“Auh!” Ardhan mengibas-kibaskan tangannya karena merasa sesuatu menusuk jarinya hingga berdarah saat membantu Alea memasukan barang ke dalam rumah.“Ya ampun, kenapa Kak?” Alea panik melihat jari telunjuk Ardhan berdarah. Tahulah dia Ardhan tidak sengaja memegang kotak pisau yang baru dia beli. Mungkin kotaknya rusak dan membuat mata pisau itu keluar.Tiba-tiba Alea menarik jemari Ardhan dan menghisapnya. Ardhan terbengong melihat tindakan Alea. Keduanya saling menatap beberapa saat. Sekarang ganti Alea merasa hatinya-lah yang tertusuk oleh tatapan Ardhan. Dia benar-benar tidak tahu kenapa? “Oh, aku…” Alea tergagap melepaskan jari Ardhan dari mulutnya.“Kaya vampire saja suka menghisap darah!” gumam Ardhan lalu bergegas pergi meninggalkan Alea yang masih bengong itu. Terkesima karena menyadari pria yang menatapnya dalam jarak dekat itu ternyata tampan sekali. ‘Astaga, tatapan pria itu!’ Alea jadi harus meraba jantungnya. Ada apa ini?Pesan dari Devano bahwa dia bisa ikut kelas mas
“Sial!”Umpat Ardhan melihat video dan gambar itu. Rahangya mengeras dan tangannya mengepal seolah hendak menghancurkan benda yang ada di hadapannya. Sejenak Ardhan memberikan waktu untuk dirinya sendiri meluapkan emosi. Namun dia masih bisa mengendalikan dirinya dan tampak tenang. Kalau memang Naysila wanita yang seperti itu, bodoh juga dirinya jika masih harus mengeluarkan tenaga untuk sekedar marah-marah. Itu tidak akan ada gunanya. Hal pertama yang akan dia lakukan adalah, mengambil sedikit waktu untuk menenangkan diri lantas menghubungi wanita itu dan bertanya yang sebenarnya. Setelah itu Ardhan akan mengambil sikap. Tidak sulit baginya untuk mengakhiri semua ini, apalagi Ardhan juga sudah memiliki seorang istri. Setidaknya dia tidak perlu repot-repot mencari cara menjelaskan tentang pernikahannya pada Naysila.Padahal selama ini Ardhan pusing mikir perasaan Naysila saat mengetahui dirinya diam-diam sudah menikah, malah kenyataannya Naysila lah yang sudah berselingkuh darinya.“
“Ouh! Sakit Kak….” Alea meringis.Saat Alea memukul tadi segera ditangkis dengan lengan Ardhan. Karena reflek merasa dalam bahaya, Ardhan menarik lengan Alea dan memitingnya kebelakang. Wajan Teflon yang dipegangnya pun jatuh.“Gila, mau pukul aku kamu?” ucap Ardhan ditelingga Alea dan membuat gadis itu menahan sakit.“Kaak, tanganku sakiiit!”Ardhan kemudian melepaskan Alea.“Tadi, tadi aku pikir ada maling. Habis Kakak kan bilang pulang nanti sore!” Alea mengelus-elus lengannya yang sakit itu.“Ya sudah, buatin aku sarapan. Aku sudah lapar!” tukas Ardhan mengambil air putih dan balik ke depan.Tidak berapa lama roti panggang, telur ceplok dan juga susu almond sudah terhidang di meja. Ardhan heran menatap Alea yang sudah rapi. Tapi tatapannya jadi tertuju ke dada yang membusung itu. Teringat apa yang sudah dilihatnya sepagi tadi.‘Ck! Bisa-bisanya tubuh kurus itu punya dada yang gede. Ish! Kenapa masih mikirin hal itu?’“Sarapannya, Kak?” Alea menggugah lamunan Ardhan.Ardhan tergaga
Bersepeda motor melintasi jalan raya, membuat Alea kembali teringat masa-masa SMAnya. Dia sering dijemput Devano karena rumah mereka searah menuju sekolahan. Saat lampu merah mereka berhenti tepat disamping mobil mewah. Tiba-tiba kaca jendela mobil turun dan ada dua bocah kecil yang melongok dari dalam.“Kakak, kalian pacaran ya?” celutuk bibir mungil itu.“Hah!” Alea terkejut melihat anak kecil yang lucu itu mengira mereka berpacaran. Ardhan sepertinya hanya tersenyum. Alea bisa melihatnya dari kaca spion meski sebagian mukanya tertutup helm.“Mirip di film-film gang motor itu, lho Kak!” jelas anak satunya lagi. Apakah mereka kembar? Oh lucu sekali anak-anak itu.“Selamat berpacaran, Kak!” Anak yang satu lagi dengan tidak berdosa malah memberikan selamat untuk berpacaran. Ish, jaman apa ini?Seorang pengasuh menutup kaca jendela mobil dan sebelumnya meminta maaf pada Alea. Saat lampu hijau sudah menyala dan mobil itu berlalu, Alea dan Devano tertawa bersama. Anak-anak jaman sekarang
Alea masih ingin kangen-kangenan sama Valen, Devano pun meninggalkan Alea di toko Valen sementara dirinya berangkat ke restoran untuk bekerja. Alea merasa sangat senang bisa membantu Valen di tokonya. Karena Valen juga punya karyawan, mereka masih sempat juga berbincang-bincang di sela melayani pelanggan.“Ganteng tidak suami kamu?”“Gantenglah, keren, kamu pasti langsung jatuh cinta melihatnya” tukas Alea. Mengundang heran Valen.“Kamu saja mikir aku langsung jatuh cinta, kok kamu sendiri tidak jatuh cinta?”Alea terdiam sesaat. Kemudian dia pun bercerita, “Dia sudah punya kekasih. Dia bilang tidak bisa memutuskan kekasihnya”“Oh!” Valen terdiam lagi memikirkan hidup Alea yang serba rumit.“Kamu suka tidak sama dia?” tanya Valen kemudian.“Maksudnya?”“Kamunya suka tidak sama dia?”Alea menghela napas panjang. Dia sejak dulu memang sudah suka dengan Ardhan, tapi sebatas suka sebagai seorang adik pada kakaknya. Setiap kali mereka bertemu, Ardhan selalu bersikap baik pada Alea. Dan sek
Meja makan sudah tertata dengan baik. Alea buru-buru membereskan peralatan masaknya baru kemudian mandi dan merias dirinya dengan baik. Sejak Hera membelikannya banyak alat make up yang bagus, Alea jadi hobi dandan. Dia merasa senang bisa melihat pantulan bayangan dirinya yang cantik. Harusnya dia berdandan untuk Ardhan. Tapi karena Ardhan enggan memperhatikannya, jadilah Alea berdandan untuk dirinya sendiri. Setidaknya merasa bahagia bisa tampil cantik bisa membuatnya percaya diri.Dia memang tidak suka dandan yang tebal, jadi hanya dandan minimalis saja namun terlihat sempurna. Saat melihat dari jendela, mobil Ardhan masuk halaman. Alea bergegas memakai dress midi selututnya. Ini sempurna sekali. Batin Alea menatap pantulan dirinya di cermin sambil berputar-putar sendiri.“Misi menggoda suami harus dilaksanakan!” Alea menyemangati dirinya sendiri.Ardhan masuk kedalam rumah langsung melihat meja makan yang sudah penuh makanan. Dia berpikir ada acara apa sampai Alea masak begini bany
Sepanjang hari dia bersenandung bahagia sambil membereskan rumah. Mengepel lantai, menyiram bunga, juga mencuci baju-baju Ardhan. Dengan gemas, diciuminya baju-baju Ardhan dan menghirup aroma parfum tubuhnya. Membayangkan di dalam sana ada tubuh pria itu yang bisa dipeluknya.Terdengar panggilan telpon membangunkannya dari lamunan.“Ayah?” Alea terdengar bahagia karena Nadhim yang menelpon.“Oh, anak Ayah terdengar bahagia sekali?” Nadhim jadi merasa senang mendengar Alea tampak bahagia.“Ayah, aku justru bahagia karena Ayah menelpon.” Alea jadi malu karena menampakan kebahagiannya itu. Dia sendiri juga heran, kenapa dia sebahagia seperti ini? Apa karena ciuman itu?“Mama Hera-mu harus tahu hal ini, dia pasti bahagia sekali.”Percakapan mereka pun berakhir setelah saling menanyakan kabar dan keadaan. Baru juga hendak meletakan ponselnya, panggilan dari Devano tertahan. Alea pun mengangkatnya. Devano mengajak sekedar jalan keluar. Membuat Alea jadi bingung. Alea mulai sedikit merasa an
Merebahkan dirinya di tempat tidur sembari menatap langit-langit di atasnya dengan tercenung cukup lama. Jadi merasa konyol sudah begitu bersemangat seharian ini, ujungnya dia sakit hati juga. Padahal Alea bukanlah orang yang tidak tahu bahwa Ardhan sudah memiliki seorang kekasih yang begitu dicintainya.Kenapa dengannya? Apa dia sudah jatuh cinta pada pria yang tidak berperasaan itu?Moodnya jadi begitu berantakan dan ingin sekali membuat berantakan benda-benda di sekitarnya. Namun Alea bisa menahan diri. Untuk apa juga menambahi kekonyolan, toh nanti dia juga yang repot beres-beres.“Kau tidak membuat sarapan?” Ardhan melihat Alea yang baru keluar kamar tapi sudah rapi itu.“Enggak, masih ada risol di kulkas. Kakak bisa masukin ke microwife sebentar” tukas Alea mengambil sepatu di rak sepatu dan sibuk menggenakannya.Sepagi ini yang ditanya sarapan, bukannya menyapa dan menanyakan kabarnya. Apa bagi pria itu Alea hanya tukang masak dan beres-beres rumahnya? Masak kalau dimakan juga