Setelah acara resepsi selesai Christian membawa kembali Alexandra ke apartemen mewahnya.
Cristian melempar tuxedo yang baru saja dia lepas ke sembarangan tempat, lalu mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu, kakinya terasa sangat pegal karena terlalu lama berdiri.Tanpa berkata-kata, Alexandra juga turut mendudukkan bobotnya di sofa yang berseberangan dengan Christian."Meski kita sudah menikah, kita akan tetap menggunakan kamar yang berbeda," ujar Christian."Baik, Tuan."Christian berdiri, sebelum melangkahkan kaki dia kembali berkata, "Jangan berani memasuki wilayah teritorialku!" Alexandra mengangguk.Alexandra pun masuk ke dalam kamarnya. Alexandra memandang dirinya di pantulan cermin meja rias, meratapi nasib menjadi istri jaminan hutang.Angan-angan akan pernikahan impiannya pun sirna dalam sekejap. Jangankan menikah dengan orang yang dia cintai, dia justru seperti istri yang tak dianggap.Alexandra menghela nafas panjang untuk mengisi rongga dadanya yang sesak dengan oksigen. Perlahan dia menghapus make up yang seharian ini membuatnya bak menjadi ratu kerajaan."Aduh. Kenapa sulit sekali."Alexandra mencoba membuka resleting gaun pernikahannya, namun sepertinya benda itu macet, entah tersangkut.Dengan ragu-ragu, dia mendatangi kamar Christian."Benar ini kamarnya, 'kan?" gumam Alexandra.Satu, dua, tiga, Alexandra mengetuk pintu setelah menarik nafas dan juga menghitung dalam hati."Ada apa?" tanya Christian dengan ketus.Alexandra tak mampu memandang wajah Christian, dia menunduk dan menganyam jemarinya karena takut."Maaf, Tuan. Boleh saya minta tolong? Saya kesulitan membuka resleting gaun ini, tolong bantu saya untuk membukanya," ucap Alexandra."Menyusahkan sekali," kesal Christian.Alexandra bergeming."Tunggu apa lagi? Kamu ingin aku membukanya di sini?" ketus Christian."Baiklah kalau begitu," imbuh Christian.Alexandra menyilangkan tangan menutupi dada seraya berkata, "Tidak, Tuan."Bergegas gadis berusia 21 tahun itu memasuki kamarnya, disusul Christian yang menutup pintu kamar itu.Alexandra menyibakkan rambut panjangnya yang telah berhasil dilepas dari gelungannya. Gadis itu seperti mengabaikan jika Christian adalah seorang pria dewasa.Terlihat jelas tengkuk Alexandra, membuat Christian dengan susah payah menelan salivanya.Perlahan Christian menurunkan resleting gaun istrinya, sayangnya resleting itu memang sedikit macet, dia menambah sedikit tenaga untuk membukanya, alhasil bahu atas dan punggung Alexandra terekspos sempurna.Ada gelayar aneh dalam diri Christian yang mendorongnya untuk mendekat, lalu tanpa permisi mengecup bahu Alexandra.Mendapat serangan yang mendadak, reflek Alexandra memutar tubuhnya, menghadap ke arah Christian.Siapa sangka gaun itu terinjak kakinya sendiri, menyebabkan keseimbangan tubuh Alexandra goyah. Tanpa sengaja dia mendorong tubuh Christian. Keduanya terjatuh ke atas ranjang dengan posisi Alexandra berada di atas tubuh Christian.Alexandra yang panik berusaha berdiri dengan memegang gaunya di bagian dada."Ma-afkan saya, Tuan. Saya tidak sengaja."Christian justru menarik tubuh Alexandra, dalam hitungan detik gadis itu sudah berada di bawah kungkungannya."Dasar gadis tengil, kamu mencoba menggodaku, hah?"Christian menatap Alexandra, perlahan tapi pasti pria itu mendekatkan wajahnya pada Alexandra.Bagai terhipnotis oleh pesona Christian, Alexandra memejamkan matanya.Christian tersenyum tipis melihat Alexandra yang memejamkan matanya.Satu detik, dua detik, tiga detik, tak juga Alexandra merasakan sentuhan di bibirnya.Hingga akhirnya Alexandra membuka mata, Christian menyeringai lalu menoyor keningnya."Apa yang kamu pikirkan? Dasar bocah tengil." Christian berdiri dari posisinya."Lihatlah, bahkan dadamu saja tak sampai setengah dari genggamanku." Reflek Alexandra menutupi dadanya, gaun yang dia kenakan memang sedikit melorot.Christian menyeringai, lalu meninggalkan Alexandra yang ingin memuntahkan sumpah serapah karena telah mengomentari aset berharganya."Tuan Christian!" pekik Gadis itu tepat setelah Christian menutup pintu kamarnya."Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kamu mikir apa, Alexa."Alexandra merutuki kebodohannya seraya memukul-mukul kepalanya. Dia menyesali kepercayaan dirinya bahwa Christian akan menciumnya."Sungguh memalukan!" Alexandra memaki dirinya sendiri, menutup wajahnya dengan kedua tangannya.Sedangkan di luar kamar, senyum Christian terbit walau hanya selebar bulan sabit di awal bulan."Ada apa, Tuan? Sepertinya tadi Nyonya Alexandra berteriak."Christian yang terkejut, segera menetralkan ekspresinya."Tidak ada. Sejak kapan kamu mengurusi urusan pribadi wanita itu?" sindir Christian."Tolong kamu selidiki hubungan Alexa dengan ibu dan kakak tirinya, jangan sampai ada yang terlewatkan," imbuh Christian sebelum Alvin bisa berkata-kata."Baik, Tuan."Christian melihat ada yang tak biasa dari interaksi Astari pada istrinya.Matahari telah menyembunyikan sinarnya, cacing-cacing di perut Alexandra berdemo meminta haknya.Alexandra keluar dari kamarnya, menarik nafas sebelum mengetuk pintu suaminya."Ada apa lagi?" suara Christian terdengar dingin.Pria itu terlihat sangat rapi dan wangi, pakaian casual menunjukkan jika dia akan bepergian."Aku ingin memasak untuk makan malam, apakah ada yang ingin Tuan makan?" Alexandra bertanya dengan ragu-ragu."Kamu makan sendiri saja, tak perlu mengurusiku, bukankah sudah jelas di dalam kontrak, kamu tak perlu melayaniku."Christian hendak menutup pintu, namun Alexandra kembali berkata, "Tuan Christian mau pergi kemana?" tanya Alexandra."Bukan urusanmu!""Tapi, Tuan …," suara Alexandra tercekat saat melihat Christian membuka mulut.Pria itu ingin memaki tapi urung, karena Alexandra terlihat sangat ketakutan."Haasss, kamu membuatku kesal saja." Christian menutup pintu kamarnya dengan kasar hingga menimbulkan suara yang nyaring.Alexandra berjalan menuju dapur, membuka kulkas. Melihat isi kulkas yang seperti hatinya–kosong–membuat Alexandra menghela nafas berat.Tak berselang lama, Christian keluar dari kamarnya. Tak mengatakan sepatah katapun pada istrinya, dia berjalan menuju pintu."Tuan!" Alexandra berjalan mendekati suaminya."Anda nanti pulang pukul berapa?" tanya AlexandraChristian melirik istrinya, "Untuk apa kamu bertanya? Itu bukan urusanmu," ketusnya.Alexandra menunduk seraya bergumam kata maaf.Tak ingin berlama-lama, Christian segera mengenakan sepatu ketsnya dan keluar dari apartemen itu.Alexandra menghela nafas, mengurai sesak di dalam dadanya. Dia mengingatkan diri sendiri untuk sadar posisi.Tak ingin berlarut-larut, Alexandra masuk ke dalam kamar mengambil ponsel dan kartu ATM, dia tak mempunyai uang cash."Semoga masih ada uang tersisa di rekening," gumam Alexandra.Alexandra berjalan menuju minimarket terdekat, sayangnya tak ada mesin ATM di minimarket itu.Alexandra merogoh kantong celananya, dia menarik nafas lega, setidaknya dia bisa membeli mie instan dengan uang lima belas ribu.Dalam keheningan, Alexandra menikmati makan malamnya. Suasana yang tak jauh berbeda di rumahnya, makan dalam kesendirian. Jika ayahnya tak ada, Alexandra tak diizinkan makan bersama dengan ibu dan kakak tirinya.Sepi!Di apartemen sebesar itu hanya ada dirinya. Tak ingin larut dalam kesendirian, Alexandra bergegas membersihkan meja makan, mencuci bersih piring kotor.Untuk mengusir kebosanan sembari menunggu suaminya pulang, Alexandra menuju ke ruang tengah, ada televisi berukuran sangat besar di sana.Alexandra menyalakan televisi lalu memilih channel yang menurutnya menarik.Alexandra melihat jam di ponsel pintarnya, pukul 23.00, tapi tak ada tanda-tanda suaminya akan pulang.Alexandra masih setia menunggu kepulangan suaminya hingga dia tertidur di sofa.Terdengar suara bel apartemen berbunyi, Alexandra segera membangunkan tubuhnya dan membukakan pintu."Tuan Christian!" Alexandra sedikit panik melihat kondisi suaminya.Betapa terkejutnya Alexandra, saat melihat Christian pulang bersama seorang wanita dalam keadaan mabuk. "Kenapa hanya melotot, cepat bantu aku memapah Chris," ucapan wanita itu.Alexandra segera membantu wanita itu untuk memapah suaminya.Alexandra ingat siapa wanita itu, wanita yang mengucapkan selamat dengan mata berkaca-kaca saat pernikahannya dengan Christian.Dengan susah payah kedua wanita itu membaringkan Christian di ranjang."Terima kasih, Nona. Anda bisa pulang sekarang, karena malam sudah sangat larut," ucap Alexandra penuh penekanan.Wanita itu mendengus, "Kamu berani mengusirku? Kamu tak tahu siapa aku?""Siapapun Anda, tidak pantas seorang wanita berada di tempat seorang pria di malam hari, terlebih pria beristri," ucap Alexandra.Wanita itu menghentakkan kaki, "Aku akan membuat perhitungan denganmu." Wanita itu berlalu meninggalkan kamar Christian dengan terus memaki tak jelas.Alexandra melepas sepasang sepatu yang dikenakan oleh, Christian. Kemudian menarik selimut
Alexandra bingung, mengapa suaminya memberinya kartu platinum itu padanya, padahal uang bulanan sudah di transfer."Untuk belanja, jika kamu butuh apa-apa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pakai saja."Dengan sedikit canggung, Alexandra menerima kartu ATM beserta kertas yang berisi pin tersebut.Christian menyodorkan ponsel canggihnya, lalu berkata, "Catat nomormu di ponsel itu."Alexandra mengambil ponsel tersebut lalu mengetikkan nomor dan juga namanya serta menyimpannya."Silakan, Tuan."Christian memeriksa nomor tersebut, lalu melakukan panggilan."Itu nomorku, simpan nomorku baik-baik.""Baik, Tuan.""Lalu, berhentilah memanggilku dengan sebutan Tuan. Kamu istriku bukan pembantuku.""Hhmm …," Alexandra menjeda kalimatnya, "saya harus memanggil Anda apa?""Sayang, Honey, Baby, Darling. Memangnya kamu tak pernah pacaran, sampai tak tahu sebutan untuk sepasang kekasih?" Alexandra menggeleng lemah. Dia memang tak pernah berpacaran, hari-harinya hanya dipenuhi dengan belajar dan
Hening kembali menyeruak, Alexandra memandang keluar jendela mobil dengan berpangku tangan.Dari spion tengah David mengintip kondisi Alexandra, memastikan bahwa istri bosnya itu dalam keadaan baik-baik saja.Mobil melesat membelah jalanan yang cukup lengang, entah berapa lama berada di jalanan, hingga mereka telah tiba di sebuah restoran."Nyonya, kita telah sampai." David mencoba membangunkan Alexandra yang tertidur.Alexandra membuka mata, lalu menggapai sisa-sisa kesadarannya."Di mana kita?" Alexandra bingung, sebab saat ini dirinya tak berada di apartemen."Pak Chris meminta Anda untuk makan siang bersama, Nyonya. Mari saya akan mengantar Anda ke dalam."Alexandra berjalan mengikuti David, pria itu mempersilakan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan privat. Di sana masih kosong, tak ada siapapun."Silakan tunggu sebentar, Nyonya. Pak Christian sedang dalam perjalanan." Alexandra tersenyum lalu mengangguk dan mengucapkan terima kasih.Alexandra berjalan menuju jendela, pandangann
Nyonya Amanda memandang remeh pada Alexandra."Itu adalah surat pernyataan yang harus kamu tanda tangani. Pergilah dari kehidupan Christian sekarang juga dan jangan pernah muncul lagi di depannya. Sebagai gantinya aku akan memberimu banyak uang, kamu tak akan kesulitan untuk memenuhi biaya hidupmu."Alexandra terperangah mendengar ucapan ibu mertuanya. Dia tidak menyangka jika ibu mertuanya akan begitu merendahkannya. Jika memang ibu mertuanya tidak setuju dengan pernikahan itu, kenapa tidak datang lebih awal sebelum pernikahan itu terjadi, itulah yang ada dalam pikiran Alexandra saat ini.Nyonya Amanda mengambil sebuah kertas cek dari dalam tasnya."Berapa yang kamu inginkan? Satu Milyar, dua milyar, atau lebih dari itu? Aku akan menulisnya sekarang." Nyonya Amanda berkata dengan sangat enteng, tanpa memikirkan hati Alexandra yang koyak karena harga dirinya terinjak-injak.Situasi macam apa ini? Kenapa kehidupannya begitu dramatis seperti di novel-novel rumah tangga yang pernah Al
Christian kembali menatap Alexandra."Maafkan aku, Mas. Hanya kata itu yang terbesit dalam otakku.""Tidak masalah, alasan yang tidak terlalu buruk. Kamu cukup bisa diandalkan rupanya!"Alexandra terdiam, tak tahu harus menanggapi seperti apa. Perkataan itu terdengar seperti pujian, tapi hatinya tak merasa senang."Hanya itu? Aku tidak yakin Ibuku hanya mengatakan hal itu saja!" Christian kembali menelisik.Ada kegelisahan yang terpancar dari air muka Alexandra."Katakan!""Nyonya Amanda memberikan syarat jika aku ingin tetap bersamamu.""Syarat? Apa itu?""Ki-ta harus memberikan cucu laki-laki untuk keluarga Hoover dalam waktu satu tahun, jika tidak aku harus meninggalkanmu. Bukankah waktunya pas sekali dengan masa perjanjian kita?" Alexandra tersenyum getir.Tidak ada perjanjian seperti itu di antara Christian dan kakeknya. Christian yakin Nyonya Amanda hanya ingin memisahkannya dengan Alexandra, kemudian menikahkannya dengan wanita pilihannya."Kamu benar sekali. Waktu yang sangat
Alexandra dan Christian kompak melihat ke arah sumber suara.Erinna!Erinna menatap nanar pada sepasang tangan yang saling mengikat. Erinna segera merubah air mukanya dan tersenyum semanis mungkin pada Christian."Sedang apa kamu di sini?" tanya Erinna, suaranya terdengar lembut."Kamu tidak lihat? Aku sedang bersama istriku, sudah pasti kami akan makan malam bersama," jawab Christian terdengar begitu dingin.Erinna menyelipkan rambut ke daun telinganya, merasa mati kutu dengan jawaban Christian. Namun, wanita itu tak habis akal untuk bisa bersama Christian."Kebetulan kalau begitu, aku juga ingin makan di sini, bagaimana kalau aku bergabung dengan kalian?"Christian mengeratkan tubuhnya pada Alexandra, kemudian memeluk tubuh ramping istrinya dari samping. Menciptakan kemesraan di antara keduanya.Meski canggung, Alexandra mencoba mengikuti permainan suaminya."Aku tidak yakin kamu akan kuat melihat kemesraan kami, Erinna.""Benar begitu, Sayang? Kamu pasti tidak setuju jika ada orang
Malam semakin beranjak, alunan musik klasik yang menggema ke seluruh sudut restoran menambah suasana di ruangan privat itu kian romantis. Setelah menghabiskan seluruh hidangan yang ada, Christian memutuskan mengakhiri sesi makan malam itu."Ada tempat yang ingin kamu kunjungi sebelum kita pulang?" tanya Christian pada istrinya."Apa boleh kita mampir ke supermarket sebentar? Bahan makanan di kulkas sudah tak ada lagi.""Tentu saja, kenapa tidak?" balas Christian.Christian melajukan kendaraannya menuju supermarket yang tak jauh dari apartemen.Sepanjang perjalanan itu, Christian kembali ke mode awal, diam dan dingin. Kemana hilangnya kehangatan yang tadi tercipta saat di restoran? Entahlah, hanya pria itu sendiri yang tahu.Melihat suaminya yang kembali menjadi papan kayu, Alexandra hanya mengikuti alur yang suaminya ciptakan, dia memandang gemerlap dan padatnya kota dari jendela kaca di samping kirinya."Kapan kamu akan berangkat kuliah?" Perta
Di sinilah sekarang Alexandra berada, di balkon kamarnya. Dengan menyilangkan kedua tangannya, Alexandra memandang keramaian kota dari ketinggian. Udara malam kota tak seberapa dinginnya dibandingkan dengan suasana apartemen mewah itu.Setelah pulang dari supermarket, Christian langsung berganti pakaian dan pergi entah kemana, tanpa sempat Alexandra bertanya.Bertanya? Bolehkah Alexandra melakukan hal itu? Entahlah. Christian benar-benar tidak bisa ditebak, pria itu terkadang hangat dan terkadang dingin.Alexandra masuk dalam lamunannya. Memikirkan bagaimana nasibnya nanti setelah menjadi janda dari seorang Christian Hoover. Kehidupan percintaan setelah dia menyandang gelar janda."Janda, ya?" Gumam Alexandra, kemudian menertawakan dirinya sendiri.Alexandra menghela nafas, berat. Alexandra melakukan peregangan agar tubuhnya lebih terasa santai."Hah." Alexandra mengeluarkan nafas sambil mengayunkan tangannya. Kemudian memegang pembatas balkon, melihat ke bawah, dan bergidik ngeri."T