"Menurut kamu taruh mana?" tanya Haidar."Paling ikut mama," jawab Ciara. "Kalau sudah tahu kenapa nanya?" "Ditanyain gitu aja sewot!" "Ocyang naruh Mbum di atas kompor, percaya gak?" ledek Haidar. "Iishh! Yang bener aja! Leher Isbay udah pegel ini jangan nambahin beban!" seru Ciara. "Oohh, lehernya pegel. Sini Om pijit pakai bibir!" Haidar menenggelamkan kepala Ciara dalam dekapan kuatnya. Ciara tampak memberontak, bukannya tidak mau melayani tujuan suami, tetapi khawatir dengan Uda yang masih belum jelas. "Apaan, sih? Kak Uda di mana? Belum tenang ini." "Aman, ya nggak mungkin juga darah daging sendiri kok ditaruh atas kompor." Haidar terkekeh kecil sembari berbisik. "Ssstt, jadi inget. Nabi Ibrahim tuh pernah mau menyembelih Nabi Ismail," kilah Ciara. "Beda kasus dong, Sayang! Aaaahh kamu ini ngebandinginnya kok ke situ. Gak paslah," sahut Haidar. "Lalu, Kak Uda di mana?" Niatnya, Haidar ke situ untuk memperpulas tidur istrinya. Akan tetapi, sebuah jalur panjang menyapa
"Kembali ke diri sendiri ... mau milih yang mana," kata Haidar. "Ouuh, sebenarnya pihak wewenang teratas tetap diri sendiri, tapi Oc. Jika bernadzar dengan seseorang, tapi ternyata tidak ditepati? Nah, kayak kasusnya sahabat kita ini kan gara-gara janjinya Segara punjernya, terus ujung-ujungnya perjodohan. Haduuh, kalo yang Rasa ... fix sebenarnya kalau saran aku gak diterima perjodohan dari pihak guru dan orang tua, tapi tetep pakai sopan santun." "Segara emang pernah janji, dan ... ini menyakiti perempuan sih kalau gak ditepati. Bisa-bisanya Segara selalai itu! Pantas aja kalau pihak keluarga Segera juga minta perjodohan." Akibat sebuah janji yang terlupakan oleh Segera, kini bentrok antara keluarga Rasa dengan Segara. Keadaannya saat ini Segera sudah melamar Rasa. Keduanya kini bermasalah dengan perjodohan. Dari Rasa, Tiba-tiba datang orang yang dulu sangat dicintai, datang ke rumah karena dijodohkan oleh kyai Rasa dan laki-laki tersebut, sedangkan keluarga Rasa sudah tahu anakny
"Bilang gini 'kamu mau dibeliin apa, Sayang?' hahaha." "Hahaha, bisa aja. Kamu mau dibeliin apa, Sayang?" Haidar pun terkekeh dan menirukan apa yang diinginkan istrinya. "Yaaaahahaha, diturutin beneran. Mau satu ruang di rumah ini khusus ruang novel fiksi! Kalau yang tempat buku dan kitab-kitab lain kan udah ada, mau nurutin gak?" tanya Ciara. "Turutin, dong. Besok Ocyang hubungi orang-orang yang bertugas di bidang ini. Kamu ingin di ruangan bagian mana, hmm? Pengen manfaatin di ruangan rumah ini yang masih kosong atau buat lagi ruangan baru, seperti rumah baru khusus fiksi, bagaimana?" "Masyaallah, suwun. Njenengan selalu menawarkan yang lebih baik saat aku meminta sesuatu, mintanya 1 diberi 10," ungkap kagum Ciara. "Bagiku, kebahagiaanmu ialah cita-citaku yang ukurannya tak sekedar setinggi bukit, melainkan setinggi langit. Apa salahnya matahari bekerja sepanjang masa? Apa salahnya bulan menerangi semesta dalam gulita? Semua benar, bukan? Lalu, untuk apa aku tidak bergerak untu
Bab 70. Seluas Angkasa "Aaaa, mikirnya pasti yang itu!" celetuk Ciara. "Mikir yang itu apaa, Sayang?" "Gak usah sok bodoh gitu!" "Oke, gamblang. Kamu minta jatah anggota bawah, kan?" tanya Ciara. "Hahaha, iyalah. Udah rindu, emangnya Ocyang gak rindu?" tanya balik Ciara. "Rindu dong, gas yok!" "Sebentar, dunia kita tidak hanya berdua saja, kita pastikan dulu anak-anak beneran udah pules tidur, udah nyaman." Katanya, bahagia itu sederhana. Seseorang akan mudah mengatakan 'bahagia itu sederhana', saat hatinya dalam keadaan tertata, syukurnya ada dan memang keadaannya sedang bahagia. Lain, ketika seseorang yang sedang berperang dengan perasaan, mendapat tekanan, tidak semudah itu kata 'bahagia itu sederhana' diterima untuknya. Kalau dalam dunia ngegombal, 'mendapatkan kamu aja sulit, apalagi membahagiakanmu? Butuh cara elit'. ***ENAM BULAN NURILHUDA, SYAMSIDDHUHA, BADRIDDUJA. "Sayang, jika cintaku untuk kamu seluas angkasa, kurang tidak?" tanya Haidar. "Aku selalu menerima a
"Haahaha, pengen Ocyang makan cemburuannya!" "Serius, iih! Isbay gak suka liat Ocyang kayak gini," Pagi yang menggemaskan, setelah semalam tidur nyenyak, Ciara ingin testimoni suaminya. Yang ada, bikin emosi lagi. Tiara disebut kembali, membuat cemburunya Ciara kambuh. "Mammm," kata Uda. "Iya mam, enak kan, Mbum? "Ayo, Mbum semuanya, semangat. Kak Uda, Abang Uda, Adik Uja, yang lahap ya." Waktunya Mbum makan. Ketiganya didudukkan di tempat biasanya. Begitu pintar masing-masing makan sendiri. Tiara terkagum-kagum sampai berpikir untuk masa depannya mengenai anak kembar. "Aaaaa, cutenya makan sendiri. Kira-kira nanti Tiara bisa punya kembar kayak Kakak gak sih, menurut Kakak?" tanya Tiara. "Tiara Tiara, haha. Ada kemungkinan, kamu mau nikah muda?" "Gaklah. Abis lulus kuliah aja." Tiara membelai kepala si Mbum. "Ewuuueee, mmmm, huooooooooooeeeee!" "Astaghfirullah, makanan Abang ditumpahin Kakak. Abi, ambilin tisu Bi. Sama tolong buatin lagi buat Abang, udah tumpah semua ini."
"Huaaaaaaaa! Atut!" "Huaaaaa!" "Tenang Sayang, gak apa-apa ini mati lampu aja kok. Ya Allah, yang dua kaget itu. Oc, segera ke sana!" perintah Ciara yang sedang memangku putranya. "Adik, atut!" kata Uja. "Jangan takut gelap, karena gelap melindungi ...." Ciara menyanyikan lagu tersebut untuk menenangkan Uja sembari menyalakan senter ponsel kemudian ikut ke ruangan kamarnya kembar tiga. Sita dan Bunder juga gerak cepat, satu ke kamar khawatir dengan cucunya, satunya mengecek listrik. Ternyata hanya meleset saja, setelah dibenahi oleh Bunder, keadaan kembali terang. "Alhamdulillah, sudah terang lagi." "Hoeeeeee!" Uda besorak gembira. Karena terbangun, mereka sulit tidur kembali. Ketiganya sibuk mengambil mainan. Ciara dan Haidar membiarkan sebentar lalu mengajaknya untuk tidur kembali."Besok anak-anak kita ajak ziaroh, yuk Oc!" ajak Ciara. "Asal kamu udah nggak sakit perutnya," jawab Haidar. "Aman, udah sembuh kok." "Ama Ibu." Uda dan Uja rebutan Ciara. "Kaka!""Adik!"'"Ab
"Aty Ening!" teriak Uda. Bening pun melambaikan tangan. Ya, meskipun sudah sekuat tenaga menghilangkan perasaan cintanya untuk Haidar, tetap saja setiap bertemu masih ada daya tarik yang menyelimuti. Akhir-akhir ini, apalagi setelah kasus viral di media sosial, Bening berusaha sembunyikan dari keluarga Haidar. Bahkan, keluar juga dari perusahaan, tetapi tetap sering bertemu karena pertemuan antara perusahaan. "Assalamu'alaikum, Kakak Uda. Ibu di mana?" tanya Bening. "Wa'alaikumsalaam, Aunty. Ehmm, Ciara duduk di sana." Haidar menunjukkan arah duduknya Ciara. Dengan sikap pemberaninya, Uha berjalan lari mencari Uda dan Haidar. Mau digendong Ciara juga tidak mau. Anak yang satu ini memang anaknya pemberani, lebih peka, mandiri, suka mengalah, pelebur pertengkaran, tetapi sekali punya keinginan dia akan nekat entah caranya sudah benar atau belum. SYAMSIDDHUHA punya jiwa pahlawan, layaknya cahaya matahari di waktu dhuha, yang sedang ikut berjuang memberi kehangatan. "Abi, Abi, Abi!"
Haidar: "Hah? Apa, Sayang?" Ciara: "Di dalam dasarnya aku." Haidar: "Ya ampun, kenapa disembunyikan, sebentar Ocyang lapor dokter dulu." Ciara: "Ga perlu, karena dokternya ialah njenengan sendiri." Haidar: "Maksud kamu apa, sih Sayang?" Ciara: "Sakit hati liat Kak Uda digendong Bening. Ocyang jahat malah berduaan sama Bening! Kak Uda itu anak aku, bukan anaknya Bening!" Haidar: "Ehmmm, jadi sakit yang disembunyikan itu cemburu?" Ciara: "Sakit banget rasanya." Haidar: "Ngapunten ya, itu bukan berduaan, Sayang. Kebetulan berpapasan, karena Kak Uda takut waktu Abang Uha jatuh, jadilah dia minta gendong. Jangan semuanya kamu masukkan dalam pikiran tajam dong, Sayang. Akibatnya kamu drop, Oc yang gak ingin ini terjadi. Love you, cukup dengan kamu saja gak usah ada embel-embel yang lain. Ciara: "Wahh, aduin sakit hati malah dinasihati (love) Haidar: "Maaf kalau terlalu menggurui."Ciara: "Hahaha, tidak perlu minta maaf karena aku memang murid njenengan."Haidar: "Kurang ... kamu i