Adam tersenyum puas mendengar jawaban Santi. Sepertinya didikannya selama ini membuahkan hasil, hanya perlu sedikit gertakan saja agar semua itu muncul dari dalam dirinya sendiri.Santi belajar banyak hal dari kejadian yang baru saja dialaminya. Dia bertekad akan segera menjadi sosok wanita yang layak bersanding dengan Bima. Namun ada satu ketakutan yang masih hinggap di pikirannya.“Pa …” Santi memanggil Adam dengan ragu-ragu.“Kenapa?” tanya Adam lembut. Pandangannya sudah kembali hangat, tidak seperti saat emosi tadi.“Apa aku boleh membunuh orang?” tanya Santi.“Kamu bicara apa, San?!” Bima tersentak kaget mendengar ucapan Santi.“Tentu saja boleh!” jawab Adam tegas. Bima sampai dibuat terperanjat kaget mendengarnya. “Selama kamu melakukannya dengan alasan yang tepat, Papa akan mendukungnya,” imbuhnya kemudian sehingga Bima kembali bernafas lega.“Berarti jika suatu waktu aku berada dalam keadaan yang mengharuskanku untuk membunuh, Papa akan menjadi penolongku?” tanya Bima memasti
"Papa … itu …" Santi menutup mulutnya saking terkejutnya karena itu adalah pertama kalinya dia memegang pistol. Tembakannya meleset mengenai papan yang lain."Hahaha … nggak apa-apa! Ini pertama kalinya dan kamu hampir mengenai sasaran. Untungnya di sana tidak ada orang, kalau ada mungkin saja …" Adam sengaja menggantung kalimatnya.Santi langsung menelan saliva berulang kali. Dia paham maksud dari Adam mengatakan hal tersebut."Baiklah, aku paham. Untuk latihan menembak tidak hanya membutuhkan keseriusan tapi juga fokus dan tetap tenang." Santi mengambil kesimpulan tersebut tapi malah membuat Adam tertawa."Bukan seperti itu maksud Papa. Kalau tadi ada orang disana mungkin kamu malah bisa tepat sasaran, karena bisa saja langsung kena kepalanya …" kata Adam dengan seringaiannya.Santi yang mendengar hal itu langsung merinding. Diusap kedua lengannya yang terasa meremang.Dia tak bisa membayangkan jika sampai hal tersebut terjadi tepat di depan matanya. Tekadnya memang sudah bulat untu
Hawa dingin yang semula memenuhi ruang kamar mandi tersebut akhirnya berubah menjadi panas. Peluh keringat membasahi tubuh keduanya akibat olahraga malam yang menggairahkan.Bima tidak melewatkan satu inci pun kulit istrinya yang telah menjadi candu baginya. Bibir dan tangannya mengeksplor ke segala arah pada tubuh toples yang menggodanya."Angkat kakimu, Sayang!" Bima mengarahkan salah satu kaki Santi akan menapak pada bahunya.Dengan bertumpu pada lututnya, Bima mulai memainkan keahlian di lidahnya. Diciumnya lutut Santi dan perlahan lidahnya menjulur bermain-main semakin naik hingga berakhir di pangkal yang menjadi tujuan utamanya."Aku paling suka aroma bagian sini," gumamnya sambil menciumnya."Hmmm …" lenguhan mulai terdengar tak beraturan ketika Santi merasakan adanya tusukan hangat di inti tubuhnya.Bima memang paling pandai membuat istrinya merasa terbang. Santi sampai tidak bisa menguasai keseimbangan dalam berdiri.Hampir saja dia terjatuh kalau tidak segera ditahan oleh B
"Udah, kalian semua ikut!" Adam mengambil keputusan agar tidak ada lagi perdebatan."Bagus!" Santi tersenyum senang. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera pulang kampung."Al, kok agak lain sih rasanya? Tiba-tiba perasaanku nggak enak dengar nama Panjull tadi," bisik Maura pada Aldo."No comment, beb!" Aldo segera mendekat ke arah meja makan karena tak mau mendapatkan rentetan pertanyaan."Beb? Bebek?" tanya Santi tanpa merasa berdosa. Bima menutup mulutnya yang nyaris menyemburkan roti selai yang dikunyahnya. Bagaimana dia bisa diam saja kalau wajah Maura berubah masam."Baby, San. Maksudnya panggilan sayang!" Maura menerangkan."Ohhh, baby! Kirain bebek …" kata Santi."Dahlah, percuma ngomong sama kamu juga!" Maura menyerah jika harus menghadapi kepolosan Santi yang hanya akan membuatnya darah tinggi.Mereka ikut sarapan bersama keluarga itu sambil bercengkrama sesekali membahas pekerjaan yang kini sedang dipegang oleh Aldo. Beberapa proyek baru memang diserahkan pada Aldo seratus
Aldo mengikuti arah pandang Maura. Dia langsung terkekeh geli begitu melihat Santi yang bergelayut manja di leher Panjull."Memang seperti itulah hubungan mereka. Aku dan Bima pertama kali melihatnya juga sampai terkejut karena ternyata persahabatan antara manusia dengan kerbau itu bukan sebatas dongeng belaka." Aldo kembali melanjutkan aktivitasnya dan membiarkan Maura menikmati pemandangan yang seumur hidup tidak akan mungkin dia lupakan itu.Di belakang Santi masih ada sebuah mobil yang dikendarai oleh Septa. Awalnya Aldo tidak merasakan sebuah kejanggalan apapun sampai dia melihat mobil yang mencurigakan berada cukup jauh dari sana."Aku harus memastikan bahwa itu bukan orang-orang yang berbahaya," batin Aldo.Dia segera menelpon Septa untuk memastikan dugaannya. Namun siapa sangka jawaban Septa malah membuatnya geram."Kenapa kamu bisa seceroboh itu, hah!" Aldo mengomel sambil menutup teleponnya.Dia segera mengirim pesan kepada Bima karena dilihatnya Bima masih sibuk bercengkram
Santi memang tidak tahu apa yang terjadi karena Adam tak memberitahukan apapun kecuali sebuah bisikan untuk memeriksa kamarnya. Tak lama setelah mengatakan hal itu, Adam mendapatkan notif pesan masuk dan tanpa banyak bicara segera pergi dari sana.“Papa pergi dulu!” ucapnya datar.Santi mengangguk dan mengikuti Adam keluar rumah. Maura sendiri sudah tertidur di kamar Santi beberapa saat lalu. Aldo tak diizinkan ikut karena diberikan tugas untuk menjaga semua yang ada di rumah Santi tanpa terkecuali.“Om percayakan mereka semua padamu. Tapi ada satu hal yang kamu harus ingat, apapun yang terjadi nanti, jika Santi ingin melakukan sesuatu, kamu harus ikuti apapun yang dia katakan. Jangan sekalipun kamu ragukan dia, paham?” tanya Adam dengan nada serius.“Apa?” Aldo tak percaya dengan apa yang diucapkan Adam. Bagaimana bisa Adam menyuruhnya untuk mengikuti apa yang dikatakan oleh Santi.“Hanya itu pesanku, paham?” Adam kembali menanyakan hal yang sama.“Baiklah, Om. Aku paham!” Aldo menja
“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Septa mulai mencoba berpikir logis.“Kamu tetap ikuti saja sesuai rencana Hamdan.” Santi mengatakan dengan tenang.“Tapi, dia ingin kamu menjadi istri dari Rizwan dan menghabisi mereka berdua,” kata Septa.Mata Santi mulai berkaca-kaca. Dia benar-benar tak menyangka Septa bisa berkomplotan dengan musuh keluarga suaminya itu untuk menghabisi mereka.“Septa, apa kamu tahu seberapa besar rasa kecewaku padamu?” Santi menghapus air matanya dengan cepat. Bukan saatnya untuk menjadi lemah saat ini.“Ya, aku tahu. Tapi percayalah aku sudah menyusun rencana untuk menggagalkan rencana Hamdan bahkan sebelum tahu kalau Pak Adam sudah lebih dulu mengetahui kalau aku berkhianat,” ujar Septa.“Untuk menghadapi Hamdan kamu nggak bisa bertindak sendiri, itu hanya akan membahayakan semuanya. Sekarang kamu cukup memberitahuku tentang dimana posisi mereka, bagaimana situasi di sana dan apa saja yang bisa dijadikan senjata untuk mengalahkan mereka.” Santi akan menyusun
"Jangan terburu-buru begitu, aku mau semuanya terjadi atas dasar suka sama suka," kata Santi sambil mendorong dada Rizwan."Apa maksudnya kamu nggak suka sama aku?" tanya Rizwan kecewa. Santi mencoba total dalam berakting, tapi juga tak mau rugi banyak. Dia pun berjongkok di depan Rizwan yang telah duduk di kursi rodanya."Untuk saat ini aku memang belum menyukaimu, Mas. Bagaimana bisa aku suka pada orang yang pernah mencoba melecehkan aku?" tanya Santi bersikap sebagai seorang korban yang tak berdaya.Rizwan menatap Santi penuh rasa bersalah. Dia membalas genggaman tangan Santi dengan erat."Andai tanganku masih ada dua, aku pasti akan memelukmu erat dan membuatmu merasakan cinta yang sempurna. Tapi …" Rizwan seperti orang yang putus asa."Aku nggak butuh dua tangan untuk bisa merasakan cinta yang sempurna. Aku cuma butuh ketulusan, dan kalau kamu benar-benar mencintai aku, tolong bujuk papa kamu untuk melepaskan mereka berdua," kata Santi mencoba membujuk Rizwan."Hentikan omong kos