Bab 70. Seluas Angkasa "Aaaa, mikirnya pasti yang itu!" celetuk Ciara. "Mikir yang itu apaa, Sayang?" "Gak usah sok bodoh gitu!" "Oke, gamblang. Kamu minta jatah anggota bawah, kan?" tanya Ciara. "Hahaha, iyalah. Udah rindu, emangnya Ocyang gak rindu?" tanya balik Ciara. "Rindu dong, gas yok!" "Sebentar, dunia kita tidak hanya berdua saja, kita pastikan dulu anak-anak beneran udah pules tidur, udah nyaman." Katanya, bahagia itu sederhana. Seseorang akan mudah mengatakan 'bahagia itu sederhana', saat hatinya dalam keadaan tertata, syukurnya ada dan memang keadaannya sedang bahagia. Lain, ketika seseorang yang sedang berperang dengan perasaan, mendapat tekanan, tidak semudah itu kata 'bahagia itu sederhana' diterima untuknya. Kalau dalam dunia ngegombal, 'mendapatkan kamu aja sulit, apalagi membahagiakanmu? Butuh cara elit'. ***ENAM BULAN NURILHUDA, SYAMSIDDHUHA, BADRIDDUJA. "Sayang, jika cintaku untuk kamu seluas angkasa, kurang tidak?" tanya Haidar. "Aku selalu menerima a
"Haahaha, pengen Ocyang makan cemburuannya!" "Serius, iih! Isbay gak suka liat Ocyang kayak gini," Pagi yang menggemaskan, setelah semalam tidur nyenyak, Ciara ingin testimoni suaminya. Yang ada, bikin emosi lagi. Tiara disebut kembali, membuat cemburunya Ciara kambuh. "Mammm," kata Uda. "Iya mam, enak kan, Mbum? "Ayo, Mbum semuanya, semangat. Kak Uda, Abang Uda, Adik Uja, yang lahap ya." Waktunya Mbum makan. Ketiganya didudukkan di tempat biasanya. Begitu pintar masing-masing makan sendiri. Tiara terkagum-kagum sampai berpikir untuk masa depannya mengenai anak kembar. "Aaaaa, cutenya makan sendiri. Kira-kira nanti Tiara bisa punya kembar kayak Kakak gak sih, menurut Kakak?" tanya Tiara. "Tiara Tiara, haha. Ada kemungkinan, kamu mau nikah muda?" "Gaklah. Abis lulus kuliah aja." Tiara membelai kepala si Mbum. "Ewuuueee, mmmm, huooooooooooeeeee!" "Astaghfirullah, makanan Abang ditumpahin Kakak. Abi, ambilin tisu Bi. Sama tolong buatin lagi buat Abang, udah tumpah semua ini."
"Huaaaaaaaa! Atut!" "Huaaaaa!" "Tenang Sayang, gak apa-apa ini mati lampu aja kok. Ya Allah, yang dua kaget itu. Oc, segera ke sana!" perintah Ciara yang sedang memangku putranya. "Adik, atut!" kata Uja. "Jangan takut gelap, karena gelap melindungi ...." Ciara menyanyikan lagu tersebut untuk menenangkan Uja sembari menyalakan senter ponsel kemudian ikut ke ruangan kamarnya kembar tiga. Sita dan Bunder juga gerak cepat, satu ke kamar khawatir dengan cucunya, satunya mengecek listrik. Ternyata hanya meleset saja, setelah dibenahi oleh Bunder, keadaan kembali terang. "Alhamdulillah, sudah terang lagi." "Hoeeeeee!" Uda besorak gembira. Karena terbangun, mereka sulit tidur kembali. Ketiganya sibuk mengambil mainan. Ciara dan Haidar membiarkan sebentar lalu mengajaknya untuk tidur kembali."Besok anak-anak kita ajak ziaroh, yuk Oc!" ajak Ciara. "Asal kamu udah nggak sakit perutnya," jawab Haidar. "Aman, udah sembuh kok." "Ama Ibu." Uda dan Uja rebutan Ciara. "Kaka!""Adik!"'"Ab
"Aty Ening!" teriak Uda. Bening pun melambaikan tangan. Ya, meskipun sudah sekuat tenaga menghilangkan perasaan cintanya untuk Haidar, tetap saja setiap bertemu masih ada daya tarik yang menyelimuti. Akhir-akhir ini, apalagi setelah kasus viral di media sosial, Bening berusaha sembunyikan dari keluarga Haidar. Bahkan, keluar juga dari perusahaan, tetapi tetap sering bertemu karena pertemuan antara perusahaan. "Assalamu'alaikum, Kakak Uda. Ibu di mana?" tanya Bening. "Wa'alaikumsalaam, Aunty. Ehmm, Ciara duduk di sana." Haidar menunjukkan arah duduknya Ciara. Dengan sikap pemberaninya, Uha berjalan lari mencari Uda dan Haidar. Mau digendong Ciara juga tidak mau. Anak yang satu ini memang anaknya pemberani, lebih peka, mandiri, suka mengalah, pelebur pertengkaran, tetapi sekali punya keinginan dia akan nekat entah caranya sudah benar atau belum. SYAMSIDDHUHA punya jiwa pahlawan, layaknya cahaya matahari di waktu dhuha, yang sedang ikut berjuang memberi kehangatan. "Abi, Abi, Abi!"
Haidar: "Hah? Apa, Sayang?" Ciara: "Di dalam dasarnya aku." Haidar: "Ya ampun, kenapa disembunyikan, sebentar Ocyang lapor dokter dulu." Ciara: "Ga perlu, karena dokternya ialah njenengan sendiri." Haidar: "Maksud kamu apa, sih Sayang?" Ciara: "Sakit hati liat Kak Uda digendong Bening. Ocyang jahat malah berduaan sama Bening! Kak Uda itu anak aku, bukan anaknya Bening!" Haidar: "Ehmmm, jadi sakit yang disembunyikan itu cemburu?" Ciara: "Sakit banget rasanya." Haidar: "Ngapunten ya, itu bukan berduaan, Sayang. Kebetulan berpapasan, karena Kak Uda takut waktu Abang Uha jatuh, jadilah dia minta gendong. Jangan semuanya kamu masukkan dalam pikiran tajam dong, Sayang. Akibatnya kamu drop, Oc yang gak ingin ini terjadi. Love you, cukup dengan kamu saja gak usah ada embel-embel yang lain. Ciara: "Wahh, aduin sakit hati malah dinasihati (love) Haidar: "Maaf kalau terlalu menggurui."Ciara: "Hahaha, tidak perlu minta maaf karena aku memang murid njenengan."Haidar: "Kurang ... kamu i
"Suudd, entar panjang kalau sama mereka. Kamu aja yang milih," saran Haidar. "Aku pilihnya ... yang kanan lebih favorit," jawab Ciara. "Isbay, tiba-tiba ingin cium bibir kamu," bisik Haidar. "Heh! Gak pas waktunya, tahan! Hahaha." Ciara terkekeh geli. "Iya, lagian cuma pengen doang bukan ngajak. Ciee yang ngiranya ngajak, PD banget ya Ibu Ciara," ledek Haidar. Ciara melotot. "Hhh, jangan pancing emosi aku di depan anak-anak!" "Masyaallah, liat Ibu, Nak. Hari ini cantik banget ya," goda Haidar. "Ibu antik alu," sahut Uda. "Tuh, si generasi sweet aja mengakui. Cantik selalu ya, Kak." "Antik anget!" imbuh Uja. "Masyaallah, kata Adik juga cantik banget. Mmm, udah sampai nih di warung bakso. Siapa yang tidak mau bakso?" "Au mua, Ibu!" Ketiganya malah berebut bicara untuk menyatakan bahwa mereka mau. Keluarga bakso, semuanya suka makan bakso tanpa terkecuali terutama para Mbum. Pantas saja pipi mereka seperti bakso, membuat yang berhadapan selalu ingin mencubit. *** "First time
"Ada hati yang menunggu untuk dipeluk," kata Haidar. "Hsstt, dingin banget emang malam ini." "Makanya Ocyang peluk erat, supaya anget." Haidar melingkapkan selimutnya. "Kenapa pelukanmu sangat menenteramkan?" tanya Ciara. Adegan budak cinta dimulai. Dengan barisan kata yang seakan mereka main film. Mereka saling sambung kata dengan susunannya yang begitu manis. Menikmati angin malam yang menerbangkan vibes pelukan halal yang terbumbui roda mentari. "Karena kamu mencintaiku." Haidar memijat perlahan tubuh mungil istrinya. Ciara hampir berteriak kaget karena tangan Haidar yang secara tiba-tiba menyentuh area yang bikin Ciara geli. " Aaaa ... apakah kenyamanan selalu didasarkan oleh rasa cinta?" "Iya," jawab Haidar. "Buktinya?" timpal Ciara. "Tanyakan pada diri kamu sendiri." "Diri aku menjawab, kenyamanan tidak didasarkan pada rasa cinta." Pertengahan diskusi raga yang menggelora. Nafasnya sama-sama keluar dengan cepat. Mereka belum menyentuh tombol kunci atas segala pijakan
"Karena kalau yang mencetak generasi gemoy itu namanya permainan tancap bola." Ciara tertawa lepas. "Hahaha, kamu pengen itu sekarang?" tanya Haidar. "Belum, masih pengen ngobrol dulu." "Masih mau ngobrol apalagi, hmm? Istriku ini hobi banget kalau ngobrol berdua," sahut Haidar. "Apa salah?" "Ya, nggak dong, malah berpahala. Justru sangat bersyukur, coba buka ingatan kamu. Tau kan? Ocyang ini spek dingin untuk perempuan dalam urusan cinta waktu sebelum menikah. Kalau gak dingin, gak mungkin papa nekat juga. Bener sih waktu ceramah suka gombal, tapi gombalnya kan kalau kamu saksikan tuh di video-video yang sebelum aku nikah sama kamu, gak ada gombalan yang tertuju ke orangnya, palingan kalau yang modelan tertuju ke orang lain, yaa untuk calonku kelak gitu. Kamu saksi dinginku, maka kamu juga penikmat hangatku." "Hhh, nggih. Kesal banget kalau ingat waktu itu! Sakitnya dalem, di luar ekspetasi!" keluh Ciara. "Hehe, kamu belum maafin Ocyang?" "Udah kok, maksud Isbay kecewa aja di