Wajahku makin pias dan dingin. Asmi beneran acuh tak acuh sekarang."Jadi mau saya potong atau bayar sekarang, Pak?" tanya petugas PLN itu lagi."Bentar Pak, bentar aja, saya mau ke rumah ibu saya dulu, deket kok."Cepat aku berlari ke kontrakan ibu."Buuu!! Buu!!"Ibu membuka pintu, "apa sih kamu Hasan? Teriak-teriak.""Ibu punya uang gak, Bu? Listrik di rumah mau diputus," tanyaku tanpa basa-basi."Hah mau diputus? Emang berapa bulan gak bayar? Dan butuh berapa?" cecar Ibu."Kalau gak salah sejuta dua ratusan, Bu.""Hah?! Kamu ngomong apaan sih Sandi? Mana ada Ibu duit segitu."Aku makin resah."Ya ampun Bu, terus ini gimana? Masa iya Hasan biarin listriknya diputus sih?""Ya gimana? Orang Ibu gak ada duit San, mana sih orangnya? Biar Ibu yang ngomong." Ibu pun bergegas jalan ke rumahku, aku mengekor. Petugas PLN itu masih duduk di kursi teras."Pak, apa gak bisa kasih kami waktu lagi? Besok kami pasti bakal bayar itu listriknya," kata Ibuku saat kami sampai."Maaf Bu, gak bisa, sa
Asmi memutar liar bola matanya, "terserah kalau Aa mau egois," ucapnya kemudian. Asmi lalu pergi ke kamar mandi.Setelah pembicaraan itu aku pikir akan selesai sedikit masalah kami, tahunya masih belum juga.Asmi malah makin jengkel padaku yang akhirnya berujung kami saling diem-dieman lagi.Malam hari.Kondisi rumah gelap total, ya gimana? Lilin dinyalain 5 biji pun gak akan bisa nerangin rumah Asmi yang gede ini, apalagi yang lain pada nyala, alhasil kentara banget hanya rumah kami yang gelap.Tapi untung ada lilin, lumayanlah buat di kamar Hasjun mah.Malam ini ibu menginap di rumah Asmi karena mau gantiin kipasin Hasjun katanya. Alhamdulillah aku seneng, lagi-lagi di setiap musibah selalu ada hikmah. Ibuku makin perhatian dan kelihatan tulus banget sayang sama cucunya."Coba aja kemarin teh gak ada bikin ulah di kedai kopi Bu, mungkin sekarang teh Asmi teh udah bisa bayar listrik," celetuk Asmi di atas tempat tidur.Ia tengah tidur dengan ibu dan Hasjun sementara aku baru selesai
"Hasan malah bengong, ngomong," kata Mas Fatih. Aku mengerjap dan cengengesan."Mas Fatih udah pinter aja ternyata marketingnya," candaku. Sekarang Mas Fatih yang nyengir.Hari itu kami berdua pun kerja di tempat baru.-Sore hari seperti biasa pukul 5 sore kami pulang. Di terminal belum ada tanda-tanda pendapatan bakal lebih baik sih, tapi lumayanlah daripada di pasar kemaren-kemaren sepi banget.Hari pertama aja kami udah dapat 70 ribu ini, semoga besok dan seterusnya bisa dapat lebih lagi.Saat sampai di rumah ternyata ada petugas PLN sedang memperbaiki meteran listrik di rumah kami."Asmi udah pulang, Bu?" Cepat aku bertanya pada Ibu yang sedang berdiri melihat petugas bersama Hasjun."Udah tuh di dapur."Aku buru-buru masuk, Asmi sedang menyiapkan makan ternyata, gak ada yang salah cuma aku kaget aja saat melihat banyak sekali makanan di atas meja makan.Pasalnya sejak ekonomi terpuruk Asmi gak pernah lagi masak sebanyak ini, lauk nasi paling hanya 1 atau 2 macem paling banyak,
"Mas Fatih serius hafal ayat Al-Qur'an?" Mas Fatih nyengir, "dikiiit banget, sejak Mas cerai sama Andin dan segala polemik hidup pun akhirnya mulai Mas rasakan, kesepian, patah hati, marah, kecewa, kelaparan, gak punya duit dan segala macamnya, Mas sempet kayak kamu, frustasi dan menyalahkan keadaan. Tapi Mas ingat lagi, dunia ini hanya titipan 'kan? Ngapain dipusingin? Toh mereka yang sekarang sedang di atas dan punya segalanya pun gak akan terjamin akan begitu terus sampai dunia ini berakhir. Hidup ini titipan, dan hanya yang menitipikannya yang tahu hidup kita ini akan seperti apa ke depannya, jadi ... tetap sabar dan ikhlas, karena di dunia ini tugas utama kita hanya beribadah mencari ridho Tuhan," ujar Mas Fatih panjang lebar.Ya Tuhan, aku sampe malu sendiri. Padahal selama ini aku selalu menganggap diriku paling baik hanya karena aku gak pernah julitin orang, aku anggap Mas Fatih itu buruk karena dulu dia hobby nyinyir aku dan Asmi.Kuanggap kebangkrutan dan bubarnya rumah tan
"Asmiii!" Rasa cemas menyerang tubuhku, tapi rolling door nya terlalu kuat untuk dibuka dengan tangan kosong.Untunglah saat itu ada dua orang laki-laki yang lewat, cepat kumintai mereka pertolongan."Mas, Mas tolong istri saya Mas, istri saya ada di atas dia lagi teriak-teriak minta tolong tapi rolling door nya susah dibuka," ujarku tanpa jeda.Mereka berdua pun ikut panik dan berusaha membantuku membobol rolling door tersebut."Pakai batu aja, kali bisa," ucap salah seorang diantaranya, bergegas ia mencari batu yang besar lalu menggedor-gedorkannya pada rolling door itu.Tapi nihil, usaha kami sia-sia, rolling door nya terlalu susah untuk dibuka.Aku makin panik dan cemas sementara diatas samar-samar kudengar Asmi masih berteriak minta tolong. "Ayo Mas cari cara lain supaya bisa dibuka Mas, kasihan istri saya," cecarku aku lagi. "Sebentar, biar saya ambil linggis dulu ke rumah. Rumah saya dekat kok," kata pria itu, buru-buru dia berlari.3 menit kemudian dia kembali lagi dengan l
"Dia itu temen kerja Neng A, namanya Thariq, semalam Neng tugas lembur lagi sama dia tapi Neng gak pernah nyangka dia bakal berbuat sekeji itu sama, Neng," jawabnya sambil melamun kosong.Aku menghela napas berat, ternyata laki-laki itu cuma karyawan biasa, padahal sama-sama lagi kerja, kok bisa otaknya miring gitu? Dasar bedebah, omes alias otak m*sum."Emangnya Neng gak ngerasa itu si Burik ada suka sama, Neng? Biasanya kalau orang yang ada rasa itu beda gerak-geriknya, Neng."Kening Asmi mengerut, "Aa nih, namanya Thariq A, Thariq bukan Burik," protesnya kemudian.Aku ngakak tak tertahan. Habisan aku kesel sama itu laki-laki sama lagi kerja nyari duit aja pake manfaatin keadaan."Udah ah, Neng mau mandi, Aa tolong jemput Hasjun ya," katanya lagi.Aku mengangguk. Asmi segera pergi ke kamar mandi.Sampai di rumah ibu, ternyata mereka lagi pada makan."Gimana Asmi San?" tanya Bapak."Alhamdulillah udah agak baikan Pak, ternyata pelakunya itu cuma karyawan biasa, bener-bener gak habis
Tanpa menunggu lagi, setelah makan Asmi minta diantar menemui ibu pemilik warung nasi tersebut.Kami mengobrol banyak hal, sampai akhirnya Asmi deal akan membeli tempat usaha itu dengan harga 20 juta kurang 500 ribu, katanya 500 ribu itung-itung diskon untuk tambahan modal usaha kami juga."Tapi saya teh belum bawa uangnya sekarang Bu, mungkin besok baru saya bawa ke sini, kami mau gade rumah dulu," kata Asmi."Gak apa-apa Mbak Asmi, justru saya terimakasih banget sama Mbak Asmi karena udah berkenan beli lapak saya ini," balas Ibu itu sungkan.***Esok harinya Asmi kuantar ke pegadaian. Kami minjam uang 40 juta, 20 juta buat beli lapak, 20 juta lagi buat modal usahanya.Bukan cuma nasi, jadi di warung itu kita tambahin jual berbagai jenis minuman seduh, kopi-kopian dan mie instan."Semoga ya A, usaha kita lancar dan rame biar kita bisa bayar hutang tiap bulannya.""Aamiin."Setelah warung nasi itu resmi jadi milik kami, esok harinya kami langsung jualan. Hari pertama Hasjun kami titip
***Esok harinya. Kak Alfa mulai kerja di warung kami. Sampai warung Kak Alfa langsung dibriefing. "Jadi Kak Alfa teh tugasnya nanti yang layanin pembeli dan Asmi yang masak di dapur, terus nanti Kak Alfa teh bakal diajarin sama A Hasan ya, tenang aja nanti Kak Alfa juga ada jam istirahatnya kok, gantian sama A Hasan.""Ishh ck gak usahlah Kak Alfa pake istirahat segala, orang ngasih-ngasih makan orang doang mah gak berat," kata Kak Alfa sambil mengibaskan tangan."Yakin nih Kakak gak mau istirahat? Kakak belum tahu loh kerja di sini lebih berat dari nyetrika," sahutku terkekeh."Yakinlah," jawabnya mantap.Pukul 6 pagi warung mulai ramai, selain mereka beli lauk untuk sarapan di rumah, banyak juga emak-emak muda yang beli untuk bekal anak-anaknya ke sekolah.Makanya kalau pagi itu Asmi pasti masak tumis sayuran dulu, karena kasihan anak-anak sekolah kalau cuma ayam goreng dan telor katanya."Mbak Asmi, buka catering harian aja khusus buat anak-anak sekolah, jadi biar kami gak perlu p