberapa kali panggilan, Aina tidak kunjung muncul di hadapan Teddy. Teddy merasa kes
"Ayo silahkan dinikmati Aina..." Om Gunawan menawarkan hidangan yang sudah disiapkan. "Eh.. Terimakasih Pak.." Aina duduk di sebelah Teddy. "Jadi bagaimana bisa kalian bertemu? Teddy cerita banyak tentang Aina..." Aina hampir tersedak saat mendengar pertanyaan dari Om Gunawan. Entah apa yang dikatakan Teddy tentangnya, Aina tidak perduli. "Saya cuma orang menumpang Pak..." jawab Aina malu. "Tapi Teddy sangat mengapresiasi kerja kamu. Teddy bilang kamu bisa kerja dengan baik.." "Bapak tahu saya kerja sebagai apa?" Aina balik bertanya. "You, PA*) dia kan?" Om Gunawan menimpali. "Saya cuma seorang...." "Iya, dia baru saja jadi asisten pribadi saya Om.. Emang dia agak humble orangnya. Tidak sombong..." Teddy memberikan kode pada Aina agar dia setuju. "Ah.. iyaa...." Aina mengangguk pelan, "Hmm jadi begitu ya. Sudah berapa lama kamu kenal Teddy?" "Saya masih..." "Kami sudah kenal satu sama lain sudah lama om.. Sejak dia lulus SMA..." "Oh lama juga ya..." Aina hampir tersedak
Aina masih tak sadarkan diri. Dengan leluasa Novan bisa menggendong Aina menuju Villa Kayu di tepi pantai. Angin pantai yang kencang membuat gaun yang dipakai Aina berkibar-kibar."Bidadariku..." Novan berguman sambil mengagumi kecantikan Aina.Jangankan Novan yang sudah mengenalinya. Teddy yang baru saja mengenalnya juga ikut menjadi pemuja rahasianya.Hati Novan mulai berisik. Diam-diam ia ingin segera melakukan hasrat terpendamnya pada Aina. Tapi disisi lain ia berpikir akan melakukannya ketika Aina sudah sadar. Tentunya agar lebih menantang."Ayo tidurlah dulu..Kita tunggu matahari terbenam, lalu kita berdua bisa berpesta bersamaa.. hahaha..." Novan tertawa lebar.Hanya beberapa detik saja, Novan mendekati Aina lagi."Ainaaa.." Novan memandangi wajah Aina bulat-bulat.kriingggg....Sebuah panggilan masuk. Tak diduga dari Om Gunawan, bos Novan sendiri."Halo..." Novan segera keluar dari kamar dan menguncinya."Novan..Apakah kamu bisa ke rumahku sebentar..Tiba-tiba klienku dari Chin