“Aku cuma mau mencoba untuk menempelkannya sebentar,” kata Santi yang saking penasaran.Saat jalan yang sudah basah itu menempel di senjata bosnya, Santi menggerakkannya naik turun membuat milik Bima merasa seperti dipijat. Dia sudah seperti tak bisa mengendalikan diri lagi dan hanya dalam beberapa gesekan, senjata Bima berkedut hebat dan mengeluarkan peluru putihnya.Santi semakin cepat menggerakkan miliknya karena juga merasakan sensasi luar biasa. Ketika dua lututnya hampir lemas, dia merasakan miliknya terasa sangatlah panas sebelum akhirnya jatuh di atas dada bidang Bima.“Haaahhhh … kakiku rasanya lemes banget, Pak!” kata gadis itu polos.“Kamu benar-benar gila!!”“Ahhh … bapak menikmatinya juga, ‘kan??”“Hehh!! Sudah berani kamu, ya?”“Kalau udah bikin enak kayak gini, aku juga mau tiap hari, Pak!”“Ngelunjak kamu, ya?”Gadis itu bangkit dari atas tubuh bosnya dan duduk di sisi sofa yang hanya tinggal sedikit. Santi memanyunkan bibirnya karena merasa kesal.“Bukannya bapak sen
“Aku sudah menantikan hari ini sejak lama. Susah payah untuk bisa masuk sini, mana mungkin aku biarkan kamu begitu saja!” kata lelaki itu.“Siapa kamu? Aku nggak kenal kamu!”“Kamu nggak perlu kenal siapa aku, yang pasti aku sudah dibayar mahal untuk ini. Kapan lagi aku bisa menikmati tubuh mulus tapi malah dikasih bayaran tinggi?” katanya sambil meremas benda kenyal milik Santi yang masih tertutup itu.“Jangan macam-macam kamu!! Lepasin!!” pekik Santi saat dia merasakan kait belakangnya dilepas paksa.Lelaki itu dengan mudahnya menggendong tubuh Santi dan menjatuhkannya di kasur. Dengan cepat dilahapnya leher jenjang Santi sambil mengunci pergerakan tangannya yang terus meronta.Lelaki itu sempat menghisap ujung benda kenyal miliknya sesaat sebelum sebuah pukulan keras mendarat di kepala lelaki tersebut.“Ahhhh!!!” Santi berteriak histeris melihat darah yang mengucur dari kepala lelaki itu.***“Bagaimana keadaannya?”“Dia hanya shock saja. Mungkin dalam beberapa hari ke depan dia ak
Aldo dibuat kembali tersentak karena Bima menendang kepala Baron tanpa ampun.“Heii!! Ada apa denganmu, Bim?? Nggak biasanya kamu mau mengotori tanganmu sendiri seperti ini!” kata Aldo.“Untuk orang yang berani bermain-main denganku, tak akan ada ampun buatnya. Apalagi sampai menyentuh Santi! Jangan memancingku untuk urusan yang satu itu!”Mendengar kata-kata Bima sudah cukup menjawab rasa penasaran Aldo. Itu artinya Bima memang sudah menentukan pilihannya kepada Santi. Satu hal yang harus dia lakukan sekarang adalah menjaga Bima agar tidak sampai melakukan hal bodoh dengan mengotori tangannya sendiri.“Cepat katakan saja kalau kamu mau selamat. Aku bisa pastikan itu asal kamu bisa diajak kerja sama dengan baik,” bisik Aldo sambil membangunkan Baron.“Siapa yang suruh kamu?!” tanya Bima meradang lagi.“Baiklah aku akan kasih tahu. Amelia, dia yang nyuruh aku!”“Dasar wanita jalang!! Bawa dia kesini secepatnya!!” kata Bima dengan emosi yang tak terkira.Aldo segera memerintahkan orang
Keringat mengucur deras di dahi Baron begitu dia menyelesaikan hasratnya. Dilihatnya Amelia yang menangis tersedu dengan kaki yang ditekuk."Kamu sudah bekerjasama dengan baik. Kedepannya aku harap tidak akan pernah melihatmu lagi di kota ini," kata Aldo dengan penuh tekanan mematikan."Baiklah, aku akan pergi dari kota ini asalkan masih bisa menikmati hidupku," kata Baron."Lebih baik kamu segera pergi, dan bawa wanita licik itu juga bersamamu!" titah Aldo.Baron tampak sedikit keberatan ketika harus membawa Amel serta. Tapi demi mendapatkan kebebasannya, mau tak mau dia menyetujuinya."Baiklah!"Aldo tersenyum sinis sambil melihat Amel yang kini menatapnya tajam. Beberapa saat mereka beradu pandang dan akhirnya Amel menyerah karena Baron tiba-tiba saja mengangkatnya."Selamat bersenang-senang, jalang!!" kata Aldo melihat kepergian mereka berdua.***"Santi, apa kamu baik-baik saja?" tanya Bima ketika melihat gadis itu tengah duduk di kursi meja rias."Aku rasa begitu.""Kamu yakin?"
"Pak Aldo?? Maksudnya apa?" tanya Santi."Nanti kamu akan tahu sendiri apa jawabannya.""Iihhhh, Pak Aldo ini bisa banget bikin penasaran!""Kalau aku malah nggak penasaran sama sekali. Udah pasti sesuai sama tebakanku tadi," kata perawat tersebut."Apa, sih?" kata Santi malu-malu.Aldo tak menyangka Santi masih bisa berpikir bahwa Bima hanya penasaran dengannya saja. Tapi sebagai orang yang tidak begitu mengenalnya, memang lebih baik berpikir begitu daripada berlebihan karena hanya akan menimbulkan sakit hati. Bima tak pernah sekalipun memakai hatinya pada seorang wanita.Dan untuk kali ini, dia yakin kalau Bima telah menjatuhkan pilihan hatinya pada sekretaris polosnya itu. Yang dia tidak tahu adalah apakah perasaan Bima itu akan bertahan lama, atau malah menjadi semakin mengikat hingga akhir nanti."Ini buburnya udah siap, mau dimakan kapan?" tanya perawat yang bernama Elly itu."Taruh situ aja, Mbak. Aku akan segera makan," jawab Santi."Baiklah, aku siapkan obatnya di sini ya, di
"Pilihanmu benar-benar bagus. Dia barang baru disini dan dijamin masih ori!!" kata Mak Oyo."Baguslah." kata Aldo tersenyum puas.Tapi berbeda dengan Bima yang justru tampak berpikir dua kali untuk melakukannya. Dia malah teringat dengan Santi yang pasti sedang menunggunya."Kamu kenapa malah diem aja? Bukankah kamu bilang ingin senang-senang dan membuktikan bahwa dia masih normal?" tanya Aldo seraya menunjuk pada arah junior Bima.Dengan langkah malas, akhirnya Bima menuju ke kamar yang sudah disediakan, dengan diikuti oleh gadis pilihannya. Suasana kamar yang dibuat sedemikian rupa, membuat Bima membayangkan bahwa itu adalah malam pertama sepasang pengantin yang saling mencintai.Sedangkan dirinya saat ini, seperti sedang menyerahkan diri pada seseorang yang bahkan dia tidak mengenalnya."Sial! Sejak kapan aku jadi berpikir yang tidak-tidak seperti ini! Bukankah selama ini aku biasa saja melakukan rutinitas itu?" gumam Bima sambil melihat-lihat kamar yang cukup luas tersebut."Ma-ma
Bima sampai dibuat terkejut dengan suara teriakan Santi. Dengan segera dia menghentikan aksinya dan melihat gadis itu tengah menangis sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.“San, kamu kenapa?” tanyanya khawatir.“Jangan!! Aku nggak mau!!”“Santii!! Heiii, lihat aku, San!! Ini aku!!” kata Bima berusaha membuka tangan gadis itu yang menutup wajahnya dengan rapat.Gadis itu hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan terisak. Dan hal itu membuat Bima teringat akan satu hal. Dia merutuki kebodohannya sendiri yang main seruduk pada Santi.“Apa laki-laki itu melakukan seperti itu?” tanya Bima lirih. Dia tetap berhati-hati saat berbicara.Gadis itu tetap tak mau bicara dan masih saja terisak. Akhirnya Bima pasrah dan menutupi tubuhnya dengan selimut.Bima berbaring di samping Santi dan membelai rambutnya perlahan. Setelah beberapa saat, suara isakan tangis gadis itu sudah tidak terdengar. Kedua tangannya pun sudah longgar dan itu digunakan oleh Bima untuk membuka wajah Santi yang sudah
Gadis itu langsung terdiam begitu merasakan sebuah sensasi hangat di ujung benda padat miliknya. Perlahan suara rengekannya tadi berubah menjadi desahan halus yang membuat laki-laki semakin bersemangat mengulum milik Santi.Satu tangannya tak pernah berhenti memilin bagian yang lain sehingga Dinda merasa sangat nikmat."Paakkkk … kalau yang melakukannya bapak, rasanya aku rela memberikan semuanya!!" Bima menghentikan aksinya dan menatap wajah gadis itu yang memerah karena merasakan nikmat."Apa maksudmu?""Untukmu aku rela memberikan apapun!""Termasuk ini?" tanya Bima seraya memasukkan jarinya di sela kain tipis yang ada di bawah sana."Yaaahhhh …." Santi mendongakkan kepalanya keatas menikmati gerakan lembut di bagian inti miliknya. Nafasnya mulai tersengal ketika ciuman Bima semakin turun.Perutnya yang rata itu terlihat kembang kempis saat Bima menjulurkan lidah di pusarnya. Dan dengan gerakan memutar, Bima memainkan lidahnya menuruni pusar tersebut.Tangannya digunakan untuk mem