Hangatnya matahari pagi, membangunkan Dave dari peraduaannya. Semangat yang mengairahkan harinya pagi ini, membuat Dave bersenandung kecil sejak dari bangun dari tempat tidur sampai selesai berpakaian rapi.
Suasana hati yang tengah bahagia nampak jelas di wajahnya yang secerah mentari. Senyumnya mengembang kala melihat Rachel begitu membuka pintu kamar.
"Eoh. Baru mau aku bangunkan. Sudah rapi dan wangi saja kamu," ujar Rachel saat melihat penampilan Dave yang menyegarkan mata.
Dave hanya tertawa kecil sambil mengusap rambutnya kala mendengar pujian kecil dari istrinya. Ia ingin mengajak Rachel bicara sedikit lama. Namun saat melihat Rachel nampak buru-buru berlalu dari hadapannya, Dave lebih memilih mengekor di belakang.
Rachel kini tengah sibuk meracik bahan makanan di dapur untuk sarapan mereka berdua.
"Bikin sarapan yang simpel aja, Hel. Inget kata dokter, kamu ngga
Namun semua itu hanyalah angan Rachel yang sekelebat terlintas dalam benaknya. Nyatanya ia hanya memasang tampang sendu sambil mengusap perutnya yang masih rata."Maaf, tapi sepertinya kita harus mengakhiri keributan ini. Saya hanya tidak ingin anak saya merasa tidak nyaman karena ibunya berdebat dengan sesama rekan kerjanya.""Anak? Anak siapa yang mbak maksud?" gumam Dewi nampak bingung.Dewi sontak menutup mulutnya saat menyadari maksud gerakan tangan Rachel."Mbak lagi hamil?" tanya Dewi memastikan."Betul sekali."Rachel mengangguk. Melihat keterkejutan di wajah Dewi, ia pun mengulas senyum tipis."Jadi menurut mbak apa saya masih bisa mencari perhatian dalam kondisi berbadan dua begini? Tidak, Mbak. Saya akan lebih memilih berada di sisi bapaknya anak ini," tutur Rachel dengan wajah penuh keyakinan."Oh. J
Rachel seketika terdiam membisu. Ia tidak menyangka Alex akan berkata seperti itu. Sejenak ia meragu. Apakah mungkin anak yang di kandung ini bukan anaknya Dave, melainkan anaknya Alex. Rachel mengeleng pelan. Menghapus keraguan dalam benaknya. Ia lebih yakin jika Dave-lah ayah dari anaknya. "Tentu. Jangan asal bicara kamu, Lex. Kamu tidak mungkin ayahnya," kekeh Rachel sambil mengelus perutnya. "Apanya yang tidak mungkin?—" Alex mendadak tersenyum miring. "Kau lupa atau pura-pura lupa kebersamaan kita sebulan yang lalu? Tidak mungkin bukan kamu melupakan kenangan bersejarah kita waktu itu?" Rachel mendadak bungkam. Kenangan yang tidak ingin diingatnya dan telah terhapus dalam memorinya seketika kembali muncul. "Kenangan? Kau tidak pantas menyebutkan kenangan. Bagiku kesalahan yang kita perbuat waktu itu bagaikan mimpi
"Kamu bilang apa tadi?"Dave bukannya tidak mendengar perkataan Rachel, tapi ia hanya ingin memastikan pendengarannya salah dan tidak berfungsi saat ini."Ceraikan aku secepatnya, Dave."Tak ada angin maupun hujan, tiba-tiba saja Rachel meminta cerai pada suaminya. Dave seketika mengernyitkan dahi, menatap Rachel bingung."Kamu bercanda ya? Ini nggak lucu, Hel.""Apa perkataanku ini terdengar gurauan bagimu?"Mendengar nada suara istrinya yang terdengar serius, Dave kini benar-benar yakin kalau istrinya sedang tidak bercanda. Otaknya seketika berpikir keras. Kesalahan apa yang telah diperbuatnya hingga Rachel tiba-tiba meminta cerai.Melihat suaminya diam saja, Rachel kembali melanjutkan perkataannya."Aku sudah memikirkan ini sejak lama. Kita seharusnya memang sudah berpisah dari beberapa bulan yang lalu
Dave mengambil ponsel dari saku celananya. Menekan-nekan layar kemudian mendekatkan telepon ke telinga seperti tengah menghubungi seseorang. Di lain tempat, seorang wanita tengah mengulas senyum manis saat melihat tamu yang datang. "Pesanan atas nama Dewi," ujar pengantar paket sambil membaca tulisan stiker pada kotak yang ada di tangannya. "Iya, saya Dewi." Dewi yang sudah menunggu lama itu, lantas menyambar kotak makanan. Kemudian membawa masuk ke dalam rumah. Wajahnya terlihat sudah tidak sabar untuk mencicipi makanan yang di belinya. Tangan Dewi perlahan bergerak menyendokkan makanan sambil membuka mulutnya lebar-lebar. Ketika sendok sudah di depan mulutnya, tiba-tiba saja perutnya terasa mual. Seperti ingin memuntahkan sesuatu di dalam perutnya. Wanita itu lantas bangkit dari tempat duduknya. Dan tepat saat itu ponselnya tiba- tiba berb
Rachel menoleh ketika lengannya di pegangi oleh Dewi. "Pak Alex sekarang belum datang, Mbak. Kemungkinan beliau datang terlambat karena meeting kemarin selesai sampai hampir larut malam," ujar Dewi memberitahu. Rachel memandang wajah Dewi dengan tatapan penuh tanda tanya. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Dewi hari ini. Terlebih Dewi berbicara dengan sangat pelan, nyaris setengah berbisik. Rachel mengeleng pelan sembari menepis tanda tanya yang mendadak muncul dalam benaknya. Sebagai sekertaris pribadi Alex sangat wajar kalau Dewi mengetahui dengan detail agenda kerja bosnya itu. "Terima kasih infonya ya, Mbak. Kalau begitu nanti saja saya izinnya kalau pak Alexnya sudah datang," balas Rachel sembari tersenyum simpul. Dewi mengangguk singkat tanpa menoleh ke arah Rachel. Ia juga tidak lantas pergi saat Rachel sibuk kembali dengan pekerjaannya.
Sejam yang lalu...Dave berjalan mendekati ranjang tempat Rachel berbaring. Mata greynya menatap sendu wajah sang istri. Kemudian beralih ke arah perutnya yang nampak mulai buncit.Tidak berselang lama, jari jemari Rachel bergerak pelan bersamaan dengan kelopak matanya yang perlahan mulai terbuka."Akhirnya kamu siuman juga," gumam Dave seraya menghela napas lega.Rachel mengejapkan mata sembari mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Ia merasa asing dengan ruangan tempatnya berada sekarang."Kita ada di mana, Dave?" tanyanya sembari menoleh ke arah Dave."Rumah sakit.""Rumah sakit?" ulang Rachel sembari mengerutkan kening.Rachel sontak membuka mulutnya sembari memandang Dave penuh tanda tanya. Ingatannya kembali berputar kala ia melihat darah menetes keluar dari bawah tubuhnya. Kalau tidak salah, dirinya baru
Begitu sampai di lobby rumah sakit, Dave langsung menemui seorang wanita yang datang dengan membawa ranjang buah di kedua tangannya."Dewi..."Wanita yang di panggil Dewi itu pun menoleh. Seketika ia tersenyum cerah saat Dave datang mendekatinya."Maaf kalau saya langsung kemari tanpa memberitahu dulu. Soalnya saya hanya punya waktu saat jam makan siang saja," ucap Dewi seraya membungkuk hormat.Dave mengangguk sekilas. Ia mengosok-gosokan dagunya sembari menatap Dewi. Wajahnya nampak serius seperti tengah berpikir sesuatu."Apa ada sesuatu yang sangat penting sampai kamu repot-repot datang kesini?" tanya Dave tanpa basa-basi."Sepertinya anda telah salah paham. Saya datang kemari untuk menemui Rachel," balas Dewi menjelaskan maksud kedatangannya."Oh. Mau bertemu istri saya—"Kini telapak tangan Dave berpindah
Di dalam ruangan putih berukuran dua puluh empat meter persegi, berdiri dua orang lelaki yang nampak sangat canggung satu sama lainnya. Kepala kedua lelaki itu tengah tertuju pada sesosok wanita yang tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Dave menatap tajam ke arah Alex dan Rachel secara bergantian. Rachel hanya bisa menundukkan kepala. Entah mengapa ia tidak sanggup untuk bertatapan mata langsung dengan Dave. Sedangkan, Alex nampak kesal melihat kedatangan Dave yang mendadak baginya. "Sepertinya kedatangan anda kemari bukan untuk berkunjung secara baik-baik. Jadi tidak salah bukan kalau saya mengusir anda dari sini sekarang juga?" Pertanyaan Dave jelas sekali di tujukan untuk Alex, walau matanya memandang tajam ke arah Rachel. Melihat hal itu, Alex mendesis pelan sembari melirik ke Rachel. "Tidak perlu kau usir pun, saya juga akan pergi sendiri dari