***Esok harinya. Kak Alfa mulai kerja di warung kami. Sampai warung Kak Alfa langsung dibriefing. "Jadi Kak Alfa teh tugasnya nanti yang layanin pembeli dan Asmi yang masak di dapur, terus nanti Kak Alfa teh bakal diajarin sama A Hasan ya, tenang aja nanti Kak Alfa juga ada jam istirahatnya kok, gantian sama A Hasan.""Ishh ck gak usahlah Kak Alfa pake istirahat segala, orang ngasih-ngasih makan orang doang mah gak berat," kata Kak Alfa sambil mengibaskan tangan."Yakin nih Kakak gak mau istirahat? Kakak belum tahu loh kerja di sini lebih berat dari nyetrika," sahutku terkekeh."Yakinlah," jawabnya mantap.Pukul 6 pagi warung mulai ramai, selain mereka beli lauk untuk sarapan di rumah, banyak juga emak-emak muda yang beli untuk bekal anak-anaknya ke sekolah.Makanya kalau pagi itu Asmi pasti masak tumis sayuran dulu, karena kasihan anak-anak sekolah kalau cuma ayam goreng dan telor katanya."Mbak Asmi, buka catering harian aja khusus buat anak-anak sekolah, jadi biar kami gak perlu p
Malam hari pukul 7 warung sudah ambring, gak ada yang tersisa selain minuman seduh dan kopi rentengan.Dan kebetulan warung lagi sepi dari yang nongkrong juga, akhirnya kami cepat-cepat tutup saja."Yeee Hasjun puyaang, anak pintel, anak hebat, enggak lewel, enggak nanis, siapa dulu ayah sama bundanya," kata Kak Alfa, sepanjang jalan ia jingkrak-jingkrak sambil menimang Hasjun.Aku dan Asmi hanya menggeleng kepala saja sambil senyam-senyum ngelihatin tingkah Kak Alfa.Sampai di depan kontrakan ibu kami agak terkejut karena mendengar suara ramai di dalam rumah."Ada apa sih As? Kok di kontrakan ibu kayak rame banget orang?""Gak tahu."Cepat kami masuk."Papa? Ibu?" Asmi cepat berhambur ke arah Papa dan Ibu mertua.Pantesan di rumah ibu rame ternyata ada papa dan ibu mertua datang."Nak, kamu teh apa kabar? Katanya kamu sekarang buka warung nasi?" tanya Ibu. Asmi mengangguk, raut bahagia terpancar di wajahnya."Papa dan Ibu kapan pulang? Kok gak bilang-bilang sama Asmi?""Niat nya mau
Sampai di rumah Asmi langsung nelepon papa mertua."Udah malem Neng, tar aja besok napa.""Gak bisa A, Neng mah suka kepikiran."Hadeh ya udah kalau gitu aku gak bisa maksa."Hallo, Papa.""Iya Nak, ada apa nelepon malem-malem?""Begini Pa, jadi bapak sama ibu mertua Asmi teh 'kan punya hutang terus kontrakan yang digade nya, nah sekarang teh udah mau habis tenggang waktunya, kalau gak dibayarin hutangnya sekarang maka kontrakan bakal jadi milik mereka, tapi Asmi teh mikir lagi, sayang banget atuh ya Pa itu kontrakan meskipun sekarang gak dihuni tapi nilainya berharga banget karena warisan juga, barangkali Papa teh punya uang, Papa bisa tebus itu kontrakannya Pa, kata bapak nanti kontrakannya dibalik nama atas nama Papa kalau Papa bisa nebus mah." Asmi mulai cerita panjang lebar sementara aku mendengarkan saja sambil memeluknya dari belakang."Oh gitu, berapa emang, Neng?""Hutangnya sih 100 juta katanya.""Hah bekas apa gitu mertua Neng minjem uang sebanyak itu?"Asmi diam, "bekas ap
"Alhamdulillah Neng, Aa ikut seneng," balasku sambil jingkrak-jingkrak juga."Alhamdulillah tapi Neng teh kenapa? Kok kayak seneng banget gitu?" tanya Paman lagi."Hehe iya Paman, Neng seneng banget ini karena Neng kebetulan lagi butuh uang.""Oh pantesan, uang apa geulis emangnya?""Buat bangun lagi kontrakan mertua yang terbengkalai Paman, walau gak langsung dibangun semua ya satu-satu aja dulu gak apa-apa.""Oh atuh kalau Neng lagi butuh mah nanti pake uang Paman aja dulu, Paman juga punya walau sedikit tapi lumayanlah.""Hah serius Paman?" Asmi makin jingkrak kegirangan."Ya serius atuh Neng geulis, nanti Paman sekalian transferin aja ya.""Ya Allah terimakasih Paman terimakasih hatur nuhun pisan."Setelah bertelepon Asmi kembali melanjutkan pekerjaannya.Hari ini karena saking senengnya, Asmi akhirnya masak sambil nyetel lagu naik delman di hape."Pada hari minggu kuikut Paman ke kota naik delman istimewa kududuk dimuka jreng jreng jreng."Begitu kira-kira lirik lagu naik delman
Selesai diberi wejangan kami pulang. Di jalan Asmi ngomong."A, kok Neng ngerasa ada yang aneh ya sama Ibu.""Aneh gimana?""Gak tahu aneh aja gitu, tumben-tumbenan ibu teh pesen segala macem.""Oh mungkin karena ibu kagum sama Neng, Neng 'kan istri paket kumplit," jawabku ringan sambil mengejutkan alis sedikit.Asmi mendesah kesal, "issshh Aa nih kebiasaan bercanda mulu," katanya seraya jalan buru-buru di depanku. Aku terkekeh dan cepat menyeimbangkan langkahnya.***Esok hari.Aku setengah melonjak dari kasur saat di luar kudengar suara Kak Alfa ketok-ketok pintu kamar dengan kencang."Hasaan Asmii udah siang mau pada buka warung gak?!"Aku mengucek mata, kutengok jam dinding ternyata udah pukul 6 pagi. Sontak saja aku bangkit membuka pintu."Udah siang ya, Kak? Aduh bisa-bisanya kesiangan gini, tumben," ucapku sambil mengumpulkan nyawa."Iya udah siang ini, pantesan Kakak tunggu-tunggu kok kalian gak muncul-muncul tahunya pada kesiangan, Asmi mana?""Masih tidur tuh sama Hasjun."
Aku menggeleng, tubuhku mendadak tak enak, dan refleks saja akhirnya kaki ini berlari masuk ke dalam. Di salam Bapak tampak sedang ditenangkan oleh para tetangga, cepat kulihat ke kamar, di sana Poppy sama Mia sedang terisak sambil memeluk ibu yang sedang tidur di atas kasur."Neneeek, bangun Nek, banguun kenapa Nenek pergi ninggalin kami, Nek," isak si Mia.Tegg. Mendadak jantung ini seperti ditebas samurai panjang. Hancur, melayang dan amblas dalam waktu bersamaan.Ibu? Kenapa sama ibu? Air mata menerobos begitu saja, rasa sesak dan lemas di persedian mendadak menyerangku. Aku pun ambruk di dekat Poppy dan Mia.Sementara para tetangga cepat mengelus pundakku."Yang sabar Mas Hasan yang sabar," bisiknya pelan."Ibuuu!!" Aku refleks berteriak mengeluarkan semua rasa sesak dalam dada."Ibuu, Ibu kenapa? Maafin Hasan Bu, maafin Hasan," cecarku lirih. Kupeluk ibuku yang sudah dingin dan terbujur kaku itu."Om Hasaan, Nenek Om Nenek." Mia berhambur memelukku. Anak itu tampak sesak dan li
Setelah kepergian ibu, semua emang masih kelihatan normal tapi aku tahu, gak ada yang baik-baik aja. Semuanya kehilangan dan semuanya kebingungan."Sedih banget Kakak San, setelah ibu pergi rasanya dunia Kakak berubah 180 derajat," kata Kak Alfa sore itu. Warung sudah agak sepi dari pembeli jadi kami kadang nongkrong di bangku panjang depan warung."Kenapa sih ibu harus pergi secepat ini? Di saat Kakak belum siap," kata Kak Alfa lagi. Asmi cepat elus pundaknya."Sabar, Kak."Jangankan Kak Alfa, aku saja rasanya sulit menggambarkan perasaanku sekarang."Dulu waktu masih ada ibu walau udah usia setua ini rasanya Kakak gak pernah yang namanya pusing ngurusin urusan Mia dan Poppy sampai ke akar-akarnya, sekarang baru sadar setelah ibu gak ada, Mia udah gede, bentar lagi dia lulus sekolah mana gak mau lanjut kuliah, gak mau kerja, mau nya dia langsung nikah muda sama pacarnya," ujar Kak Alfa lagi."Hah? Si Mia itu mau udah punya pacar rupanya?" tanyaku cepat.Kak Alfa mengangguk, "Kakak s
Esok hari Pukul 4 sore Mia neleponin Kak Alfa berkali-kali."Kak angkat tuh.""Gak ah males, biarin aja biar tahu rasa itu anak, dia pikir dia bisa apa kalau ngeyel sama, Kakak?" jawab Kak Alfa sambil meriject ponselnya kesal.Kak Alfa ini emang persis banget kayak ibu, kalau udah kesel ya kesel dia.Tring tring pada hari minggu kuturut ayah ke kota.Gak aneh kalau udah denger dering begitu ya pasti itu ponsel Asmi yang bunyi.Cepat kuambil di laci."Tuh 'kan si Mia nelepon ke sini sekarang." "Eh masa? Ada apa sih itu anak? Kok neleponin terus."Kak Alfa merebut ponselnya Asmi dari tanganku, buru-buru ia menerima panggilan telepon dari Mia dan meloudspeaknya."Halo Tante, Tante, Mama sama Om kapan balik sih?" tanya Mia tanpa basa-basi."Hmm ada apa emang?" tanya Kak Alfa ketus."Mama? Tadi Mia neleponin Mama kok gak diangkat-angkat kenapa sih?""Males.""Haeh Mama ini gimana sih? Katanya kalian mau pada ketemu sama calon Mia, ini orangnya udah di depan rumah Tante Asmi, tapi mereka g